Assalamualaikum.wr.wb
Salam sejahtera bagi semuanya

Kali ini saya membuat thread mengenai fungsi dari sebuah alat penunjuk jalan. Penulis mau mengkisahkan sebuah cerita tentang seorang petualang dalam menjalankan kehidupan berdasarkan analogi GPS.

Global Positioning System saya rasa semua sudah tau ya, fungsinya sebagai alat penunjuk jalan di era modern. Dengan adanya GPS dapat dengan jelas menunjukkan sebuah arah yang mau kita tuju.

Analogi GPS dapat disamakan dengan hal yang berkaitan erat dan berpengaruh dengan jalan hidup seseorang. Seperti agama, kepercayaan hidup, tingkat pendidikan, maupun pekerjaan seseorang.

Seperti orang yang mau berjalan dari tempat A ke tempat B, dengan GPS sekarang benar-benar mudah tinggal pencet tombol pilihan akan kemana kita tuju lalu alat tersebut akan menunjukkan arahnya. Entah kita mau berkendara menggunakan sepeda, roda dua maupun empat, bahkan pesawat pun juga memilikinya.

Penulis mau membuat perumpamaan tentang pengalaman memakai alat bantu penunjuk arah.
Seperti istilah "Banyak jalan menuju ke Roma", dari berbagai tempat, beda jalan, daerah, maupun negara menuju satu tempat yang sama yaitu menuju Roma.

Tiap orang diberi bekal berbagai macam penunjuk arah seperti map/peta konvensional seperti kertas maupun seperangkat alat yang sudah canggih seperti GPS untuk menuju kesana hingga yang lainnya.

Seperti kita waktu menempuh jalan sesuai arah yang ditunjukkan oleh alat tersebut, kita dapat berjalan melewati jalan beraspal, jalan pasir, sungai, samudera, tebing/jurang yang curam yang mengancam nyawa dan jiwa kita, laut, masuk hutan belantara bertemu dengan berbagai macam flora maupun fauna.

Bahkan diperjalanan kita bertemu dengan teman seperjalanan yang mempunyai GPS juga. Kadang kalau kita mempunyai alat yang sudah ataupun paling canggih, paling akurat dan terbaru. Kita malah kepo ingin melihat GPS milik orang lain lalu membandingkan seakurat dan secanggih mana dengan orang yang tak sengaja berpapasan dengan kita. Bahkan kadang kita melewati suatu daerah, kita hanya berputar-putar ditempat itu hanya untuk membandingkan alat kita dengan orang lain.

Pernah suatu ketika si pembanding bertemu dengan petualang kehidupan lainnya, lalu dikasih sebuah ide "gimana kalau kita bertukar alat saja, saya liat kamu koq ragu dengan alat kamu sendiri?! " lalu dijawab "oke kalau begitu mari kita coba" dengan bertukar alat tersebut kita mulai belajar lagi melihat tata cara system yang baru dengan panel yang masih asing tentunya memakan waktu juga untuk melanjutkan perjalanan, padahal ya sama saja fungsinya sebagai alat penunjuk arah dan jalan

Kadang diperjalanan kita bertemu dengan (maaf) orang penyandang Tuna Netra, kita pun juga bertanya "pak/buk mau menuju kemana?? Ntar nyasar nggak?? Nggak tau arah nanti tersesat lho" Saya yakin kalau kita bertanya seperti itu kita bakal digebuk dimarahin sama orang karena meremehkan. Karena apa?? Mereka sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu hanya dengan dibantu oleh "tongkat" dan bisa bertanya kepada sekeliling kira-kira sudah sampai mana, bahkan tak ayal banyak juga yang menolong orang tersebut jika mengalami kesulitan dalam menyebrangi dan melewati jalur tersebut.

Jadi inti cerita diatas dan kesimpulannya sudah jelas kan apa yang penulis maksudkan

Itulah sedikit cerita dari penulis, mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kata yang menyinggung dan kurang berkenan di hati para pembaca sekalian. Marilah berjalan beriringan dengan saling menghormati hak antara pengguna jalan lainnya

Sekian atas perhatiannya dan terima kasih atas kunjungannya

Sumber : cerita pribadi berdasarkan pengalaman penulis.