Pernikahan adalah ikatan suci antara pria dan wanita. Bersatunya dua insan yang berbeda sifat,pemikiran, dan gaya hidup pasti akan menimbulkan konflik dalam rumah tangga . Untuk itu dibutuhkan sikap saling menghargai antar pasangan. Komunikasi yang baik pun menentukan langgeng tidaknya suatu pernikahan. Tak ada satu pun yang bercita-cita pernikahannya berakhir di kemudian hari. Prinsip menikah sekali seumur hidup sudah tertanam dalam hati serta pikiran terutama kaum wanita. Bahkan tak sedikit pula pria yang mengikuti filosofi tersebut. Namun semua kembali pada jalan hidup masing-masing. Tak selamanya harapan sesuai dengan kenyataan. Keinginan hidup bersama pasangan hingga kakek nenek seringkali tidak terwujut. Bukankah Tuhan yang mengatur kapan maut menjemput? Tidak peduli di usia berapa jika Tuhan sudah berkehendak tidak ada satu manusia pun yang mampu melawan. Sekali lagi takdir yang berbicara hingga sang istri berubah status menjadi janda dan memikul tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya.
Kematian bukan satu-satunya alasan perpisahan. Tingginya ego serta hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga justru menjadi faktor tertinggi perceraian. Perpisahan yang terjadi karena suami meninggal maupun perceraian sama-sama meninggalkan duka serta luka terlebih jika telah dikaruniai anak. Menjadi janda dari seorang anak yang istilah kerennya single mother bukan perkara yang mudah. Adanya predikat negatif yang terlanjur melekat membuat janda selalu menjadi objek gunjingan dalam masyarakat. Tidak dipungkiri ada beberapa single mother yang memang menghalkan segala cara untuk mendapatkan uang namun tidak semuanya. Bukankah sangat tidak adil jika setiap janda dianggap penggoda?
Dibalik beratnya tanggung jawab seorang single mother masih ada yang tetap bertahan dengan statusnya. Menjalani hidup dengan peran ganda sebagai kepala keluarga sekaligus ibu yang harus mengurus rumah tangga termasuk mendampingi tumbuh kembang si kecil dengan ikhlas. Dan inilah beberapa alasannya

1. Masih mencintai suami

Single mother karena suami lebih dulu dipanggil Sang Pencipta biasanya akan bertahan dengan kesendirian. Rasa cintanya yang begitu besar membuatnya menutup hati. Baginya tak ada pria yang mampu menggantikan posisi suami di hatinya. Meskipun hidupnya tak lagi seperti dulu tapi hadirnya si kecil seakan mampu menghapus kesedihan. Keceriaan yang ditunjukkan anak memberikan semangat tersendiri untuk terus maju meski tanpa suami disisinya.

2. Trauma akan Kegagalan

Perceraian pasti berdampak pada mental serta psikis tak hanya pasangan tapi juga anak. Jika faktor penyebab perceraian adalah hadirnya orang ketiga maka bisa dipastikan tidak akan mudah bagi seorang single mother untuk mengakhiri status jandanya. Jangankan untuk menikah lagi mencoba menjalin hubungan dengan pria yang baru saja tidak akan dilakukan. Rasa kecewa serta bayang-bayang masa lalu akan menjadi momok tersendiri dalam memulai suatu hubungan.

3. Menuruti keinginan anak

Ketidakharmonisan orang tua ketika masih terikat pernikahan bisa mempengaruhi pikiran dan cara pandang anak. Jika anak sudah menginjak usia remaja mereka akan lebih kritis dalam menanggapi masalah yang terjadi dalam keluarganya. Terlebih jika orang tua sering bertengkar di depan anak,mereka akan mengalami trauma lalu memihak salah satu dari orang tuanya. Jika perceraian terjadi dan hak asuh jatuh di tangan ibu,anak yang beranjak remaja akan lebih possesif terhadap ibunya. Keinginan melindungi satu-satunya orang tua yang dimiliki membuat anak mengatur siapa saja yang boleh berteman dengan ibunya. Dia bisa saja melarang ibunya dekat dengan pria dan melarang menikah lagi agar tidak ada yang menyakiti ibunya. Sebagai ibu yang penyayang tentu akan menuruti keinginan sang anak,baginya kebahagiaan anak adalah prioritas utama. Sebab hanya anak yang akan menjadi tumpuan hidupnya di masa tua nanti.

4. Merasa mampu secara finansial

Ini berlaku bagi wanita karier yang menjadi single mother. Terlepas dari penyebab perceraiannya dia akan berpikir ribuan kali untuk mencari pasangan. Alasannya tentu saja kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya serta anak-anaknya. Dia merasa mampu menjadi tulang punggung keluarga sekaligus menjadi ibu yang bertanggung jawab.