jonioktoraAvatar border
TS
jonioktora
Agar Terhindar Pupuk Palsu


SEBANYAK 80% pupuk yang beredar di Jawa dan Sumatera ternyata tak sesuai dengan label di kemasan. Untung sekarang tersedia alat khusus untuk mendeteksi kadar hara pupuk.

Begitulah hasil penelitian Dr. Diah Setyorini, periset Balai Penelitian Tanah, pada 2000. Riset terakhir pada 2008 kadar pupuk yang tidak sesuai dengan label di kemasan mencapai 42%. Unsur yang dipalsukan berupa nitrogen hingga 55%, fosfor 51%, dan kalium 63%.

Pantas jika produksi tanaman melorot walau pekebun memberikan pupuk sesuai dosis anjuran. Dalam riset itu Diah menemukan "pupuk KCl" berbahan garam dapur yang diwarnai serbuk batu bata merah.

Pupuk seperti itu bukan hanya gagal meningkatkan produksi tanaman, melainkan juga merusak tanah. "Natrium dalam garam dapur itu melepaskan ion agregat yang memadatkan butiran tanah," kata Dr. Achmad Rahman, kepala Balai Penelitian Tanah, Bogor, Jawa Barat.

Konsumen pupuk palsu itu merugi ganda: produksi melorot, lahan rusak, biaya terbuang. Di toko-toko pertanian, pupuk palsu bertebaran. Yang kerap dipalsu adalah pupuk anorganik seperti KCl, ZA, SP-36, TSP, Urea, dan NPK.

Maklum, selain banyak dibutuhkan pekebun, pupuk itu harganya relatif tinggi. Bayangkan, "urea" berbahan kapur gamping di pasaran Rp1.200/kg. Padahal, harga bahan baku cuma Rp500/kg. Celakanya sulit membedakan pupuk palsu dengan yang asli.

Deteksi oleh pengawas lapangan dari pertanian butuh waktu lama. Sampel diambil dari kios pertanian, dianalisis di laboratorium, dan baru ada hasilnya sebulan kemudian. Saat itu pupuk palsu habis terjual atau ditarik kembali oleh produsen.

Warna

Fakta itulah yang mendorong Diah merakit alat pengetes kemurnian pupuk yang portabel dan praktis digunakan. "Kandungan unsur N, P, dan K pada pupuk anorganik diketahui hanya dalam 30 menit," kata Diah.

Alat uji itu terdiri atas larutan ekstraksi, 3 tabung reaksi, 3 botol pereaksi, bagan warna, mortar, dan buku panduan. Bila cairan pereaksi habis digunakan, pekebun dapat membeli ulang. Harga alat itu Rp1,1 juta yang dapat dipakai berulang-ulang.

Prinsip kerja alat yang dinamakan perangkat uji pupuk (PUP) itu adalah mengekstrak unsur nitrogen, fosfor, dan kalium dalam pupuk. Cara menguji pupuk juga relatif mudah. Pekebun mengambil sejumput atau 0,25--2,5 g pupuk yang akan diuji.

Lalu haluskan pupuk uji dengan penggerus mortar dan masukkan ke tabung reaksi. Selanjutnya tambahkan 20 ml larutan pengekstrak. Pastikan bahwa larutan pengekstrak sesuai dengan jenis pupuk yang diuji. Jika yang diuji pupuk urea, misalnya, gunakan pengekstrak unsur nitrogen.

Kemudian kocok-kocok tabung sampai serbuk halus itu larut membentuk larutan jernih. Larutan jernih itu dipindahkan ke tabung reaksi kosong, lantas tambahkan pereaksi sesuai unsur yang diuji--nitrogen atau fosfor.

Penambahan larutan pereaksi akan mengubah warna larutan dalam waktu 15 menit. Jika penambahan maksimal 10 tetes sudah terbentuk warna pekat, indikasi pupuk murni dan sebaliknya.

Setelah didiamkan 15--20 menit, warna larutan berubah hijau--pada pengetesan unsur nitrogen dan kuning untuk pengujian unsur fosfor. Kepekatan warna hijau atau kuning yang terbentuk itulah yang mengindikasikan persentase kemurnian pupuk. Untuk mengetahui kemurnian, pekebun tinggal mencocokkan gradasi warna dengan perangkat uji pupuk.

Setiap tingkat gradasi menyatakan perbedaan kemurnian. Semakin pekat warna hasil ekstraksi pupuk, berarti pupuk semakin murni. Sebaliknya, bila ekstraksi menghasilkan warna pucat, kemurnian pupuk juga rendah.

Endapan

Pada pengujian unsur kalium, yang menjadi patokan kemurnian adalah banyaknya pereaksi yang diperlukan untuk membentuk endapan putih di dasar tabung. "Kemurnian tinggi kalau beberapa tetes pereaksi saja sudah terbentuk endapan," kata Diah.

Pada pupuk KCl palsu, endapan lambat atau tidak kunjung terbentuk meski sudah belasan tetes pereaksi ditambahkan. Menurut Eviati, penanggung jawab laboratorium tanah Balai Penelitian Tanah, endapan itu merupakan kalium dari pupuk yang menjadi garam lalu mengendap.

Kusdiharjo, pengusaha butiran fosfat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, memanfaatkan alat uji kadar pupuk itu untuk mendeteksi keberadaan fosfor dari alam. Larutan uji dalam perangkat uji pupuk itu ampuh mendeteksi keberadaan unsur fosfor dalam batuan. "Efektif untuk deteksi awal tapi selanjutnya harus dianalisis lanjut karena penyimpangannya terlalu jauh," kata Kusdiharjo.

Menurut Diah, perangkat uji pupuk itu dapat digunakan secara cepat untuk mendeteksi kemurnian pupuk. "Alat ini merupakan penyederhanaan secara kualitatif dari analisis pupuk di laboratorium," ujar doktor Ilmu Tanah alumnus Institut Pertanian Bogor itu. Wajar jika hasilnya tak seakurat pengujian di laboratorium. Hasil alat itu merupakan estimasi pengukuran kuantitatif.

Ketika di pasaran beredar beragam jenis pupuk tanpa jaminan mutu, perangkat uji pupuk sangat diperlukan. Dengan alat itulah petani dapat melindungi diri dari pupuk palsu yang sulit dibedakan dengan pupuk asli. Sayang, PUP baru bisa dipakai untuk pengujian pupuk anorganik. Kini Diah dan timnya tengah mempersiapkan perangkat serupa untuk menguji pupuk organik yang tengah naik daun di masyarakat.

Selain PUP, di pasaran terdapat NPK meter bikinan Nurkamari, peneliti Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya. Hingga kini pria kelahiran Yogyakarta, 12 April 1950, itu sudah menjual 200 unit masing-masing seharga Rp4 juta.

Menurut Nurkamari, 90% pembeli adalah produsen fosfat alias bahan baku pupuk fosfor skala kecil. Cara kerja NPK meter relatif sama dengan PUP, bedanya persentase kadar pupuk langsung terbaca.

Menurut Sudadi Ahmad, pengamat pertanian, petani memang jarang memanfaatkan alat ukur kadar pupuk. Selain petani, distributor pupuk dan penyuluh sebaiknya menggunakan alat itu.
0
5K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan