Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
[True Story] Temu Pisah di Alas Lali Jiwo
Sumber Gambar


Welcome to My Thread


Hallo, Gansist, apa kabar, nih? Lama ane tidak menyuguhkan cerita di platform tercinta ini. Semoga semuanya sehat dan baik-baik saja, ya. Bay the way,kali ini ane akan berbagi kisah mistis yang dialami oleh beberapa pendaki Gunung Welirang. Bagi penduduk di tanah jawa, tentunya sudah tahu, dong, di mana letak dan ketinggian gunung tersebut.

Quote:


Sebelum masuk ke cerita, perlu ane jelaskan bahwa, kisah ini merupakan kisah nyata yang dialami orang lain. Ane hanya menulisnya karena merasa cerita tersebut cukup menarik dan seram. Mungkin gansist dimari juga ada yang tertarik membaca cerita horor. Khususnya kisah para pendaki.

Untuk waktu kejadian asli beserta nama para tokoh tidak ane cantumkan, ya, Gansist. Karena narasumber tidak mengizinkan. Tetapi, agar mudah dipahami dan ceritanya mengalir, anggaplah kejadian itu terjadi sebelum adanya COVID-19.

Sebut sajaPanca, pria asal Banyuwangi yang berdomisili di Surabawa. Suatu hari, Panca dan salah satu teman dekatnya yang ia sapa Dhika, mengadakan Open Trip ke Gunung Welirang, dan akhirnya diikuti oleh 23 orang. 10 di antaranya merupakan kenalan dari Dhika.

Panca dan Dhika menyewa bus Travel untuk menjemput rombongan yang ada di Malang. Usai dari Malang, mereka menuju Pasuruan dan menunggu rombongan yang dari Mojokerto.

Bay the way, Gunung Welirang adalah gunung yang masih satu jalur dengan Gunung Arjuno. Memiliki medan yang cukup sulit. Bahkan, ada salah satu tanjakan terkenal dan disebut Tanjakan Asu. Bagi pendaki yang sudah pernah ke Gunung Welirang, mungkin tidak asing lagi, ya. Welirang sendiri memiliki arti Belerang. Diketahui, masih ada aktivitas penambakan Belerang di gunung tersebut.

****

Rombongan telah berkumpul. Dari 23 yang ikut, hanya ada 6 perempuan. Ditambah Panca dan Dhika, rombongan menjadi 25 orang. Dikarenakan terlalu banyak, akhirnya rombongan dibagi menjadi dua. Rombongan 1 berisikan 12 orang. 9 laki-laki, 3 perempuan.

Rombongan 1 dipimpin oleh Dhika. Dari ke tiga cewek, ada satu yang merupakan kenalan Dhika. Sebut saja namanya Mira. Mira juga memiliki kenalan, bukan lagi kenalan, sih, melainkan bestie yang ia sapa Shasa.

Mira dikenal kuat, berani, punya rasa ingin tahu yang besar. Ia juga sudah sering kali mendaki. Hal itu menjadikan ia pendaki yang kerap membuat temannya tidak sanggup melanjutkan debat saat terjadi sesuatu. Mira termasuk gadis yang cekatan. Ia ingin cepat-cepat sampai ke Pos 3 (Pondokan) untuk mendirikan tenda. Sementara Shasa, kebalikan dari Mira. Ia lebih santai, senang memotret, mendokumentasikan moment perjalanannya saat mendaki. Jadi, Shasa ikut ke grup 2 yang diketuai oleh Panca. Grup 2 berisikan 13 orang. 10 laki-laki dan 3 perempuan.

Rombongan memutuskan naik jalur Tretes, Pasuruan. Dhika dan Panca jadi Sweeper untuk grup masing-masing. Barisan depan dipimpin oleh laki-laki, kemudian diikuti yang perempuan, dan yang paling akhir adalah Dhika. Begitu juga dengan grup atau rombongan 2. Barisan ditutup oleh Panca.

Mereka menuju Pasuruan dan sampai sekitar pukul 11 siang. Kemudian menuju Tretes. Sampai di sana sekitar pukul 12. Rombongan beristirahat sejenak, melakukan Simaksi (pembayaran tiket mendaki). Kemudian packing.

Rombongan 1 memutuskan untuk jalan lebih dulu. Sementara rombongan dua masih beristirahat di Basecamp. 10 menit setelah rombongan 1 berlalu, rombongan 2 akhirnya mengikuti.

Dhika dan Panca memiliki Montable (alat komunikasi atau Walkie). Sebagai ketua grup, keduanya menyiapkan alat tersebut untuk berjaga-jaga, kalau-kalau terjadi sesuatu di tengah perjalanan saat mendaki.

Menuju Pos 1 (Pet Bocor), Pendakian lumayan mudah, melewati tanjakan halus yang cukup rapi, tetapi berbatu. Semakin ke depan, miringnya meningkat.

Sumber Gambar

Untuk sampai ke Pet Bocor, rombongan 1 belok kiri setelah pertigaan. Tidak lama, mereka sampai dan bisa istirahat sejenak. Tak ingin berlama-lama di Pos 1, Dhika mengajak rombongan langsung menuju Pos 2. Namun, sebelum itu, Dhika bertanya pada yang perempuan,

"Kalian ada yang lagi dapet, nggak?"

Serentak dijawab tidak oleh dua perempuan yang sedang bersandar di bebatuan. Lantas Dhika melihat ke arah Mira.

"Tenang, Dhik, gue juga enggak, kok. Tadi pagi gue udah mandi besar," jelas Mira.

"Okay, baguslah. Kalau gitu, yuk, kita lanjut," ajak Dhika.

"Eh, tunggu. Gue ke toilet bentar." Mira berlari menuju toilet.

Beruntung di Pos 1 masih tersedia kamar kecil. Tak sampai lima menit, Mira kembali dengan wajah sedikit gugup.

"Ada apaan?" tanya Dhika heran.

Mira pun memberitahu Dhika, kalau masa mestruasinya ternyata belum benar-benar berakhir.

"Duh, gimana, dong? Gue belum pernah bawa rombongan yang sedang mestruasi sebelumnya," kata Dhika sedikit panik.

Dhika mengabarkan keadaan Mira ke Panca, Panca hanya menyuruhnya tenang, banyak-banyak berdoa dan lanjut berjalan. Rombongan 1 pun ikut arahan Panca. Mereka lanjut ke pos 2.

Dari pos 1 menuju Pos 2, jalanannya masih cor-coran semen. Semakin maju treknya berubah bebatuan, tanjakan, dan berkelok-kelok.

"Duh, capek banget!" seru salah satu pendaki perempuan yang bernama Fany.

"Naik gunung emang capek, Say!" sahut Mira dengan napas ngos-ngosan.

"Gila! Ini treknya parah, deh. Udah berkelok-kelok, nanjak, bebatuan pula!" keluhnya lagi.

"Sebenarnya kita nyenengin diri atau cari masalah, sih?" ujarnya lagi sambil tertawa.

Mira ikut cekikikan dan terus melangkah.

"Anggap saja melewati trek berkelok ini bagian dari nyenengin diri, Guys!" sahut Dhika diiringi tawa Mira dan yang lain.

Sumber Gambar

****

Setelah lama berjalan, rombongan 1 akhirnya sampai di Pos 2. Pemandangan di Pos 2 sangat bagus. Areanya luas dan cocok untuk ngecamp tipis-tipis. Di sana juga terdapat warung kecil. Jadi, bisa jajan sebelum lanjut mendaki. Usai istirahat sebentar, Dhika mengabari Panca, bahwa mereka akan langsung menuju Pos 3 (Pondokan).


"Ya Tuhan, ini treknya kenapa harus bebatuan gini, sih?" Fany kembali mengeluh.

"Duh, gue ajah yang sering naik gunung, baru kali ini, deh, nemu trek kayak gini," timpal Mira.

"Ini dia, Guys, yang disebut-sebut Tanjakkan Asu," ujar Dhika.

"Oh, pantesan, Mas!" Serentak ketiga gadis yang ada di depan Dhika bernada keras.

"Apa kabar bestie gue di bawah, gue nggak yakin dia kuat ngabadiin moment." Mira teringat akan Shasa.

"Kalau gue, nih, ya, boro-boro buat ngabadiin momen, buat bernapas ajah rasanya nggak bertenaga," ungkap gadis yang ada di depan Fany.

"Tapi masih bisa ngomong, ya, Say," lontar Mira membuat semua rekan tertawa.

Sumber Gambar

Mira memang seperti itu orangnya. Bisa cairkan suasana. Tidak peduli sedang berjalan dengan siapa. Padahal, Fany dan satu gadis di depannya baru ia kenal hari itu.

Setelah lama melewati trek membosankan, rombongan 1 kini memasuki Alas Lali Jiwo.

Waktu kini menunjukan pukul 05:35. Sudah sangat sore. Rombongan 1 memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu rombongan 2. Mereka akhirnya bisa berfoto-foto dengan tenang.

"Mas Dhik, Shasa, sama yang lain, kok, belum nyampe-nyempe juga, sih? Apa mereka ngecamp di pos 2?" celetuk Mira tiba-tiba.

"Nggak tahu, nih. Coba gue tanya dulu," kata Dhika dan mengambil Walkie.

"Tes ... tes ..., Bro, udah di mana?"

Tidak ada jawaban, Walkie Dhika hanya mengeluarkan suara aneh. Seperti tidak berfungsi. Dhika kembali mencobanya beberapa kali,

"Tes ... tes ... Halo, Bro!"

Hanya terdengar suara nyaring nan melengking keluar dari Walkie. Bikin telinga sakit.

"Kenapa, Mas?" tanya Mira mulai panik.

"Nggak tahu, nih. Banyak-banyak berdoa, Guys. Kita sedang di Alas Lali Jiwo. Jangan ada yang melamun," Ujar Dhika serius.

"Eh, kalian nyadar, nggak, sih, ternyata ini hari jumat, loh." Salah satu pendaki pria yang juga kenalan Dhika dan Mira, bersuara.

Mereka pun saling bertatap-tatapan. Antara kaget dan takut.

"Biasa ajah, dong, Fan. Hari jumat, mah, sama ajah kali sama hari biasa," sahut Dhika menenangkan.

Fandy terdiam, begitu juga yang lain.

"Yuk, lanjut jalan! Tapi pelan-pelan ajah, sambil nungguin grup 2," ujar pria yang dari awal berada di baris depan.

Semua beranjak dari duduknya. Namun, tiba-tiba ...,

"Tuu-tunggu ... iiiin!"

Samar-samar terdengar suara perempuan dari balik Walkie Dhika.

"Hei, Ca! Di mana lu? Tes ... tes ...," tanya Dhika lagi.

Beberapa saat kemudian Walkie Dhika berbunyi.

"Di Pos 2, bentar, kaki Shasa keseleo."

Mira tampak kaget. Ia mendekat ke Dhika.

"Tenang aja, Mir. Shasa bakal baik-baik ajah," hibur Dhika.

"Duluan ajah, Dhik. Cari space tenda di pos 3. Gue nyusul, Insya Allah nyampe, kok." Walkie Dhika kembali berbunyi.

Hening, Mira membungkuk di bawah pohon besar bersama Carriernya.

"Mas, gue tungguin Shasa ajah, ya, di sini?" celetuk Mira.

"Loh, jangan, dong, Mir. Masa iya kita lanjut ke pos 3 dan ninggalin lu sendirian di sini? Shasa juga, kan, temen gue Mir." tolak Dhika.

Namun, Mira masih ngotot mau menunggu Shasa.

"Mir, jangan rese, deh! Lu kebiasaan, ya. Sana lu nyusul Shasa di bawah kalau mau. Ini tuh hutan Mir, di jawa. Bukan kayak tempat lu di kota." Kali ini Fandy bersuara.

"Emang kenapa, Bang? Salah? Lu kalau mau naik, ya naik ajah sana!" balas Mira.

Mira dan Shasa berasal dari Jakarta, namun mereka kerja di Surabaya bersama dengan Dhika, Panca juga Fandy. Jadi, mereka sudah sangat akrab satu sama lain.

"Udah, udah! Kalian kok malah ribut, sih? Lu jangan egois gitu, dong, Mira. Kita nggak mungkin ninggalin lu di sini. Lu juga Fan, nggak usah kasar." Dhika menengahi.

Namun Mira masih saja ngotot. Ia mau tetap menunggu Shasa. Akhirnya Dhika kembali duduk sambil nyebat rokok.

Tak terasa waktu menunjukkn pukul 06:15, hari mulai gelap. Tiba-tiba saja muncul 4 pendaki dengan keadaan wajah pucat serta carrier yang sobek-sobek. Dua laki-laki, dan dua perempuan.

Bersambung ....


Tunggu lanjutannya. Jangan lupa rate, cendol, dan share. Terima kasih sudah mampir.

emoticon-terimakasihemoticon-terimakasihemoticon-terimakasih

Penulis: @darmawati040
djibrani
bungamempesona
mincli69
mincli69 dan 27 lainnya memberi reputasi
28
7.7K
104
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
#28
Part 2
"Loh, Mas, Mbak? Kalian dari mana? Maksudnya, naik lewat mana?" tanya Dhika spontan saat melihat keempat pendaki yang muncul tiba-tiba.

"Dari pos dua," jawabnya singkat.

Dhika melirik rekan-rekannya satu persatu. Namun, mereka sama herannya. Setahu mereka, tidak ada pendaki lain saat mereka naik. Hanya ada beberapa pendaki yang turun. Dhika memandang tajam ke arah Fandy, mencoba memberinya kode, apakah yang ada di depan mereka itu manusia atau bukan. Fandy hanya menggeleng dengan wajah yang tampak takut.

"Kami lihat, kok, kalian saat istirahat di pos dua tadi. Kami duduk di tenda dekat warung," jelas salah satu dari empat pendaki tersebut.

"Begitu, ya, Mas? Mungkin kami memang tidak melihat kalian, Mas," ujar Dhika masih keheranan.

"Di bawah masih ada teman-temannya, kan? Kami lihat ada salah satu dari mereka yang kakinya keseleo tadi," kata yang perempuan.

Mendengar hal itu, Dhika dan kawan-kawan merasa lega. Rupanya yang sedang bicara dengan mereka benar-benar pendaki. Secara, sebelumnya Panca mengabarkan kalau Shasa keseleo.

"Jadi beneran ya, Mbak? Tadi nemu teman-teman kami juga? Itu yang keseleo temanku, Mbak. Oh, ya, waktu mbak dan mas naik, mereka sudah sampai mana?" Panjang lebar Mira bertanya.

"Ditanjakan Asu. Paling mereka bentar lagi sampai. Ada teman kami juga yang sama mereka," jelasnya lagi.

"Ha? Kok bisa? Kenapa nggak bareng kalian, Mbak?" Kali ini Fandy bersuara.

"Iya, kok, malah ditinggal sama rombongan lain, Mbak?" timpal rekan-rekan Dhika.

"Bukan ninggalin, mereka sendiri yang mau bareng sama pendaki di bawah. Kami disuruh nunggu di Alas Lali Jiwo," jelasnya lancar.

"Emang Mbak dan Mas naik berapa orang?" tanya Dhika.

"Enam orang, Mas. Jadi yang dua masih di bawah, kami diminta nungguin di sini" ujarnya. Namun, kali ini wajah mereka tampak sedih.

"Tapi, Mas, serius dua teman Mas bareng teman-teman kami yang di bawah?" Dhika tampak curiga.

Tidak mungkin menyuruh temannya menunggu di Alas Lali Jiwo. Secara, Alas Lali Jiwo terkenal angker. Pikir Dhika. Yang lain juga mulai ketakutan dan saling pandang. Kecuali Mira. Mira bersandar di pohon.

"Mas, kalau mau naik, naik ajah. Biar mbak ini sama kami saja. Lagian, teman kami juga masih sama mereka di bawah," Pendaki perempuan dengan carrier warna kuning menunjuk ke arah Mira.

"Hah? Serius, Mbak, kalian juga mau nunggu di sini?" tanya Mira antusias.

"Mir?" Dhika memberi isyarat dengan gelengan kepala.

"Kenapa, sih, Mas? Mereka mau nunggu temannya juga di sini. Jadi nggak apa-apa, kan?" Mira mulai ngotot.

"Tenang saja, Mas. Ini wilayah kami, kok. Jangan khawatir," kata salah satu dari empat pendaki itu.

"Enggak, Mas, Mbak. Kami akan menunggu bersama, kalau tidak, semua temanku harus ikut naik bersamaku," ujar Dhika tegas.

"Mas Dhika! Please, deh! Biarin gue di sini, napa?!" Mira berulah.

"Jangan khawatir, Mas. Temannya aman sama kami. Kalian ke pos 3 saja duluan. Nyari space tenda." Empat pendaki itu terus mendesak Dhika untuk meninggalkan Mira.

Dhika melirik Fandy. Fandy tidak ingin berdebat dengan Mira. Jadi, ia hanya mengangguk tanda setuju Mira dibiarkan menunggu bersama empat pendaki tersebut. Namun, Dhika masih ragu, ia kembali menoleh ke rekan-rekan yang lain satu per satu. Mereka juga setuju. Lagi pula Mira ingin menunggu Shasa.

Dhika kembali berpikir, ada benarnya juga ia ke pos 3 lebih dulu. Supaya bisa mendirikan tenda untuk teman-temannya yang di bawah juga. Jadi ketika mereka sampai, rombongan 2 bisa langsung istirahat.

"Okay, baiklah. Saya titip temen saya, ya, Mas, Mbak," kata Dhika sedikit berat.

"Susah emang kalau undah bestie-an. Makasih, ya, Mas, tolong jagain temen kami sampai rombongan bawah sampai," ujar Fandy dan menjitak pelan kepala Mira.

"Nggak apa-apa, Mas. Saya juga pasti kayak dia kalau ada teman yang sakit," balasnya sambil tersenyum dingin.

"Eh, Mas dan kawan-kawan asal mana, ya?" Dhika hampir lupa menanyakan asal mereka.

"Kami semua dari Tulungagung, Mas. Kami rombongan terakhir," jawabnya.

"Saya dari Banyuwangi, Mas. Nanti kalau udah di Pos 3, kita ngobrol-ngobrol lagi, ya?" Dhika berusaha ramah.

"Baik, Mas," balasnya dan tersenyum kaku.

"Kita duluan, ya, Mir. Bae-bae lu sama orang," ujar Dhika dan membelakangi Mira serta empat pendaki tadi.

Dhika dan kawan-kawan menyusuri hutan yang telah gelap. Suasananya begitu sunyi dan dingin. Tak ada suara hewan, tak ada suara angin, yang terdengar hanya suara napas masing-masing.

Sumber Gambar

"Hati-hati, Guys." Sesekali Dhika mengingatkan karena trek yang dilewati masih bebatuan.

Fandy yang berada paling depan merinding berkali-kali. Ia teringat akan perkataan mbahnya, bahwa, jika keadaan terlalu sunyi dan tenang, artinya ada makhluk lain sedang memerhatikan mereka.

Estimasi waktu yang awalnya sampai pos 3 (pondokan) sekitar pukul 21:00, akhirnya berubah jauh karena masalah Mira. Rombongan 1 sampai pos 3 hampir pukul 23. Hanya saja, Dhika merasa senang berada di Pondokan. Areanya cukup datar karena merupakan lokasi penyimpanan belerang. di sana juga terdapat rumah kecil penyimpanan belerang yang akan dibawa turun oleh penambang.

Selain areanya yang bagus, suasanya di pos 3 juga ramai. Dhika menyapa para pendaki yang terlihat sibuk mengeluarkan logistik serta memasang tenda. Fandy dan kawan-kawan pun sibuk memasang tenda. Mereka menyiapkannya untuk rombongan 2 yang mungkin kelelahan mengurus Shasa.

Tidak lama setelah pasang tenda dan istirahat, terdengar suara tapak kaki yang ramai datang dari bawah tempat mereka tadi mendaki. Dhika menghampiri secepat mungkin, berharap itu adalah rombongan 2. Sayangnya, pendaki itu hanya berjumlah 6 orang, dan bukan dari rombongan 2. Walkie Dhika dari tadi tidak berfungsi. Sehabis dari Alas Lali Jiwo, Dhika tak bisa menghubungi Panca.

Setelah melihat dengan jelas keenam pendaki yang baru datang, Dhika langsung bertanya,

"Mas, kalian rombongan terakhir, kan? Yang dari Tulungagung?"

"Iya, kami yang terakhir. Kami lihat di bawah ada satu rombongan lagi. Sekitar 12 atau 13 orang," sahut yang paling depan.

Dhika terdiam sejenak. Mencoba memahami. Bukankah tadi yang 4 orang di Alas Lali Jiwo dua kawannya naik bareng rombongan 2? Kenapa sekarang malah bilang melihat?artinya dua orang ini jalan lebih dulu?

"Teman mas yang tadi juga sudah bersama rombongan di bawah," seru yang paling belakang. Dia adalah salah satu yang ditemui Dhika di Alas Lali Jiwo.

"Terus, mereka di mana, Mbak, Mas? Kok nggak sampai bareng-bareng?" tanya Dhika lagi.

"Masih di bawah, kaki temannya ada yang bengkak, sebentar lagi pasti nyampe," jawabnya kemudian melewati Dhika begitu saja.

"Okay, makasih," kata Dhika dan mengarahkan senternya ke arah datangnya 6 pendaki tadi. Tak ada tanda-tanda munculnya rombongam Panca.

Dhika kembali ke tenda dan menyiapkan makanan dan teh buat Mira dan kawan-kawan. Sesekali pandangan Dhika mengarah ke salah satu tenda yang berdekatan dengan rumah kecil.

Oh, mereka bikin tenda di sana ternyata batin Dhika.

Sekitar pukul 11:30, rombongan 2 akhirnya sampai. Kaki Shasa terlihat bengkak.

"Eh, gila, lama banget lu, Ca?!"

"Gak lihat, lu, Dhik?" Panca menunjuk ke arah Shasa.

"Eh, gimana? Udah ketemu ama bestie lu? Rese banget dia. Ngotot bener nungguin lu," oceh Dhika tanpa memerhatikan jumlah rombongan 2.

Panca yang baru hendak melepas carriernya dari punggung, seketika berhenti. Begitu juga dengan Shasa yang sedang melepas sepatu.

"Apa? Maksud lu apa, Dhik, nanyain Mira ke kita? Dia kan sama lu, kenapa jadi sama kita?" ujar Panca kaget.

Sementara Shasa masih kebingungan.

"Bentar! Mas Dhika ninggalin Mira? Di mana?" Shasa mulai panik.

"Enggak, gue nggak ninggalin. Tadi dia maksa nungguin lu sama empat pendaki lain di Alas Lali Jiwo," jelas Dhika.

"Gila, lu, Dhik! Nggak ada siapa-siapa tahu?! Kita yang terakhir." Panca panik dan melihat sekitar. Berharap Mira ada bersama mereka.

"Dhik, Mira mana, Dhik? Kenapa lu tinggalin, bodoh?!" Panca menghardik karena takut Mira hilang.

Shasa mulai menangis. Rekan dari rombongan 1 dan 2 berkumpul. Dhika mulai menceritakan pertemuan di Alas Lali Jiwo bersama 4 pendaki yang membawa carrier sobek dengan wajah sedikit pucat.

"Sumpah, Dhik, gue dan teman-teman nggak ketemu satu pendaki pun. Apalagi enam?" ujar Panca.

"Tanya mereka semua!" lanjut Panca.

"Enggak ada satu pun. Yang terakhir ya kita," jelas rekan rombongan 2.

"Ada, kalian kalau nggak percaya, ayok, ikut gue ke tenda mereka!" ujar Dhika.

Sesampainya di area dekat rumah kecil, tenda yang tadi dilihat Dhika, hilang begitu saja. Tak ada siapa-siapa di sana.

Panca menatap Dhika, tajam.

"Sumpah, Ca, enam pendaki itu bangun tenda di sini tadi," jelas Dhika serius.

"Terus mana? Mana pendaki itu?"

Semua rekan panik. Shasa terus menangis, Fany dan 3 perempuan lainnya berusaha menenangkan. Namun, Shasa terus saja menangis dan panggil nama Mira lirih.

"Terus, Mira ke mana, Ca? Ah, bodoh! Kenapa gue ninggalin dia tadi?!"

Dhika merasa bersalah. Dengan perasaan sedih dan pikiran yang kacau, mereka memeriksa area sekitar. Berharap Mira muncul. Di tengah kepanikan itu, seorang bapak-bapak berseru,

"Temannya hilang, ya?"

"Iya, Pak, bisa tolong bantu kami?" reflek Dhika menjawab.

"Tenang, besok pagi juga bakal ketemu. Dia sedang tour bersama penghuni sini," ucapnya santai.

Dhika, Panca dan kawan-kawan semakin panik. Bagaimana jika Mira hilang dan tidak ditemukan?


Bersambung ...

Tunggu Part 3 nya, ya, Gansist. Jangan lupa rate, cendol, and share. Terima kasih sudah mampir emoticon-terimakasih

Penulis: @darmawati040
pulaukapok
bungamempesona
mincli69
mincli69 dan 24 lainnya memberi reputasi
23
Tutup