lonelylontongAvatar border
TS
lonelylontong
[COC] Review Buku, Serat Babad Tanah Djawi

(Sampul buku versi pdf)


Buku Babad Tanah Djawi, menurut yg TS baca dari artikel-artikel yang bisa dicari di mbah google, setidaknya ada dua versi. TS bukan sejarawan, jadi bagaimana proses lahirnya Serat Babad Tanah Jawi, bukan dalam lingkup kemampuan TS untuk membahas.

Hanya saja secara sekilas menurut yang TS tahu, buku aslinya sendiri, Babad Tanah Djawi ditulis dalam bahasa Jawa (tulisannya pun, menggunakan aksara Jawa), di kemudian hari ada upaya-upaya untuk menuliskan ulang catatan sejarah ini. Versi yang akan TS review kali ini adalah versi J.J. Meinsma, dituliskan dalam bahasa Jawa dengan bentuk prosa, panjang buku 131 halaman.

Trit ini sendiri, hanya merupakan review dari bentuk PDF yang ada di tangan TS saat ini. (Bagi yang tertarik bisa pm TS untuk mendapatkan pdf-nya.)

Buku ini dibuka dari jaman Kerajaan Tarumanegara, kemudian berturut-turut dibahas kerajaan-kerajaan yang sempat memerintah di Pulau Jawa, sampai ke jaman awal Kerajaan Singhasari. Di bab-bab awal ini, secara singkat diceritakan pola hidup dan struktur sosial masyarakat di masa itu, ketika agama Hindhu masih jadi satu-satunya agama (di luar aliran kepercayaan) yang hadir di Pulau Jawa.

Gbr dr screenshot Babad Tanah Jawi versi pdf

Pembahasan dari satu masa ke masa kerajaan yang lain, pada bagian ini dibahas secara sekilas saja.

Baru ketika memasuki masa Kerajaan Singhasari yang kemudian berevolusi menjadi Kerajaan Majapahit, cerita menjadi lebih mendetail.

Semakin mendekati jaman Kerajaan Mataram kedua, semakin kisah bersejarah tentang apa yang terjadi di Pulau Jawa ini dikisahkan dengan mendetail.

Dari masuknya Islam dan para sunan, lahirnya Demak, lahirnya Kerajaan Mataram, serta hadirnya negara-negara dari Eropa di Pulau Jawa. Setidaknya 3/4 dari buku ini menjabarkan masa-masa tersebut.

Pangeran Diponegoro, bisa dikatakan menjadi tokoh yang menjadi penutup pergolakan yang terjadi di Pulau Jawa dalam Babat Tanah Jawi ini.

Bab terakhir terasa seperti sebuah penutup yang terasa sumir bagi TS, ketika yang dikisahkan adalah kebijakan Belanda (VOC) di tanah Jawa.

Terasa sumir, sekaligus sebagai sebuah pengingat, sesungguhnya ketika kita beradu senjata dengan bangsa sendiri, pada akhirnya bangsa asing-lah yang meraup keuntungannya.

Gbr dr screenshot Babad Tanah Jawi versi pdf

Ada rasa sendu, ketika membaca Babad Tanah Jawi, setelah sempat mengisahkan sebuah bangsa yang pernah meraih kejayaannya di Jaman Majapahit, kemudian berakhir (dalam Babad Tanah Jawi) dalam situasi yang mengenaskan, harus menerima kebijakan-kebijakan yang dipaksakan oleh orang asing dari tanah seberang. Penguasanya tak memiliki taring untuk membela kepentingan rakyatnya sendiri dan justru harus menerima kebijakan yang merugikan bangsanya.

Membaca buku ini terasa berat, karena harus berusaha mencerna kalimat yang dituliskan dalam bahasa Jawa, yang bahkan untuk orang Jawa sendiri mungkin ada banyak kata yang sudah jarang mereka dengar dalam kehidupan sehari-hari.

Di sisi lain, kisah yang dibawakan oleh buku ini terasa menarik dan mendebarkan, karena membawa pembaca (terutama bagi pembaca yang dari suku Jawa) untuk mengenali warisan nenek moyang merekaa.

Bukan warisan berupa harta benda, melainkan warisan berupa semangat.

Warisan yang mengingatkan karakteristik orang Jawa yang kalau boleh TS katakan unik. Seperti sempat diceritakan di bab-bab awal, bagaimana di tanah asalnya sendiri, India, penganut agama Buddha dan Hindhu berperang.

Namun di Tanah Jawa sendiri, mereka bisa hidup berdampingan dengan damai.

Gbr dr screenshot Babad Tanah Jawi versi pdf

Setiap orang tentu memiliki pemahamannya sendiri-sendiri ketika membaca sesuatu, apa yang dipahami TS belum tentu yang paling tepat.

Setiap orang juga memiliki bagian-bagian atau kutipan-kutipan yang mengena dalam hatinya ketika membaca suatu kisah atau karya tulis. Bagi TS sendiri bagian di awal-awal pembukaan kisah inilah yang rasanya sangat berkesan.

Sebuah gambaran tentang tanah kedamaian dan orang-orangnya yang ramah-tamah. Ketika perbedaan bisa hadir di masa dan tempat yang sama, tanpa harus timbul perselisihan.

Apalagi ketika satu paragraf itu disandingkan dengan kondisi bangsa ini yang digambarkan oleh media akhir-akhir ini. Mungkin realitanya tidak demikian, mungkin hanya media saja yang lebih menyukai berita yang berbau konflik.

Kalau memang demikian, kenapa kita tidak menghadirkan suara dan kisah yang berbeda?

Setidaknya dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam ruang lingkup kita sendiri yang kecil.

Sekian review TS, dengan segala kurang dan lebihnya.

Salam.......
evywahyuni
deeazz
tien212700
tien212700 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
3.9K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
indahmamiAvatar border
indahmami
#17
Gan @lonelylontong, boleh minta pdf'y?
Makasih...
lonelylontong
lonelylontong memberi reputasi
1
Tutup