aerolineasAvatar border
TS
aerolineas
Pengusaha Geram! Utang 344 M Tak Dibayar, Ancam Minyak Goreng Langka Lagi
Jakarta - Utang pemerintah kepada pengusaha ritel terkait pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 belum juga dibayarkan. Sudah satu setengah tahun setelah program itu dilaksanakan pada Januari 2022 lalu.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku geram karena belum juga mendapatkan kepastian untuk pembayaran selisih harga tersebut dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag). Adapun utang yang dituntut oleh Aprindo Rp 344 miliar. Perusahaan ritel yang mengikuti program rafakasi pada 2022 itu terdiri dari 31 perusahaan yang memiliki kurang lebih 45.000 toko

Untuk itu, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menyampaikan lagi bahwa pengusaha ritel sepakat akan memotong tagihan, mengurangi pembelian minyak goreng, menyetop pembelian minyak goreng dari produsen hingga langkah terakhir akan menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kemudian ini hasil dari meeting dengan 31 peritel. Jadi poin-poin ini bukan dari Aprindo. Tapi ini kami cuma menyampaikan dari pengusaha ritel bahwa akan ada pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng," kata Roy dalam konferensi pers di Kartika Chandra Hotel, Jumat (18/8/2023).

"Kemudian pengurangan pembelian minyak goreng bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusahaan ritel. Perushaan ya. Bukan Aprindo," tambahnya.

Namun, Roy mengaku belum mengetahui kapan perusahaan ritel akan melakukan pemotongan tagihan hingga menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Meski begitu, Roy mengatakan Aprindo tidak bisa lagi membendung keresahan dari para pengusaha. Jadi langkah-langkah tersebut tergantung dari keputusan perusahaan.

"Justru yang saya mau sampaikan adalah saat ini Aprindo untuk poin 2 3 4 nggak bisa membendung. Kita nggak bisa menahan anggota. Bahkan penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel. Bukan Aprindo," jelasnya.

Dampaknya jelas akan mempengaruhi stok minyak goreng di ritel. Roy mengatakan jika ritel memotong tagihan dari distributor alasannya sebagai ganti selisih harga yang belum dibayarkan Kemendag. Karena alur pembayaran rafaksi itu melalui produsen.

"Misalnya memotong tagihan pastikan ketidaksetujuan dari pihak produsen. Pastikan ada aspek masalah bisa aja produsennya menyetop, 'bayar dulu dong tagihan ini kan bukan rafaksi' dia nyetop pasokan. Nah kalau menyetop pasokan, ada nggak minyak goreng di toko? Kita nggak tahu," ujarnya.

"Kalau produsen mengatakan ini kan tagihan sudah masuk perjanjian harus dibayar, tetapi si peritel 'tetapi kita punya rafaksi bayarnya ke kalian, kalian talangin dululah gimana caranya kita potong tagihan sebagai talangan kalian'. Nah itu kita ngga tahu," lanjutnya.

Dalam paparan Roy, ada lima langkah yang akan dilakukan Aprindo dan pengusaha ritel, posisi akhir Aprindo follow up kepada melalui kantor Kemenkopolhukam kepada Kementerian Perdagangan, pemotongan tagihan kepada distributor/supplier migor oleh perusahaan oeritel kepada distributor migor,

Ketiga, pengurangan Pembelian Migor bila penyelesaian Rafaksi belum selesal dari perusahaan peritel kepada distributor migor. Keempat, penghentian pembelian migor oleh perusahaan peritel kepada distributor Migor saat sama sekali tidak ada kepastian. Kelima gugatan hukum ke PTUN melalui kuasa perusahaan peritel kepada Aprindo.

Sebelumnya, Roy juga pernah menyampaikan upaya ancaman serupa pada April 2023 lalu, seperti pemotongan tagihan, pengurangan pembelian minyak goreng, penyetopan pembelian minyak goreng dari produsen dan menggugat ke PTUN.

Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan kapan utang itu akan dibayarkan. Sebelumnya lagi, Kementerian Perdagangan mengatakan kejelasan pembayaran akan tergantung pada pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, namun hal itu juga belum cukup untuk pemerintah membayar utang tersebut.

Hingga akhirnya Kemendag meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memverifikasi terkait nilai utang yang harus dibayarkan pemerintah. Karena ada perbedaan angka antara klaim produsen, peritel, dan pemerintah

Klaim yang diajukan oleh 54 pengusaha minyak goreng kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp 812 miliar. Lalu Kemendag melalui verifikator PT Sucofindo menyebut utang pemerintah hanya Rp 474,8 miliar. Kemudian klaim peritel Rp 344 miliar.

Sebagai informasi, program minyak satu harga sendiri dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan usaha pada Permendag nomor 3 tahun 2022. Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp 17.000-20.000 per liter. Nah selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah.

Nah masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah. Padahal, menurut Roy, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.

https://finance.detik.com/industri/d...ng-langka-lagi

Indonesia katanya menuju negara superpower emoticon-Wakaka
sc5
agam69
jiresh
jiresh dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.4K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
harsontolAvatar border
harsontol
#25
Katanya surplus APBN? emoticon-Malu
superman313
superman313 memberi reputasi
1
Tutup