Masih ada nggak yang ingat dengan kasus Hambalang tahun 2010? Rasanya sulit untuk melupakan kasus sebesar itu karena proyek super besar malah berakhir menjadi candi prasejarah. Jutaan rakyat marah, tentu saja, tetapi kemarahan mereka meredam akibat sebuah kasus yang lebih mengguncang. Kasus apa? Yep, kasus video porno Ariel-Luna-Cut.

Saya yakin Anda semua masih ingat dengan kasus ini (atau masih punya videonya?), kasus ini benar-benar heboh sampai-sampai presiden SBY sendiri mengomentari kasus ini. Berkatnya kasus Hambalang pun menjadi masa lalu. Tidak sepenuhnya terlupakan tetapi masyarakat menjadi lebih fokus mencari video dibanding membahas Hambalang.



Mengapa seorang setingkat presiden ikut sibuk mengomentari video porno? Entahlah, kebenarannya tak ada yang tahu. Meski demikian teori konspirasi yang tersebar adalah semua itu merupakan pengalihan isu untuk meredam guncangan di negara ini. Berkat begitu banyak orang yang lebih tertarik mengurus video tersebut, demo-demo Hambalang pun setidaknya berkurang. Inilah yang disebut sebagai pengalihan isu.

Dan tampaknya praktek pengalihan isu masih terus berlangsung hingga sekarang. Meski tak banyak kasus yang bisa menyaingi video bokep artis namun pengalihan isu masih bisa dilakukan jika banyak orang mencoba untuk terus menyundul kasus tersebut. Orang-orang inilah yang biasa kita sebut sebagai buzzer.



Dalam perang politik modern keberadaan buzzer sudah menjadi rahasia umum, beberapa buzzer bahkan mengakui peran mereka secara terang-terangan. Selain mencoba menutup-nutupi suatu kasus mereka juga sering kali muncul untuk membela siapa pun yang membayar mereka saat ada berita jelek tentang orang tersebut.
Tapi memangnya seberapa efektif suara seorang buzzer dalam mendongkrak reputasi seorang politikus?

Pernah dengar tentang cuci otak? Metode cuci otak tidaklah dilakukan dalam waktu singkat seperti mencuci baju dan langsung kering setelah dijemur semalaman. Cuci otak memakan waktu yang lama dengan metode yang perlahan-lahan agar bisa sukses merubah keyakinan seseorang dari yang awalnya menyukai A jadi membenci A. Pertama satu fakta buruk tentang A akan disajikan dan kemudian dua fakta, tiga fakta, empat fakta. Setelah fakta maka opini akan disajikan dengan data yang masuk akal. Opini-opini itu pun akhirnya berkembang dan meracuni pikiran seseorang.



Apakah hal tersebut benar-benar bisa terjadi? Ya, mungkin sekali.

Saat saya pertama memasuki dunia per-meme-an, saya sama sekali tak punya urusan dengan K-Pop dan idol-idol Korea namun setelah berdiam di sana cukup lama saya mulai sering menyebut para idol itu ‘plastik’ dan sebutan-sebutan semacam itu. Kapan itu bermula? Saya sendiri tak tahu. Mungkin karena melihat meme seperti itu setiap hari membuat alam bawah sadar saya menganggapnya sebagai kebenaran.



Satu komentar mungkin terlihat kecil, satu thread bisa saja terabaikan, namun jika dilakukan dengan konsisten oleh banyak orang maka penggiringan opini adalah hal yang mudah saja terjadi. Karena itulah para politikus yang benar-benar niat untuk maju di pilpres 2024 harus menyewa buzzer sebanyak-banyaknya. Di jaman sekarang menghabiskan waktu di sosial media sudah menjadi kewajiban bagi sebagian orang dan karenanya strategi kampanye pun perlu untuk terus berkembang.

Dan sisanya akan bergantung pada diri Anda sendiri. Sanggupkah Anda mempertahankan pola pikir yang sehat di tengah komunitas yang begitu toxic?

Sekian dari saya mari bertemu di thread saya yang lainnya.