- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
UGM Kirim Tim ke Agats Tangani Gizi Buruk
TS
gesit.79
UGM Kirim Tim ke Agats Tangani Gizi Buruk
Daripada kita ngurusin Ketua BEM UI yg memberikan kartu kuning ke Jokowi soal Asmat, lebih baik kita lihat kiprah universitas lain yang sudah mengirimkan satgasnya
Tim UGM yang tergabung dalam Unit Penanggulangan Bencana (DERU) dikirim ke Agats, Asmat, Papua, untuk membantu mengatasi masalah gizi buruk. Tim UGM yang terdiri dari 7 orang dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Pengabdian Masyarakat UGM, Dr. Rachmawan Budiarto, dan Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat, Nanung Agus Fitriyanto, Ph.D.
Rachmawan menuturkan pengiriman tim DERU UGM ini terdiri dari 2 gelombang, yaitu Rabu dan Kamis lalu. Tim ini akan bersinergi dengan pemkab lokal, Kemenkes dan TNI dalam penanganan masalah gizi buruk dan berbagai dampaknya.
"Ini nanti sekaligus siap tim UGM selanjutnya (jumlah lebih besar) untuk program multidisiplin rokok," papar Rachmawan saat dihubungi Minggu (28/1).
Yang dilakukan tim di sana, kata Rachmawan, antara lain aktif rapat koordinasi dengan Satgas yang dipimpin oleh Danrem (Selaku Dan Satgas) dan Bupati, lakukan diskusi dengan pemkab, TNI dan Kemenkes, dan terjun langsung di beberapa distrik.
"Bahkan tim UGM juga memasang sistem sel surya 200 Wp di Puskesmas yang tidak ada listrik PLN guna menunjang operasional layanan kesehatan," katanya.
Rachmawan dalam kondisi seperti di Timika - Agats yang sangat terbatas. PLN juga baru 2 dari 23 distrik. Ia melihat kondisi pelayanan darurat yang telah berjalan baik yang dilakukan oleh pemkab, TNI, Polri, Kemenkes, gereja, unsur adat, LSM, serta jumlah institusi / lembaga lainnya.
"Kondisi sosial budaya suku Asmat memberi tantangan berat dalam meningkatkan aspek kesehatan dan kesejahteraan," urai Rachmawan.
Senada dengan itu, Nanung mengatakan ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan di Agats. Rekomendasi itu antara lain menuju ke Kabupaten Asmat (tidak hanya Distrik Agats) sebagai tindak lanjut lanjutnya kondisi darurat ini. Selain itu, diperlukan program, antara lain dalam bentuk pengiriman kaos tim multidisiplin.
"Dalam waktu dekat pengiriman tim yang terdiri atas dokter spesialis, dokter umum dan dokter kesehatan masyarakat sangat diperlukan. Untuk programin juga harus bersinergi dengan multi stakeholder dalam mendukung. Asmat dalam pembangunan di sektor infrastruktur, seperti listrik dan udara bersih dan kesehatan lingkungan, "tambah Nanung.
Seperti diketahui, sampai saat ini total yang meninggal dunia di Kabupaten Asmat adalah 70 orang yang terdiri atas 66 orang karena campak dan 4 orang karena gizi buruk. (Humas UGM / Satria; foto: DERU)
sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/15546-ug...ani.gizi.buruk
Selama empat jam terombang-ambing di laut lepas, tujuh orang dari tim Disaster Response Unit (DERU) UGM akhirnya memilih menginap di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Atas saran dari nakhoda kapal, perjalanan malam itu terpaksa dihentikan karena gelombang laut masih tinggi. Beberapa memilih tidur di kapal, sebagian memilih membuat tenda darurat di pinggir sungai. Di pulau yang masih terdapat hutan bakau tersebut, tim UGM yang terdiri para dokter, perawat dan peneliti ini mendirikan tenda tidak jauh dari kapal. Sebab, di sungai-sungai yang mereka susuri masih banyak buaya. Tentu demi alasan keamanan dan keselamatan.
Esok paginya setelah cuaca dirasa sudah membaik, kapal yang ditumpangi berupa kapal nelayan ini akhirnya berangkat kembali menuju Agats, Kabupaten Asmat, Papua. “Terhitung kami menempuh 22 jam hingga sampai ke Agats,” kata Dr. Rachmawan Budiarto mengenang kisah perjalanan mereka yang ditugaskan untuk membantu penanganan kejadian luar biasa gizi buruk dan campak yang menimpa anak-anak Asmat, Papua pada akhir bulan Januari lalu.
Sesampai di Agats, Jumat (26/1), kata Rachmawan, mereka berpencar untuk membantu penanganan KLB gizi buruk dan campak serta ikut memetakan berbagai persoalan lain yang dihadapi warga Asmat dari persolan layanan kesehatan, infrastruktur, teknologi hingga kondisi sosial budaya. Pemetaan tersebut dilakukan dalam rangka pengiriman mahasiswa KKN UGM dalam waktu dekat. Di Agats, ibukota Asmat, para perawat dan dokter anggota tim ikut serta membantu penanganan pasien anak yang terkena kurang gizi. Sementara itu, peneliti dari pusat studi energi juga melakukan pemasangan panel surya di puskesmas distrik Sawaerma. “Menuju distrik ini bisa ditempuh 50 menit lewat speed boat dari Agats,” katanya. Menurut Rachmawan dari 23 distrik yang ada di Asmat hanya dua distrik yang terjangkau oleh PLN, sementara yang lainnya masih menggunakan genset.
Hingga berita ini diturunkan, saat ini dilaporkan terdapat 77 anak yang meninggal, 66 diantaranya karena campak sedangakan 4 lainnya akibat kasus gizi buruk. Sejak adanya kasus KLB gizi buruk dan korban yang meninggal akibat campak, program kegawadaruratan yang dilaksanakan antar kementerian, pemkab, unsur TNI dan POLRI berjalan efektif. Namun begitu, diperlukan upaya tindak lanjut untuk mengatasi persoalan kasus gizi buruk di Asmat dikarenakan masih jauhnya akses layanan kesehatan yang bisa dijangkau oleh warga. “Untuk distrik terdekat saja bisa ditempuh dengan kapal cepat sekitar 50 menit,” katanya.
Selain persoalan infrastruktur, minimnya moda trasportasi dan jauhnya akses layanan kesehatan yang bisa dijangkau juga masih menjadi kendala. Racmawan menyebutkan dari 23 distrik, sementara ini hanya ada 16 distrik yang memiliki puskesmas. Dari 16 tersebut, baru 5 puskesmas yang memiliki tenaga dokter.
Persoalan lain yang dipetakan oleh tim UGM, kata Rachmawan, yakni kondisi tempat tinggal warga Asmat yang mayoritas berada di daerah rawa dan menggunakan sumber air minum dari air hujan sehingga menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup memprihatinkan.
dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD, salah satu anggota tim medis yang ikut dalam tim UGM, menuturkan anak-anak yang menjadi korban meningal akibat campak disebabkan karena menderita kurang gizi. “Kurang gizi menyebabkan infeksi campak dan infeksi lain, sebab saat kurang gizi akan menurunkan daya tahan tubuh,” katanya.
Menurutnya, kasus kurang gizi bukan hanya terjadi dalam 2-3 minggu saja, namun bisa terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan banyak korban. Menurut Hendro untuk mengatasi kasus gizi buruk tidak bisa dilakukan dengan program pemenuhan logistik semata, namun ditindaklanjuti dengan program selanjutnya, dari sisi layanan kesehatan, infrastruktur, dan sosial budaya masyarakatnya.
Doker speslialis anak RS UGM, dr. Fita Wirastuti, Sp.A., mengatakan kasus gizi buruk memang berisiko menyebabkan potensi terjangkitnya penyakit yang lain pada anak. Untuk mencegah terulangnya kasus campak akibat gizi buruk tersebut, selain dilakukan imunisasi perlu juga dilakukan peran aktif puskemas dan warga dalam berpartisipasi mengakses layanan kesehatan
Ia berpendapat melalui kegiatan KKN PPN UGM diperlukan pendampingan dan peran aktif tenaga medis puskesmas berkeliling kampung untuk melakukan promosi kesehatan karena masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan. “Perlu dipikirkan untuk menarik warga meluangkan waktu mengikuti program dari puskesmas,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/15619-ki...buruk.di.asmat
Quote:
UGM Kirim Tim ke Agats Tangani Gizi Buruk
Tim UGM yang tergabung dalam Unit Penanggulangan Bencana (DERU) dikirim ke Agats, Asmat, Papua, untuk membantu mengatasi masalah gizi buruk. Tim UGM yang terdiri dari 7 orang dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Pengabdian Masyarakat UGM, Dr. Rachmawan Budiarto, dan Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat, Nanung Agus Fitriyanto, Ph.D.
Rachmawan menuturkan pengiriman tim DERU UGM ini terdiri dari 2 gelombang, yaitu Rabu dan Kamis lalu. Tim ini akan bersinergi dengan pemkab lokal, Kemenkes dan TNI dalam penanganan masalah gizi buruk dan berbagai dampaknya.
"Ini nanti sekaligus siap tim UGM selanjutnya (jumlah lebih besar) untuk program multidisiplin rokok," papar Rachmawan saat dihubungi Minggu (28/1).
Yang dilakukan tim di sana, kata Rachmawan, antara lain aktif rapat koordinasi dengan Satgas yang dipimpin oleh Danrem (Selaku Dan Satgas) dan Bupati, lakukan diskusi dengan pemkab, TNI dan Kemenkes, dan terjun langsung di beberapa distrik.
"Bahkan tim UGM juga memasang sistem sel surya 200 Wp di Puskesmas yang tidak ada listrik PLN guna menunjang operasional layanan kesehatan," katanya.
Rachmawan dalam kondisi seperti di Timika - Agats yang sangat terbatas. PLN juga baru 2 dari 23 distrik. Ia melihat kondisi pelayanan darurat yang telah berjalan baik yang dilakukan oleh pemkab, TNI, Polri, Kemenkes, gereja, unsur adat, LSM, serta jumlah institusi / lembaga lainnya.
"Kondisi sosial budaya suku Asmat memberi tantangan berat dalam meningkatkan aspek kesehatan dan kesejahteraan," urai Rachmawan.
Senada dengan itu, Nanung mengatakan ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan di Agats. Rekomendasi itu antara lain menuju ke Kabupaten Asmat (tidak hanya Distrik Agats) sebagai tindak lanjut lanjutnya kondisi darurat ini. Selain itu, diperlukan program, antara lain dalam bentuk pengiriman kaos tim multidisiplin.
"Dalam waktu dekat pengiriman tim yang terdiri atas dokter spesialis, dokter umum dan dokter kesehatan masyarakat sangat diperlukan. Untuk programin juga harus bersinergi dengan multi stakeholder dalam mendukung. Asmat dalam pembangunan di sektor infrastruktur, seperti listrik dan udara bersih dan kesehatan lingkungan, "tambah Nanung.
Seperti diketahui, sampai saat ini total yang meninggal dunia di Kabupaten Asmat adalah 70 orang yang terdiri atas 66 orang karena campak dan 4 orang karena gizi buruk. (Humas UGM / Satria; foto: DERU)
sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/15546-ug...ani.gizi.buruk
Quote:
Kisah Tim UGM Bantu Tangani Gizi Buruk di Asmat
Selama empat jam terombang-ambing di laut lepas, tujuh orang dari tim Disaster Response Unit (DERU) UGM akhirnya memilih menginap di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Atas saran dari nakhoda kapal, perjalanan malam itu terpaksa dihentikan karena gelombang laut masih tinggi. Beberapa memilih tidur di kapal, sebagian memilih membuat tenda darurat di pinggir sungai. Di pulau yang masih terdapat hutan bakau tersebut, tim UGM yang terdiri para dokter, perawat dan peneliti ini mendirikan tenda tidak jauh dari kapal. Sebab, di sungai-sungai yang mereka susuri masih banyak buaya. Tentu demi alasan keamanan dan keselamatan.
Esok paginya setelah cuaca dirasa sudah membaik, kapal yang ditumpangi berupa kapal nelayan ini akhirnya berangkat kembali menuju Agats, Kabupaten Asmat, Papua. “Terhitung kami menempuh 22 jam hingga sampai ke Agats,” kata Dr. Rachmawan Budiarto mengenang kisah perjalanan mereka yang ditugaskan untuk membantu penanganan kejadian luar biasa gizi buruk dan campak yang menimpa anak-anak Asmat, Papua pada akhir bulan Januari lalu.
Sesampai di Agats, Jumat (26/1), kata Rachmawan, mereka berpencar untuk membantu penanganan KLB gizi buruk dan campak serta ikut memetakan berbagai persoalan lain yang dihadapi warga Asmat dari persolan layanan kesehatan, infrastruktur, teknologi hingga kondisi sosial budaya. Pemetaan tersebut dilakukan dalam rangka pengiriman mahasiswa KKN UGM dalam waktu dekat. Di Agats, ibukota Asmat, para perawat dan dokter anggota tim ikut serta membantu penanganan pasien anak yang terkena kurang gizi. Sementara itu, peneliti dari pusat studi energi juga melakukan pemasangan panel surya di puskesmas distrik Sawaerma. “Menuju distrik ini bisa ditempuh 50 menit lewat speed boat dari Agats,” katanya. Menurut Rachmawan dari 23 distrik yang ada di Asmat hanya dua distrik yang terjangkau oleh PLN, sementara yang lainnya masih menggunakan genset.
Hingga berita ini diturunkan, saat ini dilaporkan terdapat 77 anak yang meninggal, 66 diantaranya karena campak sedangakan 4 lainnya akibat kasus gizi buruk. Sejak adanya kasus KLB gizi buruk dan korban yang meninggal akibat campak, program kegawadaruratan yang dilaksanakan antar kementerian, pemkab, unsur TNI dan POLRI berjalan efektif. Namun begitu, diperlukan upaya tindak lanjut untuk mengatasi persoalan kasus gizi buruk di Asmat dikarenakan masih jauhnya akses layanan kesehatan yang bisa dijangkau oleh warga. “Untuk distrik terdekat saja bisa ditempuh dengan kapal cepat sekitar 50 menit,” katanya.
Selain persoalan infrastruktur, minimnya moda trasportasi dan jauhnya akses layanan kesehatan yang bisa dijangkau juga masih menjadi kendala. Racmawan menyebutkan dari 23 distrik, sementara ini hanya ada 16 distrik yang memiliki puskesmas. Dari 16 tersebut, baru 5 puskesmas yang memiliki tenaga dokter.
Persoalan lain yang dipetakan oleh tim UGM, kata Rachmawan, yakni kondisi tempat tinggal warga Asmat yang mayoritas berada di daerah rawa dan menggunakan sumber air minum dari air hujan sehingga menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup memprihatinkan.
dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD, salah satu anggota tim medis yang ikut dalam tim UGM, menuturkan anak-anak yang menjadi korban meningal akibat campak disebabkan karena menderita kurang gizi. “Kurang gizi menyebabkan infeksi campak dan infeksi lain, sebab saat kurang gizi akan menurunkan daya tahan tubuh,” katanya.
Menurutnya, kasus kurang gizi bukan hanya terjadi dalam 2-3 minggu saja, namun bisa terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan banyak korban. Menurut Hendro untuk mengatasi kasus gizi buruk tidak bisa dilakukan dengan program pemenuhan logistik semata, namun ditindaklanjuti dengan program selanjutnya, dari sisi layanan kesehatan, infrastruktur, dan sosial budaya masyarakatnya.
Doker speslialis anak RS UGM, dr. Fita Wirastuti, Sp.A., mengatakan kasus gizi buruk memang berisiko menyebabkan potensi terjangkitnya penyakit yang lain pada anak. Untuk mencegah terulangnya kasus campak akibat gizi buruk tersebut, selain dilakukan imunisasi perlu juga dilakukan peran aktif puskemas dan warga dalam berpartisipasi mengakses layanan kesehatan
Ia berpendapat melalui kegiatan KKN PPN UGM diperlukan pendampingan dan peran aktif tenaga medis puskesmas berkeliling kampung untuk melakukan promosi kesehatan karena masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan. “Perlu dipikirkan untuk menarik warga meluangkan waktu mengikuti program dari puskesmas,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/15619-ki...buruk.di.asmat
Diubah oleh gesit.79 06-02-2018 02:31
0
872
Kutip
6
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan