Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Pemerintah Sebut Korban Kasus Pelanggaran HAM 1965 di Luar Negeri Bukan Pengkhianat
Pemerintah Sebut Korban Kasus Pelanggaran HAM 1965 di Luar Negeri Bukan Pengkhianat

 02 Mei 2023 - 21:07 WIB


Mahfud MD - Ilustrasi - Antara

Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah Indonesia menyatakan 39 korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang terasing atau eksil dan masih berada di luar negeri sejak situasi politik tahun 1965, bukan merupakan pengkhianat negara.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo akan mengumumkan hal tersebut saat peluncuran Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non-Yudisial pada Juni mendatang.

"Nanti akan kami cek satu per satu, meskipun mereka memang tidak mau pulang. Tidak mau pulang, tetapi mereka ini akan kami nyatakan sebagai warga negara yang tidak pernah mengkhianati negara," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5).

Dia menjelaskan bahwa 19 pejabat setingkat menteri dan kepala lembaga pemerintah non-kementerian akan melakukan berbagai langkah percepatan terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat secara non-yudisial, termasuk pernyataan bahwa para korban kasus pelanggaran HAM berat yang eksil itu bukan pengkhianat negara.

Menurut Mahfud, para korban pelanggaran HAM, yang tidak terlibat Gerakan 30 September atau G30S pada tahun 1965, berada di luar negeri hingga kini karena tidak boleh pulang ke Tanah Air.

Dahulu, mereka sebagian merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang dikirim Presiden Soekarno ke berbagai negara di Eropa hingga China untuk melanjutkan pendidikan. Saat peristiwa G30S terjadi, mereka tidak diizinkan untuk kembali ke Indonesia usai mengenyam pendidikan.

"Mereka ini masih ada beberapa di luar negeri, nanti akan kami undang. Mereka ini bukan anggota PKI. Mereka ini korban karena disekolahkan lalu tidak boleh pulang," kata Mahfud.

Presiden ke-3 RI B.J. Habibie juga merupakan salah satu korban pengasingan peristiwa G30S. Mahfud mengatakan bahwa Habibie mendapatkan gelar magister pada tahun 1963 dan gelar doktor pada akhir tahun 1965.

Habibie pun termasuk WNI yang tidak dibolehkan kembali ke Indonesia saat itu. Namun, tahun 1974, Habibie bertemu Presiden Soeharto di Jerman.

"Oleh Pak Harto, [Habibie] diajak pulang dan jadilah dia orang besar yang kemudian jadi presiden. Korban [kasus pelanggaran HAM] yang seperti ini, orang yang sekolah, bukan terlibat Gerakan 30 September. Hanya disekolahkan saja, sekarang masih ada di luar negeri," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa pengkhianatan terhadap negara akibat peristiwa G30S sudah selesai di pengadilan dan era reformasi. "Sudah selesai di era reformasi di mana screening dan sebagainya dihapus dan kemudian semua warga negara [termasuk korban kasus pelanggaran HAM] diberi hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan," ujar Mahfud.

https://harianjogja.com/news/read/20...an-pengkhianat
gabener.edan
rinandya
i.am.legend.
i.am.legend. dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ovo.strikeAvatar border
ovo.strike
#6
aneh kok baru sekarang?

niatnya baik sih overrall
menyatakan bukan pengkhianat berati secara langsung mereka statusnya masih wni

pengen ngajak pulang secara halus

tapi pengen ngajak pulang pun harusnya nggak bisa sudah terlanjur karena permanent residence ada dll ada


well mencoba oot bentar di opini ane mungkin yang terlibat pada pelanggaran ham waktu itu emang dibuat gitu soalnya tau apa yang bakalan terjadi jika mereka pulang waktu itu , terdengar kayak balas jasa dibiarin di luar negeri untuk keselamatan dan kebaikan diri mereka sendiri

liar ya pikiran oot ane
ehh
gabener.edan
gabener.edan memberi reputasi
1
Tutup