Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kecimprinkAvatar border
TS
kecimprink
Impor Beras 3,6 Juta Ton & Keterlibatan China di Food Estate Menujukan Buruknya
Impor Beras 3,6 Juta Ton dan Keterlibatan China di Food Estate Dinilai Menujukan Buruknya Tata Kelola Pangan oleh Pemerintah



Rencana pemerintah melakukan impor beras sebanyak 3,6 juta ton dan melakukan kerja sama dengan China dalam pengembangan proyek ketahanan pangan di Kawasan food estate di Kalimantan disoroti Anggota Komisi IV DPR RI Slamet.

Slamet merasa kecewa pada pemerintah yang bukan merekonstruksi pengelolaan pangan, melainkan malah membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan.

Menurutnya, langkah yang diambil sejauh ini menunjukkan keburukan tata kelola pangan yang dilakukan pemerintah.

Pemerintah sudah dan akan kembali memecahkan rekor impor beras tertinggi dalam sejarah, di mana kami menilai hal tersebut merupakan dampak dari buruknya tata kelola pangan selama lima tahun terakhir ini. Akan tetapi alih-alih merekonstruksi pengelolaan pangan pemerintah malah terus membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan,” ungkap Slamet dalam interupsi Rapat Paripurna DPR RI ke-16 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II, Senayan

Slamet menjelaskan, pengelolaan pertanian saat ini semakin tidak jelas arah dan tujuannya.

Ia menyinggung Nawacita yang dijanjikan Presiden Jokowi sejak awal menjabat di tahun 2014 lalu.

“Hal ini tidak sesuai dengan Nawacita yang dijanjikan Presiden Jokowi pada kampanyenya di tahun 2014. Termasuk dengan rencana kerja sama Indonesia dan China dalam pengembangan proyek ketahanan pangan nasional di Kawasan food estate di Kalimantan,” terang Slamet.

Menurutnya, rencana ini mendiskriminasi peneliti dan perguruan tinggi pertanian di Indonesia. Ia juga khawatir dengan adanya kemungkinan impor petani suatu hari nanti.

“Menurut kami rencana ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap peneliti dan perguruan tinggi pertanian yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu dugaan kami, kegiatan tersebut dapat menjadikan jalan eksodus petani Tiongkok berupa impor petani seperti yang kita lihat saat ini terjadi di sektor pertambangan,” tandasnya.

Jika ini terjadi, kata Slamet, maka akan membuktikan prediksi sebelumnya bahwa suatu saat nanti yang diimpor bukan lagi komoditas pertaniannya saja melainkan petani pun akan diimpor.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut pemerintah berencana mengimpor beras sebesar 3,6 juta ton.

“Ya maka kita (sudah) harus siapkan dari jauh hari, pemerintah sudah memutuskan, impor beras kalau enggak salah, tahun ini 3,6 juta tentu itu untuk persiapan. Karena ini ada perubahan iklim, cuaca ekstrem,” kata Zulkifli di Jakarta, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari laman kompas.com.

Sebelumnya juga diketahui China bersedia untuk mengembangkan pertanian di Kalimantan Tengah dengan memberikan teknologi padinya, dan akan memulai proyek ini pada Oktober 2024.

Kita (Indonesia) minta mereka (China) memberikan teknologi padi mereka, di mana mereka sudah sangat sukses menjadi swasembada. Mereka bersedia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan Luhut sebagaimana dipantau melalui akun instagram resminya luhut.pandjaitan di Jakarta, Minggu (21/4/24).

https://wartaekonomi.co.id/read53520...leh-pemerintah
0
500
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
widya poetraAvatar border
widya poetra
#1
emoticon-Blue Guy Peaceemoticon-Hi

Oooo kiraen udah "impor" petani cina.
Ternyata baru suudzonan Partai KS.

Btw Cina itu yang produktivitas padinya paling tinggi di Asia. Kalo data USDA itu sekitar 7 ton/ha. Sementara Indonesia kurang dari 5 ton/ha. Ada gap sekitar 2 ton/ha.

Luhut minta teknologi padi sono ditransfer ke mari. Ane kira wajar2 saja. Tinggal dicek aja nanti di lapangan, apa kang tani Cina bakal ngikut ngeburuh di mari.

Soal produktivitas, ada 2 faktor: 1) Genetik, 2) lingkungan. Genetik jelas dari varietas padinya. Cina umumnya pakai padi hibrida. Beda sama kita yang umumnya pakai inbrida. Hibrida lebih bagus hasilnya cuman ya dia rakus sama nutrisi. Dan biasanya lisensinya punya swasta bukan lisensi publik. Jadi kalo misalken ada varietas padi Cina yang cocok dibawa ke mari ya berarti nanti kudu bayar ke sono ketika mau perbanyakan bibit dst.

Lingkungan, ane kira, yang jadi pembeda utama itu iklim. Cina daerah subtropis. Orang umumnya berpikir tropis lebih bagus. Tapi sebetulnya daerah cem Cina itu ada waktunya sinar matahari lebih lama di musim panas. Lebih efektif buat padi tumbuh.

Ane mendukung ini proyek
tapi sebaiknya jangan langsung kelewat luas
bikin pilot project dulu
jangan2 teknologi mahal2 di bawa kemari hasilnya zonk.

@replykgpt
0
Tutup