Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Pocong Nagih Hutang - KUNCEN

Sumber Gambar

Quote:




Sambil memegang gelas plastik dan meminum es tehku. Aku duduk di pelataran rumah sambil menatap ke jalan. Di sana ada sebuah rombongan orang berpakaian rapi dan sebuah keranda yang diangkat sambil mengucapkan takbir. Itu Pak Sobri. Dia baru meninggal kemarin malam karena kecelakaan sepeda motor, baru pagi menjelang siang ini dia dimakamkan.

Di desaku, Pak Sobri merupakan orang yang kaya raya dan punya banyak harta. Banyak orang yang menghormatinya. Dia juga kerap memberikan pekerjaan kepada warga dan memberi upah yang bisa dibilang lumayan. Usahanya di bidang tembakau cukup sukses. Tak heran jika kini ia hidup enak berkat hasil kerja kerasnya sejak muda dulu.

Di malam-malam usai kematian Pak Sobri, banyak warga yang lewat rumahku dengan memakai baju koko dan sarung. Mereka semua baru pulang mendoakan Almarhum di kediamannya. Termasuk ayahku. Awalnya, semua baik-baik saja. Hingga munculnya rumor tak sedap yang menyebut bahwa Pak Sobri kerap menampakkan diri dalam bentuk pocong.

Pada suatu malam. Tepatnya malam Selasa, aku sedang mengerjakan PR di kamarku. Jam sudah menunjukkan pukul 23:00. Tapi karena PR-ku belum selesai, aku belum bisa tidur karena harus menyelesaikan tugas matematika. Sementara beberapa orang di rumahku mungkin sudah terlelap. Lampu ruang tengah dan dapur juga sudah mati. Hanya lampu kamar mandi yang menyala.

Aku sedang asik-asiknya menulis dengan pulpenku di kertas buku. Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil dari pintu depan. Karena posisi kamar orang tuaku lebih dekat dengan pintu depan, biasanya aku membiarkan orang tuaku saja yang membuka pintu dan menyambutnya.

“Permisi, Pak Tio! Mau bayar hutang gak?” panggil seseorang dari pintu depan. 

“Permisi!”

Sudah beberapa kali orang itu memanggil-manggil rupanya belum ada respon dari kedua orang tuaku. Mungkin mereka sudah tidur. Akhirnya aku pun turun dari kursi dan berjalan ke luar. Tak lupa aku menyalakan lampu sebagai pertanda bahwa ada orang yang datang.

“Pak Tio! Bayar hutang gak?” tanya seseorang yang ternyata adalah Pak Sobri.
Ya, Pak Sobri memang suka memberi pinjaman uang ke warga desa termasuk ayahku. Dan setiap minggu warga desa membayar hutang dengan sistem dicicil. Pak Sobri sendiri yang datang dari rumah ke rumah untuk menagih hutang dengan buku kecilnya. Dua minggu ini, ayah memang belum bayar sih karena memang belum ada uangnya. Tapi tumben sekali Pak Sobri menagih hutang sampai malam begini.

“Sebentar, Pak!” ucapku menjawab Pak Sobri.

Aku berjalan ke kamar orang tuaku dan mengetuk pintunya pelan. “Bu, Ayah?”

“Sinta!” panggil ayah dari dalam.

Aku membuka sedikit pintu kamar dan masuk ke kamar orang tuaku. Anehnya, saat itu orang tuaku sedang duduk di atas kasur dengan wajah takut. Ibuku sedang bersandar ke bahu ayah sambil mulutnya komat-kamit membaca doa. Tangannya juga gemetar. Sementara ayahku tampak tegang, wajahnya serius menatapku sambil mengatur napas. Aku bingung apa yang terjadi.

“Itu, Pak Sobri mau nanya hutang,” ucapku pada ayah.

“Sssttt!” Ayahku menatapku serius. “Pak Sobri sudah meninggal!” kata ayahku menegaskan.

Lho? Iya juga ya?

Mendengar perkataan ayahku, sontak aku pun tersadar. Di momen ini aku seakan membeku dan terdiam. Otakku seakan nge-lag dan tak tahu harus berpikir apa. Aku baru ingat, beberapa hari lalu baru saja aku lihat keranda mayat Pak Sobri lewat depan rumah. Lantas kenapa ada suaranya di depan? Siapa yang ada di depan itu? Aku benar-benar bingung.

“Pak Tio, bayar gak hari ini?” tanya Pak Sobri dari belakang.

Ayahku menatapku sambil menggelengkan kepala. Memintaku untuk diam dan tidak merespon apa-apa. Aku akhirnya duduk di lantai kamar orang tuaku. Ingin rasanya kembali ke kamar, tapi tidak berani. Karena harus melewati pintu depan dan masih ada Pak Sobri di luar sana. Sementara kedua orang tuaku hanya bisa terdiam sambil membaca doa. Jujur suasana sangat mencekam saat itu.

“Bayar gak, Pak?” Pak Sobri terus menagih dari luar sana.

Tok … Tok … Tok ….

Kini Pak Sobri tidak hanya memanggil tapi juga mengetuk pintu. Ada yang aneh dari suara ketukannya. Jika kita mendengar pintu diketuk, biasanya suaranya agak nyaring gitu, kan? Nah yang ini tidak! Suaranya sedikit lebih pelan dan sedikit mendegung. Pola ketukannya juga berbeda, jika biasanya orang mengetuk pintu dengan beberapa kali ketukan dengan cepat. Ketukan Pak Sobri ini hanya satu kali dan ada jedanya.

Ya, ketukan ini seperti bukan pakai tangan. Tapi pakai kepala!

“Pak Sobri, maaf ya, Pak! Hari ini belum bisa bayar ya, Pak. Minggu depan,” ucap ayahku dengan suara keras supaya didengar Pak Sobri di luar sana.

Usai ayahku bicara seperti itu. Sudah tidak terdengar lagi suara Pak Sobri di luar sana. Entah suara memanggil atau suara ketukan. Setelah kejadian itu, aku tidak berani kembali ke kamar. Aku memutuskan untuk tidur bersama di kamar orang tuaku. Aku sendiri masih ketakutan. Tapi untungnya aku bisa tidur hinga akhirnya bertemu pagi.


Sumber Gambar

Keesokan paginya, mulai beredar omongan-omongan tetangga. Beberapa orang yang keluar malam sempat melihat ada sosok pocong yang berdiri di depan pintu rumahku. Bahkan tetanggaku yang pulang kerja di jam 2 dini hari pun masih melihat ada pocong sedang berdiri di depan pintu rumahku. Itu berarti meski semalam suara Pak Sobri menghilang, tapi sosoknya tidak pergi. Ia tetap ada di depan pintu rumah dan kemungkinan terus berdiri di sana semalaman.

Cerita mengenai gangguan pocong yang diduga adalah Pak Sobri bukan hanya dari aku. Ada beberapa warga yang mengaku jendela kamarnya diketuk oleh pocong Pak Sobri. Ada warga yang ingin berangkat ke pasar dini hari bertemu dengan pocong Pak Sobri di tengah jalan. Hingga cerita warga mengatakan pocong Pak Sobri tiba-tiba muncul di pos ronda saat mereka sedang begadang. Selain itu yang didatangi untuk ditagih hutangnya juga ada.

Tidak mau kejadian ini berlanjut, ayahku kemudian memutar otak bagaimana pun caranya supaya hutangnya dengan Pak Sobri bisa lunas segera. Ayah menjual beberapa barang dan meminjam uang saudara hingga akhirnya bisa melunasi hutangnya dengan Pak Sobri. Setelah lunas, barulah kita bisa tenang. Tidak ada lagi gangguan yang menimpa kami walau masih terdengar desas-desus teror pocong di luar sana.

Tamat



Quote:


Nantikan kisah Kuncen lainnya, jangan lupa bagi cendol! emoticon-Big Grin

emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan
scorpiolama
bukhorigan
nomorelies
nomorelies dan 12 lainnya memberi reputasi
13
790
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
gomamon.Avatar border
gomamon.
#9
pocongnya pak sobri ada wa nye gk bre... mau gue sewa buat bantu nagihin utang senior kuliah gue dulu sama hutang om gue sendiri
Diubah oleh gomamon. 17-09-2023 05:40
kaycaem
scorpiolama
scorpiolama dan kaycaem memberi reputasi
2
Tutup