indrag057Avatar border
TS
indrag057
WEWE GOMBEL [Legenda Dusun Tiban - Alas Mantingan]
Spoiler for :


WEWE GOMBEL
[Legenda Dusun Tiban - Alas Mantingan]

Sebuah Novel Karya :
Ane sendiri
( @indrag057)
emoticon-Malu
Spoiler for :


Secangkir kopi, sebatang sigaret, dan seulas senyum dari seorang istri yang cantiknya melebihi bidadari, merupakan ramuan yang mujarab untuk dijadikan obat dari segala rasa gundah yang melanda hati. Namun pagi ini, ramuan itu sepertinya sudah tak berpengaruh lagi pada keresahan yang kurasakan beberapa hari belakangan ini. Secangkir kopi yang dihidangkan Retno istriku, terasa hambar saat kucecap. Demikian juga dengan senyuman Retno yang pagi itu memang belum sempat mandi, tak nampak ada manis manisnya sama sekali di mataku. Bahkan, sebatang sigaret yang kunyalakan sedari tadi, hanya kubiarkan mengabu begitu saja di dalam asbak, tanpa ada niat sedikitpun untuk menikmati aromanya.

Rasa gundah yang kurasakan, mungkin sudah melebihi ambang batas kewajaran. Hingga segala sesuatu yang biasanya terasa indah dan menyenangkan, pagi ini berubah menjadi sangat membosankan, bahkan terasa begitu menyebalkan.

"Kau keterlaluan Bayu! Belasan tahun kau menghilang! Dan sekarang, kau kembali hanya untuk membahas masalah itu lagi, bahkan disaat tanah kuburan bapakmu saja belum sepenuhnya kering?! Dimana otak warasmu Bayu?!"

Ucapan Wak Karni, ibu angkatku beberapa hari yang lalu itu masih terngiang jelas di telingaku. Ucapan yang begitu keras, hingga tak hanya membuat orang orang yang hadir di ruangan itu terkejut, namun juga membuat bapak bapak yang masih asyik mengobrol di ruang depan setelah selesai menggelar acara pengajian empatpuluh harian meninggalnya Pak Dul Modin ayah angkatku, terdiam tiba tiba.

"Aku hanya ingin tau siapa orang tua kandungku Mak! Apakah itu salah?" Aku masih kukuh memperjuangkan keingintahuanku.

"Untuk apa?! Agar kau bisa kembali kepada mereka, dan meninggalkan emakmu yang sudah sebatang kara ini?! Tidak Bayu! Sudah cukup aku kehilangan bapakmu! Aku tak mau kehilangan dirimu juga, untuk yang kedua kalinya!"

"Tapi Mak ...."

"Cukup! Kalau kau datang hanya untuk membahas masalah itu, lebih baik kau kembali saja ke Kajang sana, dan jangan pernah lagi menampakkan wajahmu di depan emak!" Tegas, Wak Karni menukas, sambil berdiri dan melangkah bergegas masuk kedalam kamar, lalu membanting pintu dengan begitu keras, hingga membuat ruangan yang tak begitu luas ini bergetar karenanya.

Tak mau menyerah, aku bermaksud menyusul perempuan itu masuk ke dalam kamar. Namun Retno yang duduk disebelahku buru buru menahan lenganku.

"Jangan konyol!" Perempuan yang belum genap sebulan sah menjadi istriku itu mendelik tajam. "Ibumu sedang berduka! Jangan tambah lara di hatinya dengan ulah konyolmu ini!"

"Wedhus!"kesal, aku hanya bisa mendengus. Kenapa disaat seperti ini, bahkan istriku sendiripun enggan untuk berpihak kepadaku?

****

"Masih kepikiran dengan ucapan ibumu kemarin?" Retno melirik sekilas ke arahku, saat pagi itu seperti biasa kami duduk duduk di teras pondok yang berada di salah satu sudut punden desa Kajang. Pondok, yang resmi menjadi tempat tinggalku setelah aku menikah dengan perempuan itu beberapa waktu yang lalu.

Bukan tanpa alasan kalau kami akhirnya memutuskan untuk tinggal di pondok tersebut. Selain karena tanggung jawab Retno sebagai juru kunci punden ini, yang mengharuskan ia tak bisa jauh jauh dari punden yang dijaganya, aku sendiri juga sudah terlanjur jatuh hati dengan suasana punden yang begitu sejuk dan asri ini.

"Hmmm ...," aku hanya mendehem pelan untuk mengiyakan ucapan istriku itu.

"Makanya, orang kalau mau ngomong tuh dipikir dulu," sok bijak, Retno menasehatiku, sambil kedua tangannya sibuk mengupas kacang rebus. Sementara mulutnya, seolah tak kenal lelah mengunyah biji biji kacang tersebut dengan sangat rakus. Entah kenapa, perempuan yang satu ini begitu keranjingan dengan kacang rebus. Hingga tak ada satu haripun dalam hidupnya yang pernah ia lewatkan tanpa cemilan yang satu itu.

"Sudah tau ibumu masih dalam suasana berduka, kau malah membahas masalah yang nggak jelas seperti itu," sambung Retno.

"Nggak jelas katamu?" Aku mendelik ke arah perempuan itu. "Aku hanya ingin tau siapa orang tua kandungku Ret. Apa itu salah?! Heran aku! Kenapa dari dulu mereka itu selalu berusaha mati matian untuk merahasiakan soal orang tua kandungku!"

"Wajar kukira," Retno menjawab kalem.

"Wajar? Apanya yang wajar?"

"Ya, orang tua mana coba, yang rela kalau harus kehilangan anaknya."

"Alasan konyol! Aku bukan anak kecil lagi Ret. Dan aku juga bukan type orang yang tak tau balas budi. Mana mungkin aku sampai tega meninggalkan orang yang telah merawat dan membesarkanku dari semenjak kecil? Lagipula, aku yakin bukan itu alasan Wak Karni dan Almarhum Wak Dul yang sebenarnya, mengingat dulu saja mereka lebih memilih untuk membiarkanku minggat dari rumah daripada harus memberitahuku tentang siapa orang tua kandungku yang sebenarnya."

"Hmmm ..., lalu?"

"Itu yang ingin aku tahu. Selain alasan kenapa orang tua kandungku dulu sampai tega membuangku tentunya."

"Hey, jangan bilang kalau kau masih mau nekat mencari keberadaan orang tua kandungmu ya?"

"Kenapa enggak?"

"Dasar!" Retno mendengus. "Ternyata benar ya apa kata orang. Orang kalau unyeng unyeng-nya (unyeng unyeng : pusaran rambut di bagian atas kepala) ada tiga, sifatnya cenderung ngeyel dan keras kepala!"

"Eh, jangan bawa bawa fisik yaa, itu body samping namanya."

"Body shamming O'on!"

"Iya. Itu maksudku. Jangan suka body shamming sama suami. Nanti kualat. Dan jangan coba coba untuk melarangku juga."

"Yach, tak ada hakku untuk melarangmu, meski sebagai istri aku bisa saja melakukannya. Cuma ...."

"Cuma apa?"

"Kalau ibu angkatmu saja enggan untuk memberitahumu, siapa lagi yang kau harap bisa memberi informasi tentang orang tua kandungmu itu?"

"Ya siapa saja. Mungkin ...."

Ucapanku terjeda, saat sebuah sepeda motor bebek yang melaju dari arah barat, berhenti tepat di depan gerbang punden. Pengemudinya, seorang perempuan cantik berkacamata dengan rambut panjang tergerai turun, lalu melangkah tenang memasuki bangunan punden.

Senyumku merekah, karena firasatku mengatakan bahwa kedatangan perempuan itu akan membawa secercah harapan, yang akan memberi jawab atas segala rasa penasaran yang selama ini kupendam. Tanpa sadar, bibirkupun bergetar menyebut nama si perempuan.

"Ratih ..."

Bersambung

Spoiler for :
Diubah oleh indrag057 11-08-2023 16:26
muhyi8813
sefany371608
ashrose
ashrose dan 62 lainnya memberi reputasi
61
22.2K
658
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
nubivelaAvatar border
nubivela
#91
Baru tau ada thread keren lagi dari mas drag, semakin kesini semakin bagus cara penulisannya. Penilaian saya mas drag udah masuk ke jajaran top penulis Indonesia.
Makasih ya mas udah update.. sbg penggemar selalu menanti karya2 nya.
indrag057
donix91
donix91 dan indrag057 memberi reputasi
2
Tutup