Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cintadineAvatar border
TS
cintadine
Review Satria Dewa: Gatotkaca, Epik dan Seru Walaupun Masih Ada Kekurangan

Setelah tertunda selama dua tahun karena terkendala produksi, terhalang pandemi sampai dengan gonta-ganti kru sampai sutradara, akhirnya film pertama dari Satria Dewa Universe dirilis dengan Hanung Bramantyo yang ditunjuk sebagai sutradara. Awalnya para penggemar film Indonesia ragu karena track rekor dari Hanung Bramantyo selama ini kerap membuat film bergaya sinetron dengan penokohan yang klise, namun keraguan itu tidak terbukti walaupun tetap ciri khas Hanung masih ada dalam film ini tetapi porsinya tidak terlalu banyak seperti di film-filmnya yang terdahulu.

Pun demikian dengan sang aktor utama, Rizky Nazar yang identik dengan sinetron ternyata dalam Satria Dewa Gatot Kaca dirinya mampu memberikan performa yang terbaik.

Cerita film ini berlatar di universe dengan kota fiksi yang disebut dengan Astinapura. Yuda adalah seorang pemuda miskin yang kuliahnya harus DO dan menjaga ibunya yang agak gila dan hilang ingatan. Pada suatu peristiwa ketika Yuda menghadiri wisuda sahabatnya, Airlangga, tiba-tiba Airlangga yang sedang duduk di panggung wisuda diserang oleh sosok misterius dan dirinya tewas secara mengerikan dan tubuhnya menjadi semacam gosong. Usut punya usut ternyata itu adalah ulah dari para keturunan Kurawa yang mengincar kekuatan dan pusaka Brajamusti yang disimpan oleh keturunan Pandawa. 

Di sinilah konflik cerita mulai bergerak dan Yuda menemukan bahwa dirinya menyimpan gen Pandawa dan ibunya (Arimbi) menyembunyikan Brajamusti tersebut agar tidak direbut oleh kurawa.

Kelebihan Satria Dewa Gatot Kaca


Jika dibandingkan dengan Gundala (2019), Gatotkaca unggul dalam penceritaan dan pembangunan universe kepada para penonton. Sedari awal penonton disuguhkan dengan perkenalan dan perkembangan karakter Yuda dengan detail dan tidak terburu-buru. Pun demikian dengan karakter lain yang semua porsinya dirasa pas, tidak seperti Gundala yang kebanyakan karakter masuk namun akhirnya mubazir. 

Para karakter pendukung pun tidak hanya numpang lewat dan punya peran pentingnya sendiri-sendiri, mulai dari Agni yang diplot sebagai love interest dari Yuda, sampai dengan Dananjaya yang diperankan oleh Omar Daniel.

Ada cukup banyak adegan fighting di sini walaupun kualitas tidak terlalu istimewa namun setidaknya adegannya tidak terasa kaku. Sementara untuk kualitas CGI sebenarnya tidak etis jika kita membandingkannya dengan film-film Marvel atau DC karena budgetnya saja bak langit dan bumi. Namun untuk ukuran film Indonesia visual efek dan CGI yang dihadirkan bisa dibilang adalah standar baru untuk perfilman nasional.

Celetukan komedi juga terselip di sana-sini yang menegaskan kalau Satria Dewa Universe ini akan berkiblat ke Marvel. Di sini dihadirkan sekilas tiga tokoh yang diperankan oleh Gilang Bhaskara, Rigen Rikelna, dan Indra Jegel yang berperan sebagai tokoh punakawan. Tenang, mereka hanya muncul sekilas sebagai pengundang tawa dan sama sekali tidak merusak cerita.

Scoring musik yang digubah oleh Ricky Lionardi menjadikan film ini lebih hidup dan sesekali membuat merinding ketika scoring instrumental khas superhero dimainkan. 

Klimaks dan pertarungan akhir juga terasa lebih nendang dan gereget jika dibandingkan dengan klimaks dari Gundala walaupun masih ada yang kurang.

Kental Dengan Unsur Pewayangan

Kemudian, Sudah jelas kalau Satria Dewa Kaca ini mengangkat cerita pewayangan Mahabharata dari mitologi Hindu dan film ini membawa kita ke berbagai unsur pewayangan. Kira-kira seperti Percy Jackson yang mengambil mitologi Yunani di zaman modern, nah Satria Gatot Kaca ini juga demikian. Orang yang sudah akrab dengan kisah Mahabharata rasanya tidak akan asing mendengar nama-nama tokoh dalam film ini. Hanung selaku sutradara berhasil memperkenalkan universe pewayangan ini walaupun tentu saja masih ada kekurangan dalam film ini.

Kekurangan Satria Dewa Gatot Kaca

Konten Sensitif

Tentu saja film ini masih banyak kekurangan untuk disebutkan, namun yang paling menganggu adalah masih ada ciri khas Hanung di sini, yaitu masih ada karakter dan dialog ala sinetron. Seperti karakter Nathan yang merupakan pacarnya Agni, di sini karakternya benar-benar seperti tokoh antagonis dalam sinetron Indonesia dan sangat-sangat menganggu alih-alih membuat tokoh jahat yang keren. Untunglah Yayan Ruhiyan sebagai salah satu antagonis utama dalam film ini tidak dibuat seperti sinetron.

Kekurangan lainnya dalah penempatan iklan yang dirasa terlalu frontal walaupun masih dimaafkan, namun rasanya ada cara lain agar penempatan produk sponsor supaya bisa lebih smooth sekaligus masih menguntungkan bagi pihak sponsor. 

Kemudian untuk plot hole jelas ada, penonton akan bertanya-tanya ketika adegan yang dirasa mengganjal dan inilah yang sepertinya sulit dihindari oleh para sineas tanah air ketika membuat film dengan cerita yang cukup kompleks. Kekurangan lainnya apabila dibandingkan dengan Gundala adalah sinematografinya di mana Gundala jauh lebih unggul

Terlepas dari segala kekurangannya, Satria Dewa Gatotkaca patut diapresiasi sebagai standar baru film superhero tanah air walaupun masih jauh dari kata sempurna.

Skor dari ane: 7.5/10

Gimana, udah pada nonton belum gan? emoticon-Ngakak (S)

Referensi
Diubah oleh cintadine 09-06-2022 13:39
agusn6778
evywahyuni
emineminna
emineminna dan 9 lainnya memberi reputasi
10
5.1K
68
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
adolfsbasthianAvatar border
adolfsbasthian 
#3
Bersaing ketat dengan sekelompok dinosaurus...
emoticon-Wow
buburstroberi
indrastrid
indrastrid dan buburstroberi memberi reputasi
2
Tutup