Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

warrysangru2Avatar border
TS
warrysangru2
Risiko Bloatware, Aplikasi Tak Diundang dalam Ponsel Pintar
SELAMAT DATANG DI THREAD INI

BUAT AGAN SISTA


Kali ini ane ngebahas tentang pengertian dan istilah bloatware yang menggangu.


Membeli dan memiliki ponsel pintar baru memang menyenangkan. Namun, yang menyebalkan bila hadirnya aplikasi tertentu dalam ponsel baru atau bloatware. Bloatware merupakan aplikasi yang terpasang secara otomatis pada suatu perangkat. Suka atau tidak, berguna atau tidak, aplikasi-aplikasi ini secara otomatis harus diterima para pengguna ponsel baru.


Namun, yang lebih menyebalkan, aplikasi bloatware termasuk yang susah dihapus. Pilihan terbaik yang didapat pengguna hanya sebatas melakukan disable saja aplikasi itu. Cara paksa menghilangkan blotwaresukar dilakukan kebanyakan oleh para pengguna ponsel. Risiko ketidakstabilan sistem bisa mengancam sebuah perangkat.


Bloatware memang dilematis, karena bukan cuma soal bisa dihapus atau tidak. Secara umum, aplikasi-aplikasi yang masuk kategori bloatware, lebih jarang dipakai pemilik ponsel pintar. Pada 2014, diberitakan Venture Beat, sebuah firma analisis bernama Strategy Analyticspernah melakukan riset. Dari 250 unit Samsung Galaxy S3 dan S4, terungkap bahwa aplikasi-aplikasi bloatware di ponsel pintar tersebut seperti Chat On, S Memo, dan S Voice hanya rata-rata digunakan oleh penggunanya selama kurang dari 7 menit. Bandingkan dengan rata-rata penggunaan aplikasi macam YouTube yang mencapai angka 149 menit saat riset itu.


Meskipun dianggap kurang bermanfaat, jumlah bloatware yang dipasang terhitung tidak sedikit. Setiap ponsel pintar dari setiap pabrikan berbeda-beda memasangkan sejumlah bloatware dalam perangkatnya. Samsung Galaxy S8, salah satu ponsel pintar terbaru di pasaran, mengusung 37 aplikasi pre-installed, istilah lain dari bloatware.Ponsel pintar lainnya, LG G6, memiliki 16 bloatware yang bermanfaat atau tidak, langsung diterima oleh pembelinya sejak pertama kali ponsel pintar baru ke tangan konsumen.


Merujuk sejarahnya, ponsel pintar bukanlah tempat pertama bloatwarebersemayam. PC atau komputer pribadi, merupakan tempat awal aplikasi “tak dikehendaki” tersebut berada. Pada dekade 1990-an, American Online atau AOL bekerjasama dengan pabrikan komputer untuk mengotomatiskan keberadaan bloatware di tiap komputer yang diproduksi. Konsekuensinya, AOL mesti membayar sejumlah uang pada pabrikan komputer.


Dari pengalaman itu, adanya bloatware yang bersemayam di komputer maupun ponsel pintar sulit tak terpisahkan dengan urusan uang atau bisnis aplikasi antara pengembang dan pemilik merek sebuah gawai.


Irfan Asrar, peneliti keamanan ponsel pintar dari perusahaan keamanan perangkat mobile, Appthority mengatakan pada Wired bahwa kehadiran bloatwaresalah satunya disebabkan karena margin keuntungan yang kecil yang diperoleh pabrikan gawai. Aplikasi atau program yang dibuat pengembang akan ditarik biaya tertentu jika sang pengembang menginginkan aplikasinya secara otomatis hadir pada perangkat baru.


“Di beberapa kasus cara ini bisa membantu mengurangi biaya perangkat,” ucap Asrar.


Patrick McDaniel dari Pennsylvania State University dalam tulisannya berjudul “Bloatware Comes to the Smartphone” mengungkap bahwa praktik menarik keuntungan dari pengembang pihak ketiga merupakan praktik umum yang dilakukan pabrikan. Cara ini pada akhirnya justru dapat pula memangkas harga jual perangkat pada konsumen.






Secara umum, pabrikan memang tak mengungkap berapa uang yang mereka peroleh atas memasangkan aplikasi pihak ketiga secara otomatis di perangkat yang mereka buat. Contoh yang hampir mirip terjadi antara Google dan Apple. Mengutip The Guardian, dalam sebuah dokumen pengadilan 2014, Google disebutkan membayar uang senilai $1 miliar kepada Apple untuk menjadikan mesin pencari milik mereka bertengger secara otomatis pada iPhone.


Di luar anggapan blotwarememberikan keuntungan bagi merek ponsel, tapi tak semua bloatware memberi untung bagi pabrikan ponsel pintar. Hal demikian umumnya disebabkan blotware yang dipasang juga merupakan aplikasi buatan pabrikan sendiri. Samsung Galaxy S8 misalnya, pada perangkat tersebut bersemayam juga aplikasi-aplikasi buatan Samsung seperti Samsung Milk Music, Samsung Notes, dan Samsung Pay. Selain itu, bloatware pun dibuat oleh cukup banyak pihak selain pabrikan atau pengembang pihak ketiga.


Dalam kasus Android, bloatwarejuga dibuat oleh Google, sang pemilik sistem operasi. Dalam ponsel pintar berbasis Android, umum ditemukan aplikasi-aplikasi milik Google langsung terpasang otomatis. Adapun di beberapa kasus bloatware dibuat oleh distributor atau provider selular. Ini tentu membuat jumlah bloatware sangat fluktuatif.


“Bloatware berbeda dari ponsel ke ponsel dan dari operator ke operator,” ungkap Keith Nowak, yang kala itu menjadi juru bicara HTC pada Wired.


Di sisi lain, kehadiran bloatwarememang dirasa menguntungkan bagi pabrikan. Namun, bagi pengguna masalah bloatware jadi persoalan apabila aplikasi yang otomatis terpasang itu tak dibutuhkan oleh pemilik ponsel pintar.


“Tidak hanya sulit dihapus, tapi juga membebani sumber daya seperti penggunaan data dan mengurangi kekuatan baterai hingga mengangkangi batas-batas privasi,” ungkap Irfan Asrar dari Appthority.


Menurut Chasan Cavusoglu dalam jurnalnya berjudul “Bloatware and Jailbreaking: How Consumer-Initiated Modification Interacts with Product Pricing” mengatakan bahwa bloatwarememiliki efek yang cukup negatif bagi pengguna. Baterai cepat habis, penggunaan data internet yang tak terkontrol, pengurangan kekuatan, serta risiko keamanan mengancam melalui bloatware. Bloatware pada Samsung Galaxy S8 menguras 45 persen memori internal ponsel itu.



Bahkan dalam kasus perangkat komputer, dikutip dari How To Geek, Microsoft pernah melakukan uji atas bloatware. Hasilnya, sebanyak 7 laptop uji coba yang menggunakan Windows 7 tanpa blotwareterpasang, memiliki peningkatan kecepatan hingga 40 persen, saat laptop tersebut pertama dihidupkan.


Kehadiran bloatwarejadi bukti bahwa pabrikan berkuasa atas apa yang mereka ciptakan dan jual ke konsumen. Sementara itu, konsumen tak ada pilihan terhadap bloatware yang datang sebagai tamu yang tak diundang.



Jika suka berikan

emoticon-Blue Guy Cendol (L)

Dan jangan lupa

emoticon-Rate 5 Star

Tapi jangan

emoticon-Blue Guy Bata (L)


Salam

Agan

emoticon-Jempol

dan

Sista

emoticon-Angel

emineminnaAvatar border
emineminna memberi reputasi
4
3.6K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan