Hi sobat sejarah,

Kemarin kita dah bahas tentang wajib militer di Thailand, tapi ternyata siatem disana mewajibkan buat para lady boy untuk ikut serta hadir sebagai peserta wamil.

Tentunya kita bertanya-tanya, kenapa sih banyak transgender di Thailand, bagaimana sejarahnya? Yuk kita bahas.

Sebenarnya orang Thailand sendiri jarang banget yang memakai kata transgender, mereka lebih sering nyebutnya khatoei kalau gak toot, nah untuk toot sendiri berasal dari film Amerika tahun 1982 yang bercerita tentang seorang cowok yang dandan jadi cewek, judul filmnya tootse.

Tapi kalau ente kesana, hati-hati juga kalau manggil khatoei sebab kalau gak akrab banget bisa aja mereka tersinggung. Kenapa tersinggung?



Sebab sebagian besar transgender disana menganggap diri mereka Phuying Phrapet Song yang artinya wanita jenis kedua. Sebab kathoei itu maknanya orang yang menyimpang dari norma seksual yang dominan. Maka, wajar bila mereka itu tersinggung, seenggaknya mereka ingin dianggap wanita walaupun jenis keduanya.

Untuk panggilan yang paling aman dan formal, ada sebutan Phe Ti Sam yaitu jenis kelamin ketiga. Nah, panggilan ini relatif aman untuk panggilan mereka.

Teansgender ini sebenarnya tak diakui oleh masyarakat Thailand sampai tahun 1956, beberapa tahun setelah perang dunia kedua. Dulu itu jangankan transgender lo ngaku gay aja itu adalah sebuah aib bagi keluarga.

Seiring perkembangan zaman, khatoei ini mulai diterima di masyarakat bahkan transgender ini dianggap salah satu budaya di Thailand.



Hingga akhirnya khatoei pun ditranslate ke bahasa Inggris menjadi Lady Boy. Faktor terbesar mereka dapat diterima oleh masyarakat seperti sekarang adalah kepercayaan yang dianut mereka, bahwa roh dapat bereinkarnasi dan reinkarnasi itu tergantung dari kehidupan mereka sebelumnya.

Kalau yang berdosa besar reinkarnasinya akan dihukum bisa jadi hewan mungkin, kalau orang yang berdosa kecil dikehidupan sebelumnya mereka ini akan dihukum terlahir sebagai anak lelaki tapi nantinya akan berubah jadi perempuan. Duh, kok ngeri ya!



Jadi Lady Boy ini dianggap orang yang berdosa dikehidupan sebelumnya dan lagi menebus dosa-dosa mereka. Duh jadi sedih ya gan.

Jadi kalau lo disana menjadi Lady Boy sudah tidak lagi dianggap aib, namun sebagai orang yang terlahir kurang beruntung. Udah gitu aja! Bisa dibilang ini level toleransinya gila sih ya.

Dan jangan salah, buat khatoei yang ingin jadi cowok lagi juga dibimbing dan diberikan pencerahan kalau lo itu tidak bisa merubah semuanya, namun hanya bisa mengendalikan diri kalau lo itu sebenarnya terlahir sebagai laki-laki bukan perempuan.



Jadi buat ngerubah mereka itu, pelan-pelan dirangkul. Bukan pakai jalur otot sama bacot, kayak yang sering kita dengar.



Namun toleransi di Thailand juga tak menyebar secara merata, hanya di kota-kota besar saja yang seperti itu kalau di daerahnya tetap masih ada tindakan disriminasi dan penindasan terhadap khatoei alias sering di bully.

Tapi pemerintah disana saat ini selalu support khatoei dan semakin eksis saat ini, tak heran rumah sakit operasi plastik juga banyak berdiri. Bahkan Khatoei juga menjadi daya tarik tersendiri bagi Thailand.

Bahkan ada juga khatoei yang masuk perpolitikan di Thailand, dan berambisi menjadi Perdana Menteri.



Apakah agan sudah pernah ke Thailand, bagaimana khatoei disana? Lebih cantik mana dengan wanita tulen?

Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. Ane c4punk pamit undur diri, See u next thread.





"Nikmati Membaca Dengan Santuy"


Tulisan : c4punk@2022
referensi : 1, 2, 3
Pic : google