Dalam labirin kota yang dipenuhi suara klakson dan hiruk-pikuk, sebuah babak baru dalam epik kemacetan dan kerusakan jalan nasional di Jambi mulai terkuak. Pada pusaran peristiwa ini, Gubernur Jambi, Al Haris, muncul sebagai tokoh sentral dengan strategi barunya yang menjanjikan solusi.

Melalui Instruksi Gubernur tentang pengaturan lalu lintas angkutan batu bara, Haris telah memutuskan bahwa angkutan tambang hanya boleh melintasi jalur sungai, bukan jalan umum. Langkah ini diharapkan dapat mengurai benang kusut kemacetan yang telah lama menghantui.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Sejumlah sopir truk tambang, yang merasa tercekik oleh aturan baru ini, telah mengumumkan rencana unjuk rasa damai di depan kantor Gubernur pada 6 Januari mendatang. Mereka menuntut dibukanya kembali jalan distribusi darat, sebuah permintaan yang langsung ditanggapi oleh Gubernur Haris.

Al Haris menekankan bahwa sopir seharusnya menuntut keadilan dari para pengusaha tambang, bukan pemerintah provinsi. Menurut undang-undang, angkutan tambang memang tidak diperbolehkan menggunakan jalan umum dan harus memiliki jalur khusus.

Al Haris, menggarisbawahi bahwa konflik sebenarnya bukan dengan sopir batu bara, melainkan dengan pemilik IUP atau pengusaha tambang yang belum memenuhi kewajiban mereka untuk menyediakan jalan khusus. Doktor Ilmu Pemerintahan jebolan Institut Pemerintahan Dalam Negeri itu mengajak para pengusaha tambang untuk bertanggung jawab dan mematuhi aturan yang ada.

“Minimal menyediakan jalur khusus dari tambang ke jalur air sungai,”tegas Al Haris.

Lebih lanjut, Gubernur Haris mengungkapkan bahwa dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI, sudah jelas bahwa penggunaan jalan nasional oleh angkutan tambang adalah sesuatu yang dilarang. Haris menyatakan bahwa Pemprov Jambi telah memberikan waktu yang cukup bagi para pengusaha tambang untuk beradaptasi dengan kebijakan baru ini.

Namun, hingga saat ini, belum ada perubahan signifikan dari pihak pengusaha.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap sopir yang terdampak, Pemprov Jambi juga telah menyiapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari dana Belanja Tak Terduga. Menurut data terakhir, jumlah sopir yang terkena dampak tidaklah sebanyak yang dikhawatirkan, dan bantuan ini akan diberikan selama tiga bulan ke depan.

Kisah ini, yang berkembang di tengah hiruk-pikuk Jambi, tidak hanya menggambarkan perjuangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan, tetapi juga menyoroti pentingnya tanggung jawab sosial dan pemerintahan yang responsif dalam menghadapi tantangan zaman.(*)

jambilink.com