Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pilotproject715Avatar border
TS
pilotproject715
Guru Gunduli 14 Siswi karena Ciput, DPR Sarankan Pelatihan Karakter


Jakarta - Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan 14 siswi yang digunduli gurunya karena tidak memakai ciput saat memakai jilbab. Kejadian ini terjadi di SMP Negeri 1 Sukodadi Lamongan dan dilakukan oleh guru bahasa Inggris.

Kasus tersebut menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari anggota Komisi X DPR RI, Illiza Sa'aduddin Djamal.

"Mendidik memang tidak mudah. Tetapi sebagai pendidik, seorang guru seharusnya bisa lebih menahan diri, tidak memakai ciput bukanlah suatu pelanggaran. Itu hanya sebuah mode dan pelengkap dalam berhijab," kata Illiza dalam Antara dikutip Selasa (29/8/2023).

"Apapun alasannya tindakan seperti itu tentu tidak dibenarkan dalam pendidikan. Sebaiknya mereka diberikan peringatan terlebih dahulu, kemudian diedukasi bagaimana mengenakan hijab yang benar dan tentu saja tidak mengedepankan emosi semata," sambungnya.

Menurut anggota DPR asal Aceh itu, pemerintah dan pihak sekolah seharusnya bisa menciptakan sekolah aman dan inklusif. Untuk mewujudkan hal itu, ia menilai para guru juga harus mendapatkan pelatihan karakter dan etika mulia.

"Kami menilai pemerintah juga untuk menjadi sikap dan tingkah laku guru selaku pendidik akhlak mulia harus menjadi indikator penilaian para guru," jelasnya.

Usia Remaja Butuh Diayomi Bukan Dipaksa

Pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Holy Ichda Wahyuni, juga memberikan tanggapannya. Menurutnya, kekerasan bukanlah solusi dalam pendidikan karakter.

Ia menyinggung konsep pendidikan humanis yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara. Konsep itu menggaungkan pendidikan sebagai tujuan untuk mencerdaskan anak bangsa, membangun keterampilan, dan karakter dilakukan dengan cara yang memanusiakan manusia.

"Zaman sudah berganti, banyak pendekatan yang bisa diterapkan untuk mendidik karakter siswa atau anak, apalagi konteksnya anak remaja,"ujar Holy dalam laman UM Surabaya.

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) itu menambahkan, pendekatan secara kultural, personal, dan dengan penuturan yang bersahabat, bisa menghasilkan respons yang lebih positif. Holy menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa di mana seorang anak membutuhkan figur teman yang mengayomi, bukan figur pendikte terlebih dengan paksaan.

"Persoalan kesempurnaan dalam berhijab, seharusnya guru bisa memakai cara lain daripada dengan membotaki rambut yang tentu akan meninggalkan rasa trauma pada anak," tegasnya.

detik.com

bukan.bomat
xneakerz
aldonistic
aldonistic dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.3K
55
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
bakpasAvatar border
bakpas
#5
Sekolah udah kaya militer aja, guru rata² emang kena doktrin dr kegiatan sekolah dg perpeloncoan, dan kebawa ke zaman sekarang, kalo zaman dulu itu guru ikut mos , salah dihukum dan diketawain, itu jadi kepribadian dlm menegaskan kedisiplinan versi mereka sendiri, padahal ini guru bahasa inggris, ya kok bisa²nya malah sibuk ngurusin jilbab, emoticon-Embarrassment

Selama kena doktrin pendidikan² nyeleneh yg kagak berguna berakhir jadi tindakan ngaco, tujuan mendisiplinkan tapi malah nyari musuh ama muridnya sendiri, rada kasian krn ada juga guru yg dibully muridnya sendiri....
xneakerz
yakakas
aldonistic
aldonistic dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup