Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

vigilantegothamAvatar border
TS
vigilantegotham
Salah Satu Filosofi Kematian dalam Budaya Batak Toba
Dalam budaya suku Batak Toba, seseorang yang meninggal biasanya jiwa atau rohnya masih tinggal dan beraktivitas selama 7 hari setelah ia meninggal. Aktivitasnya adalah aktivitas biasa yang ia lakukan, bahkan terkadang ia menunjukkan kehadirannya kepada keluarganya dengan menjalankan aktivitas yang jadi kebiasannya. Setelah 7 hari, baru jiwa tersebut pergi. Namun, ada beberapa kasus dimana jiwa dari orang yang meninggal tetap beraktivitas sepanjang waktu di tempat semasa hidupnya tanpa ada batasan waktu, apalagi jika orang tersebut meninggal secara tidak wajar. Meskipun demikian toh masih ada cara untuk membuat jiwa dari sosok yang meninggal tidak datang lagi ke kediamannya semasa hidup demi ketenangan orang yang hidup dan jiwa yang sudah meninggal.


Jika orang tersebut bunuh diri, jenazahnya akan dikeluarkan dari atap ketika akan mengantarkan ke pekuburan. Filosofinya bukan sembarangan demi menarik kehebohan atau membongkar aib yang bersangkutan dan keluarga yang bunuh diri tersebut, Filosofinya adalah "Sebab tidak baik tempat keluar masuk orang yang hidup masih menjadi lalu lintas aktivitas jiwa yang meninggal apalagi jika dia ini meninggal tidak wajar." Dalam beberapa kasus yang saya pernah hadiri tempat berduka cita tempat si pelaku bunuh diri disemayamkan, jenazah si orang yang meninggal bunuh diri itu bahkan diperlakukan dengan ekstrem, kakinya akan dipakukan ke peti jenazahnya sebagai pengingat bahwa hanya di sinilah tempatmu yang layak sampai tiba wakktunya.
Sungguh miris nampaknya namun itulah fakta yang terjadi. Bagi masyarakat Batak Toba pada zaman modren ini, orang yang meninggal karena kasus bunuh diri perlakuan kepada jenazahnya tidak lagi seekstrem itu lagi. Namun, diganti dengan mengeluarkan si jenazah dari jendela rumah atau dari pintu belakang sebelum dimakamkan, bila hal itu tampak dalam prosesi acara menuju ke pemakaman, orang sekitar akan maklum bahwa yang meninggal itu pada dasarnya bunuh diri.
Untuk kaki yang dipaku masih menjadi hal tabu untuk dibicarakan karena meskipun pada kenyataannya si sosok yang meninggal itu meninggal karena bunuh diri dan kakinya memang harus dipakukan ke peti jenazah demi tidak melaksanakan ritual mengeluarkan jenazah dari atap atau jendela atau pintu belakang, kaki si mayat akan dipakukan dan proses pemakuan itu itu sangat rahasia sekali. Keluarga akan merahasiakannya serpat mungkin , siapa sih yang ingin diketahui ada anggota keluarganya meninggal karena bunuh diri, bagi suku Batak Toba hal itu adalah aib.
Di pemakaman pun terkadang yang meninggal bunuh diri ini akan dikuburkan seadanya, bahkan yang paling ekstrem dia hanya diantarakan ke liang lahat oleh keluarga inti, sedangkan pelayat hanya sampai pintu pemakaman. Dalam beberapa kasus, gundukan kuburannya rata dengan tanah dan yang menguburkan menginjak-injak gundukan itu dan hanya ditandai dengan nisan seadanya atau dengan pegangan cangkul.
Setelah proses penguburan, keluarga akan menaburkan garam di pintu masuk agar jiwa yang meninggal tidak masuk ke rumah. Cukuplah ia memandang orang yang hidup dari luar rumah saja karena rumah itu pada dasarnya tempat untuk manusia yang hidup. Tidak baik lingkungan untuk orang yang hidup dicampuri dengan urusan urusan mereka yang sudah meninggal. Biasanya jika rumah sudah ditaburi garam, sosok jiwa dari orang yang meninggal tidak wajar hanya akan di sekitar luar rumah selama 3 hari, setelah itu konon katanya ia akan pergi dan maklum akan perlakuan yang dilakukan keluarganya kepadanya.
Namun hal ini bersifat suka hati dari keluarga bila orang yang itu meninggal secara wajar, misalnya karena sakit atau tua, terkadang keluarga tidak tega untuk "mengusir" mereka yang sudah meninggal dengan alasan untuk mengobati kerinduan. Cara mengobati kerinduannya bahkan ada tutorialnya, paling bagus jika dilakukan 7 hari setelah orang itu meninggal, nah jika ada keluarga yang rindu kepada mereka yang sudah meninggal, mereka yang merindukan itu tinggal tidur di depan pintu masuk rumah atau di tempat tidur yang sudah meninggal.
Jadi jika ingin jiwa yang meninggal tetap hadir di tengah keluarga maka prosesi tabur garam tidak akan dilakukan, namun jika keluarga ingin melakukan prosesi tabur garam dengan alasan biarlah rumah itu jadi tempat bagi mereka yang hidup, itu tidak apa-apa jika dilakukan.

Sekian lama saya melihat prosesi ini, saya sadar, bahwa hidup adalah anugerah yang paling indah, jadi jika seseorang menyia-nyiakan hidup terlebih bunuh diri, maka "cibiran" dan bentuk penyampaian sesal mereka yang hidup kepada yang bunuh diri di luar kewajaran lewat prosesi pengantarannya ke makam dan meskipun agak terkesan ekstrem saya didalamnya terselip kebijakan lokal dalam mengajari kita tentang cara memaknai hidup dengan baik.
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
2.9K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan