Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

trfpjkgbrt2Avatar border
TS
trfpjkgbrt2
Kemendikbud soal UKT: Pendidikan Tinggi Tertiary Education, Bukan Wajib Belajar


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) angkat bicara soal Uang Kuliah Tinggal (UKT) yang ramai dikritik mahasiswa di berbagai daerah. Kata mereka, soal ini tetap diatur karena biaya di Perguruan Tinggi tak bisa digratiskan.


Kemendikbudristek memprioritaskan pendanaan pendidikan terpusat pada program wajib belajar 12 tahun, program ini mencakup pendidikan SD, SMP, dan SMA.

Hal ini disampaikan Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).


"Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," ujar Tjitjik dalam paparannya.

Tertiary education atau pendidikan tersier adalah pendidikan setelah tingkat menengah atas. Lembaga pendidikan tersier berbentuk politeknik, akademi, universitas, dan institut.

Menurut Tjitjik, lulusan SMA atau sederajat yang ingin masuk ke perguruan tinggi merupakan pilihan dari individu tersebut. Jadi tidak bisa digratiskan.
Pelajar SMA ikut upacara. SMA bagian dari Wajib Belajar 12 Tahun.

Pelajar SMA ikut upacara. SMA bagian dari Wajib Belajar 12 Tahun. Foto: Shutter Stock
Namun, Kemendikbudristek juga tetap mengucurkan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) sebagai bantuan biaya dari pemerintah untuk PTN yang kekurangan biaya operasional pendidikan.

"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar. Karena itu amanat undang-undang. Sehingga bagaimana untuk pendidikan tinggi?" kata dia.

"Tentunya pemerintah memberikan, tetap bertanggung jawab, tapi dalam bentuk bantuan operasional perguruan tinggi negeri yang kita sebut dengan BOPTN," tuturnya.
Mahasiswa ITB menggelar demo di Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, terkait pembayaran UKT. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparanzoom-in-white
Perbesar

Mahasiswa ITB menggelar demo di Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, terkait pembayaran UKT. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
BOPTN digunakan untuk membayarkan biaya kuliah tunggal (BKT) yang sudah ditetapkan oleh perguruan tinggi. Namun karena jumlah BKT dari masing-masing perguruan tinggi berbeda jumlahnya, maka BOPTN tidak dapat membiayai sepenuhnya BKT.

BKT merupakan biaya keseluruhan dari biaya operasional setiap mahasiswa dalam satu semesternya. Sedangkan uang kuliah tunggal (UKT) merupakan sebagian biaya yang ditanggung mahasiswa setelah dipotong oleh bantuan pemerintah dari keseluruhan BKT.
"Kalau pemerintah bisa memberikan pendanaan BOPTN sama dengan BKT, maka pendidikan tinggi itu gratis. Tetapi permasalahannya, dana pendidikan kita kan tidak mencukupi. Karena prioritas utama adalah untuk pendidikan wajib," jelas Tjitjik.

Namun di sini tetap ada peluang persoalan. Sebab, Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 menyatakan, UKT yang bisa diatur hanya 2 tingkat dengan rincian Rp 0 sampai Rp 1 juta.
UKT 1 biayanya Rp 0 sampai RP 500 ribu. Sementara UKT 2 dari Rp 500 ribu sampai 1 juta.


Ini berlaku hanya untuk masyarakat kurang mampu. Hanya 20 persen dari mahasiswa baru yang bisa masuk ke kriteria ini.

Sehingga bisa saja ditemukan dugaan ketidakadilan. Misal yang terjadi di USU, mahasiswa yang orang tuanya bergaji Rp 3 juta, UKT-nya mencapai Rp 8 juta.

"Nah, selama ini, bantuan BOPTN ke perguruan tinggi itu belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan operasional penelenggaraan pendidik. Mau tidak mau diperlukan peran serta masyarakat, kita sebutnya ini gotong royong untuk mendidik bangsa ini," jelas Tjitjik.

https://kumparan.com/kumparannews/ke...kAriuE4Bi/full

Luar biasa
aldonistic
ardjoenalara
akulagi2013
akulagi2013 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
537
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
novembermannAvatar border
novembermann
#2
Kata babe gue, kuliah dia jaman orba dulu, uang kuliah cukup murah karena ada subsidi dari negara.
Daripada buat makan siang dan susu gratis, mending duitnya dipakai buat subsidi uang kuliah. Biar lebih banyak anak bangsa yg bisa jadi sarjana.
aldonistic
Cikklancang
jktpanasmacet
jktpanasmacet dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup