Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shani.andrasAvatar border
TS
shani.andras
Pengantin Lembah Lawu - KUNCEN
Dulu aku sering menulis cerita misteri yang biasa saja, lebih mirip stensilan horor tepatnya. Menulis dengan membayangkan bagaimana jika diriku adalah si tokoh dalam cerita itu, perasaan takut akan didatangi hantu-hantu yang kutulis sebagai antagonis cerita, bulu kuduk merinding hingga sesekali merasa ada sosok yang berdiri di sampingku seakan-akan mencermati tulisan yang sedang kutulis. Lumayan lah dapat sedikit adrenalin dari hal yang normal-normal saja menurutku.

Belakangan tulisanku terbelah menjadi antara fiksi dan bukan fiksi, penyebabnya berawal dari sebuah pertemuan antara diriku dengan Rania, seorang penulis novel yang sudah punya banyak karya hingga fanbasenya banyak sekali di luar negeri. Dari sebuah forum antar penulis aku mengenalnya, hingga hari demi ahri kami pun makin akrab karena aku membuka "sebelah" diriku kepadanya. Aku mengungkapkan padanya mengenai kemampuan metafisik yang kumiliki sejak kecil, dan dia sangat tertarik hingga kami akhirnya benar-benar akrab dan saling membuka sebagian rahasia pribadi.

Bukan lagi membahas mengenai ide dan pengayaan kosakata, aku dan Rania mulai sering berbincang mengenai kehidupan kami. Kedekatan ini pada akhirnya membuat Rania meminta bantuan kepadaku, dengan kemampuan yang kumiliki dia ingin aku untuk melihat jauh ke belakang tentang masa lalu keluarganya. Rania hanya memberikan alasan bahwa dirinya butuh penguat untuk memastikan dan mempercayai bahwa sebuah cerita yang diceritakan turun temurun di dalam keluarganya itu benar adanya dan agar dirinya tak lagi merasa terbebani oleh cerita itu.

Lanjut cerita akhirnya  aku setuju untuk membantunya, dengan syarat dia tak lagi meminta hal yang sama dan tidak menyebarkan tentang hal ini kepada orang lain. Singkatnya Rania bisa menerima hasil penerawanganku tentang masa lalu keluarganya, dia sekaligus terkejut dengan beberapa arahanku yang dimana dirinya menemukan beberapa rahasia tertulis di rumah keluarga besarnya. Rania sangat berterima kasih kepadaku hingga dia mengajakku untuk bertemu dengan ayahnya, notif di HP-ku berbunyi, tiba-tiba saja secara online Rania membelikanku tiket kereta api pergi-pulang ke Semarang untuk bertemu dengannya.

Kupikir hanya pertemuan biasa, ternyata ayah Rania mengajakku untuk menginap di rumah besar milik keluarganya.  Disana aku diajak ayah Rania ke sebuah kamar yang berisi banyak lukisan dan patung-patung milik keluarganya, lalu ayahnya berkata kepadaku "Kudengar dari putriku kau ini seorang penulis amatir ya, sekali lagi aku ingin berterima kasih kepadamu, terimalah hadiah ini." Telunjuk ayah Rania lalu diarahkan ke dahiku dan digerakkan seolah-olah menggambar sesuatu, "ini akan membantumu dalam menulis cerita yang bagus dan terlihat nyata."

Beberapa saat setelah pertemuan itu Rania mulai jarang terlihat di forum, bahkan aktivitas media sosialnya terhenti semua. Senggang, akhirnya aku mulai menulis lagi seperti dulu. Aneh kali ini tak ada satu pun ide melintas di kepalaku, buntu dan sunyi rasanya, apakah aku sudah mulai kehilangan kemampuan untuk membuat cerita misteri? "Kau ingin menulis cerita misteri, kubantu ya, letakkan saja jarimu di tempat untuk menulisnya lalu kau tutup mata." Sebuah suara muncul di dalam kepalaku.

Kaget dan terpaku, diriku tak dapat bergerak lalu tanganku seakan-akan dikendalikan oleh 'sesuatu' dan terangkat sendiri lalu menyentuh keyboard laptopku. Masih takut dan terpana akhirnya kupejamkan saja mataku karena tak ingin melihat sesuatu yang aneh-aneh di depanku. Begitu mataku terpejam kupikir bakal bisa tenang, namun tidak, aku melihat dengan jelas peristiwa-peristiwa mengerikan sangat jelas seakan-akan diriku benar-benar berada di tempat lain pada waktu yang real. Mengerikan, seram, berdarah, pedih. sungguh kombinasi peristiwa yang biasanya hanya muncul di film horor fantasi.

Ketika tersadar, kudapati diriku masih duduk di depan laptop, namun kusadari bahwa beberapa jam telah terlewati dan di layar laptopku sebuah cerita telah tertulis lengkap  dari awal hingga tamat, tulisan itu sama persis kejadiannya dengan rangkaian peristiwa yang kulihat ketika mataku terpejam tadi. Siapa gerangan yang menulisnya? Dengan ketakutan kubiarkan laptop itu menyala dan kutinggalkan kamarku. Keesokan harinya ketika sedang melamun di taman kampus aku teringat kata-kata yang diucapkan ayah Rania kepadaku dulu, sepertinya ini adalah hadiah yang dia berikan kepadaku. Lalu apakah ini berarti Rania selama ini menulis novel-novelnya dengan cara yang sama sepertiku semalam, gila.

Tujuh bulan sudah berlalu, kemampuan itu kugunakan dengan sebaik-baiknya, dalam kurun waktu selama itu juga sudah 37 cerita misteri kutulis. Para 'penulisnya' juga berganti-ganti, jadi peristiwa-peristiwa yang kulihat ketika memejamkan mata juga bervariasi sampai dari budaya luar negeri. Lalu ada lagi perbedaan yang terjadi padaku selama beberapa bulan ini, aku yang dulunya tak mampu melihat makhluk gaib perlahan mulai bisa melihat mereka mulai dari samar hingga berwujud penuh.

Saat ini mulai sering aku menulis kisah nyata dari peristiwa kecelakaan hingga pembunuhan, narasumbernya tentu saja dari makhluk-makhluk itu, kubiarkan saja mereka menggunakan tanganku untuk menulis. Sebatas hanya tanganku saja, aku masih bisa menahan mereka untuk tidak memasuki seluruh badanku. Ketika tak ingin menulis aku hanya mendengarkan saja makhluk-makhluk ini bercerita, curhat lebih tepatnya, malahan mereka tak jauh berbeda dengan manusia sepertiku. 

Suatu hari kudapati sebuah notif di HP-ku, sebuah pesan singkat dari Rania. Senang dan sedikit kangen lalu kubaca isi pesannya, Rania akan datang ke Surabaya selama seminggu bersama temannya, dia juga ingin bertemu denganku. Naluriku sudah menduga bahwa dia atau temannya kembali meminta tolong padaku, sudahlah aku tak mau pikir panjang lagi, lagian menarik juga berurusan dengan Rania. Akhirnya kami bertemu pada hari yang disepakati, aku mendatangi Rania di rumah neneknya yang tinggal di Surabaya.
Di pertemuan ini Rania awalnya bercerita mengenai menghilangnya dia dariku dan media sosial. Selama ini dia lebih aktif di dalam circle okultisme bersama orang-orang yang dia kenal sebelum bertemu denganku, teman yang dia bawa ke Surabaya ini juga salah satu teman yang bergabung di circle okultisme itu, disinilah sumber masalah yang akhirnya membawa Rania datang menemuiku lagi. 

Rania dan sembilan orang lainnya dua bulan lalu melakukan sebuah upacara mistis yang digadang-gadang untuk mengumpulkan energi dari super moon ke dalam diri tiap anggotanya. kegiatan ini mereka lakukan di lembah gunung Lawu. Kejadian harus dibayar mahal dengan dua orang anggota circlenya harus menjadi pengantin di lembah gunung Lawu. Mendengar cerita ini diriku menjadi sinis dan menanyakan apa hubungannya denganku, aku tak bisa memberi pertolongan pada kejadian seperti ini. Rania dengan lirih berkata padaku "Kau ini memiliki kemampuan untuk menembus dimensi mereka, apa dirimu tak merasa bahwa ketika selama ini memejamkan mata sukmamu memasuki dunia mereka sebagai ganti mereka memasuki dunia kita melalui tanganmu."

Lirih namun telak, aku menjadi shock dan agak lemas. "Aku hanya ingin meminta bantuanmu sebagai wakil dari kami untuk membantu mengakali penghuni gunung Lawu" lanjut Rania. Selanjutnya Rania mengatakan bahwa aku tak perlu ikut kesana, lalu dia memberiku sebuah bunga kering, sebuah kembang gunung Lawu. Demi meluluhkan ahtiku Rania mengatakan bahwa setelah ini dia tak ingin lagi bergabung di circle ini, dia akan meninggalkan rana okultisme selamanya dan kembali menjadi penulis novel seperti dulu. Pesimis tapi aku luluh juga dan berjanji akan membantu mereka.

Teman Rania yang daritadi diammulai mengangkat wajahnya, dengan roman sedih dan ketakutan dia lalu berkata "A-aku belum ingin mati" sembari mengangkat lengannya dan memperlihatkan kepadaku. Sebuah bayang samar mirip cetakan kembang gunung Lawu terlukis di kulitnya, kemudian Rania juga menunjukkan hal yang sama, kali ini di perutnya. "Kalian seperti diberi kutukan gunung Lawu" ungkapku. Tak kuduga jadi serunyam ini kejadiannya.

Sepulangnnya dari situ aku mulai menghubungi beberapa kontak lamaku, teman-teman yang selama ini sering mengobrolkan rana supranatural. Setelah beberapa waktu salah satunya memberiku sebuah email, sengaja dia tujukan padaku secara pribadi. Di dalam email yang dikirimkan kubuka sebuah attachment di dalamnya ada sebuah foto dokumen lawas dari kertas yang sudah kecoklatan dengan tulisan huruf tegak bersambung yang berjudul "Pengantin Lembah Lawu" lalu dibawahnya tertulis:

"kanggo penganten Lembah Lawu
ngresiki awakmu saka pitung najis
teka bebarengan yen sampeyan pengin
dikancani nalika isih abot ati
nalika tulus
pasrahake kabeh marang panguwasa
sing njupuk sampeyan
sing nggawa sampeyan menyang ndhuwur lawu.
Untuk membatalkan, kalahkan para Kala dan cabut mahkota bunga di puncak Lawu, bakarlah dan biar diterbangkan angin. Sang Raja akan murka, kalahkan dia juga hingga terbitnya matahari. Pertanyakan dirimu tentang pengorbanan, pikirkan siapa yang utama kelak."

Temanku yang mengirimkan email ini tak banyak memberikan keterangan, dia hanya memberi tahu bahwa dia mendapatkan ini dari beberapa forum okultisme, semua tanpa keterangan lebih lanjut. Kurang tiga hari lagi, ritual Pengantin Lembah Lawu harus atau akan dilakukan oleh Rania dan teman-temannya, aku masih belum dihubungi lagi oleh Rania. Tiba-tiba ada suara dari dalam kepalaku, suara ini mengatakan padaku untuk memejamkan mata, lalu kuturuti.

Sejenak kudapati diriku berdiri di depan besar di sebuah lembah yang dipenuhi rumput ilalang kekuningan, sebuah papan bertuliskan 'Lembah Lawu' tertancap di bawah salah satu pohon. Kusadari pula diriku sedang berpakaian layaknya seorang pendaki gunung lengkap dengan ranselnya. Masih tertegun lalu muncul beberapa pemuda dari arah belakangku, satu orang menepuk pundakku dan mengarahkanku untuk maju mengikutinya menuju ujung lembah ini, namun mereka semua memanggilku tidak dengan menggunakan namaku. Di situlah aku menyadari bahwa ilusi ini adalah masa lalu seseorang, sepertinya aku sedang mengalami retrocognition, apakah ini adalah masa lalu seseorang yang mungkin pernah terlibat dengan peristiwa Pengantin Lembah Lawu?

Aku mengikuti mereka berjalan dari tempatku berdiri, hawa dingin pegunungan terasa begitu nyata menyentuh kulitku, kami berjalan menuju puncak gunung Lawu hingga hari menjadi gelap. Kelompok pendaki ini lalu mendirikan tenda di dalam hutan kecil, lalu aku merasakan ada hal aneh, tepat setelah enda-enda itu selesai dibangun aku merasa takbisa lagi menggerakkan tubuh ini. Kemudian keanehan benar-benar semakin nyata, tubuh ini bergerak sendiri mendatangi satu persatu pendaki dan sedikit berbincang. Kurasa ini adalah alur utama peristiwa di masa lalu yang tak bisa ku intervensi.

Masih mengikuti alur hingga tibalah saat mereka tidur, pandanganku berubah menjadi gelap begitu mata pendaki ini tertutup. Tak lama matanya terbuka, bangun dari tidurnya ia pun lalu berjalan menuju ke suatu tempat untuk buang air kecil. Setelah selesai pendaki ini kembali ke tenda tempat dia tidur lagi, namun sepertinya dia terdistraksi oleh sesuatu, sebuah suara keramaian yang terdengar sedikit akrab. Bukannya kembali menuju tendanya pendaki ini malah mendatangi tempat asal suara tersebut, dia lalu berjalan menjauhi lokasi tenda dan berjalan sekitar 500 meter hingga mendapati sebuah keramaian yang ternyata sebuah pasar. 

Sebuah pasar tradisional yang ramai di malam hari, dimana banyak penjual makanan dan bahan pangan menjajakan dagangannya dan para pembeli berjalan kesana kemari memilih apa yang akan mereka beli. Pendaki ini lalu berjalan menuju seorang penjual dawet lalu duduk di sebuah dingklik, "dawetnya satu ya Bu" pintanya. Aku yang tak mampu bergerak hanya bisa melihat hal-hal yang terjadi selanjutnya, seorang gadis tampak berjalan kemari dan langsung memesan dawet. Sebuah kebetulan si pendaki dan gadis tadi menghabiskan dawetnya berbarengan. "Biar aku yang bayar dawetmu" kata si pendaki, gadis itu lalu tersenyum sembari memandangi kami dengan wajahnya yang seakan makin berbinar. "Mau mengantarku pulang Mas? Rumahku pas diujung pasar ini" ajak gadis tersebut, tanpa basa-basi pendaki ini mengiyakan dan langsung menggandeng tangan gadis itu, sambil berjalan menuju rumah sang gadis, kuperhatikan bahwa pasar ini lama-lama tak seperti pasar pada umumnya.Bagaimana tidak, aku melihat beberapa orang dijual sebagai budak dengan tangan dan kaki terikat rantai, tak hanya itu aku melihat pula bahwa yang dijual juga semakin aneh, seperti tulang belulang, kepala hewan hingga kulit manusia, sungguh membuatku jijik.

Kami pun sampai di rumah gadis itu, tepat di ujung pasar, sebuah rumah joglo yang modelnya sama sekali tidak mempunyai kesan modern dan tanpa penerangan sama sekali. Lalu gadis itu mengajak si pendaki masuk, disini terjadi keanehan lagi, ternyata aku tidak ikut terseret masuk, tubuhku terpisah dari tubuh si pendaki itu, aku kembali bisa bergerak bebas. Selanjutnya aku mencoba mengintip dan mencuri dengar pembicaraan orang-orang yang berada di dalam rumah itu. "Bagus, jadi nak Suyitno bersedia menjadi suami anakku Narsih" suara berat bapak-bapak yang seertinya bapak gadis tadi. Selanjutnya aku bergegas berusaha keluar dari pasar ini menuju ke perkemahan para pendaki tadi.

Ketika diriku berusaha mencari jalan keluar, kusadari bahwa para 'penghuni' pasar ini menyadari kehadiranku. Lho, bukankah saat ini aku sedang berada di dalam masa lalu sesorang? Pikiranku terus berputar keras hingga muncul asumsi bahwa ruang dan waktu tidak berjalan di tempat ini. Atau sepertinya konsep ruang dan waktu pada dimensi ini berbeda dari dunia manusia, dimana sebuah peristwia akan selalu berulang disini walau ada intervensi lintas dimensi. Walau mereka mengetahui kehadiranku namun mereka tidak peduli, tidak berusaha mendekatiku atau menyapaku.

Waktu berjalan hingga seakan-akan fajar telah datang di daerah ini, ujung pasar yang tadinya terlihat gelap tanpa ujung perlahan seperti terbuka tabirnya, sebuah kampung yang dipenuhi rumah joglo yang terlihat kusam semua. Walau pun sudah datang fajar, sepertinya langit di tempat ini tidak berangsur terang, suasanya tetap gelap seperti saat datangnya waktu maghrib. Kemudian kudengar suara musik gamelan dari jauh, dari arah ujung pasar. Suara yang mulanya samar lambat laun mulai terdengar dengan jelas, benar saja dari arah suara itu datang terlihat iring-iringan pengantin. Suyitno dan Narsih terlihat duduk diatas pelaminan yang digotong oleh....gendruwo...

Gila, benar-benar yang kulihat itu gendruwo, empat makhluk itu bersama-sama mengangkat pelaminan di iringi musik gamelan yang entah muncul darimana karena tak kulihat satu pun alat musiknya. Para pengiringnya juga perlahan mulai terlihat, sekumpulan pria dan wanita berbaju adat jawa namun wajah mereka seperti tengkorak dengan kulit kering yang masih menempel. Bau dari aroma kemenyan yang bercampur dengan bau busuk mulai menusuk hidungku ketika iring-iringan ini melintas di depanku. Tak kuat dengan baunya aku pun pingsan.

Tak lama aku tersadar lagi, kudapati diriku sedang duduk bersender di sebuah warung. Masih agak lemas mataku tertuju pada keramaian, orang-orang terlihat bergkumpul melingkari sesuatu. Sesuatu yang mereka lingkari itu adalah si pendaki Suyitno, kulihat dia di ikat di sebuah kayu pancang dan JLEBB!!! Dalam sekejap mata kusaksikan kepalanya dipenggal oleh satu gendruwo yang tubuhnya lebih besar daripada empat gendruwo yang kulihat tadi. Tak kuat melihatnya aku pun pingsan lagi.

RIIING! RIIIING!! Bunyi nada ponselku, kuangkat dan langsung kujawab telepon yang masuk. Ternyata telepon dari Rania, dia memberi tahuku untuk ke rumah neneknya yang di Surabaya malam ini, dia akan menemuiku disana. 

Di kediaman neneknya, Rania memberi tahuku sesuatu, circle okultisme yang dia ikuti ternyata telah menyewa beberapa paranormal dan mereka sudah berangkat ke gunung Lawudua hari lebih cepat. Intuisi Rania sepertinya mengarahkannya untuk tidak ikut serta dan akhirnya dia memintaku datang kesini. Malam ini Rania memohon padaku untuk menginap di rumah neneknya, sambil berjaga-jaga kuceritakan segala hal mengenai Pengantin Lembah Lawu dan apa yang kualami malam sebelumnya. Waktu menunjukkan pukul 00.16, hawa dingin yang entah darimana datang menyeruak dan membuat kami merinding. Tiba-tiba Rania mengeluh sakit di area perutnya, seingatku bukankah disitu letak kutukan kembang gunung lawu yang didapatnya. 

Kubantu Rania merebahkan dirinya di atas karpet dan tanganku tiba-tiba bergerak menyentuh perut Rania, seketika itu juga rasa sakit datang menjalar ke sekujur tubuhku lalu membuatku pingsan.

Aku terbangun dari pingsan, kudapati diriku berada di lembah Lawu. Dari kejadian kemarin aku mengingat betul arah dan rute menuju pasar tempat Suyitno dijadikan tumbal oleh Narsih pengantin wanitanya. Baru sejenak aku bergerak menuju kesana kudengar suara Rania di belakangku, dia tergeletak merintih kesakitan. Kubantu dia berdiri dan kuberitahukan rencanaku, Rania terkaget setelah kuceritakan bahwa di sinilah tempat yang tadi kuceritakan padanya. Dia merengek ingin ikut denganku karena tak ingin ditinggal. 
Di perjalanan kami berdua juga berusaha menjawab teka-teki ini, tentang bagaimana cara membebaskan diri dan mengalahkan penguasa tempat ini. Sesampainya di pasar lembah Lawu, kami mendapati bahwa tempat ini kosong melompong, tak satu makhluk pun terlihat batang hidungnya. Bau asap sisa pembakaran menyeruak memenuhi tempat ini, asapnya mulai menutupi pandangan layaknya kabut. Kami berjalan menuju tengah pasar, tak lama mulai terdengar alunan musik gamelan, tetapi kali ini suara itu terdengar semakin menjauh. Kupandang Rania, sepertinya dia juga sependapat dengan langkah selanjutnya.



(lanjut di bawah)
Diubah oleh shani.andras 29-08-2023 15:12
ari.yadi57394
12a12a
ariefdias
ariefdias dan 11 lainnya memberi reputasi
12
698
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ir1kerenAvatar border
ir1keren
#5
Ga ada tante Mirna nih om? emoticon-Malu
shani.andras
shani.andras memberi reputasi
1
Tutup