Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
NasDem Aceh Minta Pusat Kembalikan Bank Konvensional, MPU: Jangan Kikis Syariat Islam
NasDem Aceh Minta Pusat Kembalikan Bank Konvensional, MPU: Jangan Kikis Syariat Islam
Sabtu, 29 Oktober 2022 04:55



Pemerintah Pusat agar mempertimbangkan kembali untuk menghadirkan bank-bank konvensional ke Aceh 


BANDA ACEH - Ketua Partai NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi meminta Pemerintah Pusat agar mempertimbangkan kembali untuk menghadirkan bank-bank konvensional ke Aceh.
Permintaan ini kemudian mendapat tanggapan pro-kontra, baik dari anggota DPRA, LSM, maupun Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
"Kekosongan bank-bank konvensional seperti Bank Mandiri, BNI, BRI dan lain sangat mengganggu upaya masyarakat Aceh sendiri untuk keluar dari problem ekonomi," kata Taufiqulhadi kepada Serambi, Jumat (29/10/2022).
Dia menyebutkan, dari data statistik, saat ini Aceh tercatat sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera, meskipun menggelola anggaran yang banyak.
Begitu juga dengan angkat stunting dan inflasi juga sangat tinggi, serta angka pertumbuhan ekonomi masih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan nasional.
Salah satu penyebabnya adalah karena kurang dukungan dari lembaga-lembaga keuangan nasional.
Seperti diketahui, sejumlah bank konvensional angkat kaki dari Aceh setelah lahir Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang berlaku sejak diundangkan pada 4 Januari 2019.

Perbankan yang tinggal di Aceh adalah bank-bank yang menerapkan skema syariah dalam transaksinya.
"Karena absen bank-bank konvensional ini, kegiatan ekonomi rakyat terganggu.

Para pengusaha lokal gagal merencanakan kegiatan perusahaannya karena dukungan perbankan tidak maksimal," ungkapnya.
Ia menilai apabila tidak segera ada penyelesaian terhadap masalah ini, ekonomi Aceh makin tenggelam.
"Lembaga-lembaga keuangan syariah di Aceh memang makin baik.
Tapi sama sekali belum mampu menutupi kekosongan yang ditinggalkan bank-bank konvensional," ujar Taufiqulhadi.
Justru rakyat melihat, jika bank-bank konvensional kembali ke Aceh, maka akan tercipta kompetisi yang sehat dan menguntungkan masyarakat.
Bank-bank syariat pun akan cepat belajar dan menjadi lebih baik.
Ikut campur tangan Pemerintah Pusat diperlukan agar pemerintah daerah terbantu.
"Sinergisitas Pemerintah Pusat dan daerah dalam ini, akan membawa dampak baik dan akan didukung masyarakat Aceh," ucapnya.
Pernyataan Ketua NasDem Aceh langsung mendapat dukungan dari Anggota DPRA dari PAN, Asrizal H Asnawi.
Menurutnya, sulit untuk mengatakan ekonomi Aceh dalam keadaan baik baik saja saat ini, yang semakin parah pasca-hengkangnya bank-bank konvensional.
"Saya sudah menggagas untuk revisi qanun terkait perbankan syariah, namun apa daya, penolakan dari para teungku-teungku dan ulama Aceh tak sebanding dengan keinginan para pengusaha di Aceh," ungkap Asrizal.
"Pada prinsipnya hampir 70 persen anggota DPRA itu tahu dan merasa janggal dengan pelaksanaan qanun tersebut, tapi sayangnya ketakutan pada hilangnya pengaruh politik di arus bawah menjadi pertimbangan lain para legislator DPRA," beber politikus PAN ini.
Secara keseluruhan , sambung Asrizal, anggota DPRA awalnya sepakat dengan pembuatan dan pelaksanaan qanun ini.
Namun kesiapan bank-bank syariah dalam hal pelayanan dan pembiayaan ternyata sangat jauh dari harapan masyarakat.

Keadaan itu diperparah dengan bergabungnya tiga bank syariah yaitu BRIS, BMS & BNIS yang dilebur jadi BSI.
"Saya sepakat bank konvensional keluar dari Aceh, (tetapi) jika kita sudah punya bank-bank syariah yang berkualitas sama seperti MANDIRI, BNI, BRI, BCA dan lain lain sejenisnya," imbuhnya.
Menurut Asrizal, saat ini BSI masih kelimpungan melayani nasabah, hal sederhana misalnya, masalah ATM yang sampai saat ini masih sering trouble dan jumlahnya berkurang hampir 60 % yang membuat terjadi antrean nasabah saat menarik uang di ATM.
"Sementara bank lokal kita di Aceh atau lebih dikenal Bank Aceh, masih fokus pada pembiayaan konsumtif untuk ASN atau usaha pasti yang sudah berjalan," singgung Asrizal.
Dengan fenomena tersebut, Asrizal menilai, mendatangkan kembali bank konvensional ke Aceh adalah sebuah keharusan, mengingat tidak fleksibelnya bank-bank syariah yang ada.
"Kamipun di usaha keluarga sekarang beralih kembali ke BRI cabang Medan, setelah sebelumnya sempat mencoba bertahan dengan BSI.
Dan nyaris pengusaha menengah ke atas saat ini melakukan transaksi dan open plafon kredit semuanya dialihkan ke bank konvensional di luar Aceh," demikian Asrizal H Asnawi.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin juga mendukung bank konvensional dikembalikan ke Aceh.
Menurutnya, dengan hadirnya bank konvensional di Aceh maka akan ada banyak bank seperti yang diinginkan oleh Qanun Nomor 8 tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam yang menjadi master plan pelaksanaan syariat Islam.
"Dengan banyaknya bank maka lapangan kerja akan semakin terbuka lebar, terutama bagi yang alumni dari ekonomi syariah, akan banyak pembiayaan dari berbagai perbankan nantinya di Aceh, dan tentunya akan mengurangi angka kemiskinan di Aceh," tuturnya.
Selain mengkaji keuntungan, Safaruddin juga menilai dari sisi negatifnya jika bank konvensional dikembalikan ke Aceh.
"Minusnya masih banyak yang tidak memahami dengan baik semangat keistimewaan dan kekhususan Aceh yang diberikan untuk mempercepat pembangunan di Aceh," ungkapnya.

Dengan adanya dukungan politik dari NasDem, Safaruddin juga berharap dukungan yang sama dari partai politik lainnya untuk bersama berpikir membangun Aceh yang salah satunya dengan meminta kepada pemerintah pusat agar membuka kembali bank konvensional di Aceh.
Jangan kikis
Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali menyesalkan pernyataan Ketua Partai NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi yang meminta agar bank-bank konvensional dikembalikan ke Aceh dengan alasan penguatan ekonomi.
"Saya kira, ulama terutama MPU Aceh yang diamanahkan dalam undang-undang untuk menjaga agama dan syariah yang ada di Aceh sangat menyesalkan statemen Taufiqulhadi.
Argumentasi yang dibangun tidak berlasan," tegas Tgk Faisal.
Ia mengatakan, seharusnya yang perlu dipersoalkan seberapa besar kontribusi bank konvensional terhadap masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, dan penerapan syariat Islam sendiri.
"Semua permasalahan yang ada sekarang adalah warisan konvesional yang menguasai Aceh selama kemerdekaan.
Sedangkan bank syariah baru diterapkan.
Sebenarnya yang berhak digugat itu adalah bank konvensional," ungkap pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Sibreh, Aceh Besar ini.
"Jika dikaitkan dengan kemiskinan di Aceh diwarisi oleh konvensional.

Soal stunting, pengangguran diwarisi oleh konvensional.
Bank syariah itu baru, jadi tidak fair jika disalahkan," tambah Ketua PWNU Aceh ini.
Tgk Faisal kembali menegaskan bahwa MPU Aceh sangat menyesali argumentasi yang dibangun Ketua NasDem Aceh.
Seharunya, para tokoh partai politik di Aceh lebih mendorong bagaiman pelaksanaan syariat Islam di Aceh lebih kaffah.
"Jangan mendorong pelaksanaan syariah Islam terus terkikis.
Saya pikir argumentasi yang dibagun oleh Taufiqulhadi tidak tepat.
Seharusnya yang digugat adalah bank konvensional karena sudah mewarisi kemiskinan, stunting, pengangguran, dan lainnya," tutup Tgk Faisal.
Ketua Komisi III DPRA, Teuku Raja Keumangan (TRK) juga menanggapi pernyataan Ketua Partai NasDem Aceh.
TRK mengakui selama ini masih terjadi berbagai persoalan terkait lembaga keuangan di Aceh.
Tapi persoalan tersebut, kata TRK, harus disikapi dengan bijak, sehingga tidak hilang nilai-nilai kekhususan dan keistimewaan yang ada pada Aceh, tapi harus diperkuat lagi.
"Selama ini terjadi persoalan perbankan karena bank di Aceh sudah terbatas.
Hanya tinggal Bank Aceh Syariah (BAS), Bank Syariah Indonesia (BSI) dan bank syariah lainnya, ini sudah terbatas," katanya.
Dengan keterbatasan ini, lanjutnya, bank syariah harus memiliki inovasi dan terobosan yang menguntungkan rakyat.
Seperti memberikan kemudahan permodalan bagi pelaku UMKM yang pernah diprakarsai BRI.
"Bagaimana caranya bank syariah harus mampu mengambil alih tugas-tugas bank konvensional yang pro rakyat.
Contoh, memberikan permodalan untuk UMKM yang dulu ditanggani oleh BRI sampai ke desa-desa.
Bank Aceh Syariah dan BSI harus hadir.
Kalau ini bisa dilaksanakan saya pikir tidak ada persoalan lagi," ucapnya.
Selain itu, Komisi III DPRA juga mendorong Bank Aceh Syariah sebagai bank daerah agar cepat naik tingkatan menjadi bank devisa, sehingga tidak muncul lagi kendala bagi pelaku investasi di Aceh.
"Jika itu mampu dicover, tidak ada masalah lagi dengan lembaga keuangan di Aceh.
Karena, bank syariah ini merupakan salah satu bentuk kekhususan Aceh.
Aceh beda dengan provinsi lain, maka perlu kita pertahankan dan perkuat bank syariah," tutupnya. (mas)


https://aceh.tribunnews.com/2022/10/...islam?page=all



jiresh
aldonistic
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
3.1K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
GondalGandul11Avatar border
GondalGandul11
#8
harus aceh menjadi percontohan pelaksanaan ekonomi syariah, sebab yai Makrup sebagai wapres selalu gembar gembor bahwa Indonesia akan menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Bravo Aceh walaopun miskin di dunia tetapi nanti akan kaya di akherat.
abunsaurus
chevelle16
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup