adnanamiAvatar border
TS
adnanami
Mencintai Duda Kampungan (18+)
Mencintai Duda Kampungan




Dulu aku selalu berpikir bahwa pria berstatus duda bukanlah seseorang yang pantas untuk dijadikan pendamping. Namun sayang, kenyataan hidup membawaku pada kisah yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Tuhan mempertemukan aku dengan Reza Yoga, teman lamaku yang sudah empat tahun terakhir menghilang entah kemana. Kita bertemu di kereta tujuan Bandung - Jakarta di gerbong nomor 4.

Pagi itu, aku duduk di bangku 4 A dengan memakai setelan jas warna abu - abu aku duduk seorang diri. Di stasiun selanjutnya, kereta ini berhenti. Naiklah seorang pria muda bermasker dan duduk tepat di depan seatyang kutempati.

Pria ini memakai sepatu panthofel hitam, senada dengan celananya dan juga jas outer warna cokelat muda. Kutatap wajahnya yang hanya terlihat area mata yang ditutupi kacamata bening. Aku seperti tidak asing dengan bentuk matanya yang sipit itu.

Aku mengabaikannya, "sepertinya hanya mirip, " pikirku.

Tak disangka telepon genggam pria itu berdering. Dia mengangkatnya dan berbicara dengan seseorang yang sepertinya adalah bosnya. Kudengar suara itu. Sepertinya aku mengenalinya.

Aku menampik batinku yang seolah - olah mengenal pria di depanku. Tiba - tiba perutku berbunyi.

Kruuuuk....

Ah, aku lapar. Memang, tadi belum sempat sarapan karena harus mengejar jadwal keberangkatan kereta ini pada pukul 6 pagi. Untungnya aku membawa roti di dalam tas jinjingku yang berwarna cokelat ini.

Kukeluarkan roti demi mengganjal perutku yang sudah keroncongan. Kusobek bungkusnya dan kubuka maskerku. Belum sempat aku melahapnya, pria di depanku sudah memanggil namaku dengan benar.

"Nindy?" tanya pria bermasker itu.

Aku ternganga, tak jadi menggigit roti itu. Melihat ke arah pria di depanku dan bertanya, "Siapa ya?".

Pria ini membuka maskernya. Di balik masker itu tersungging senyum lebar yang tulus. "Aku Reza, masih ingat kan?" tanyanya padaku.

Aku tak percaya, ternyata dia teman lamaku semasa sekolah. Wajahnya kini telah berubah banyak. Pipinya yang dulu mulus kini telah ditumbuhi jambang, kumis dan brewok yang cukup tebal.

"Hai? Ya ampun, aku nggak tau lho kalau ini tadi kamu. Aku masih inget lah! Dulu kan kita pernah duduk satu bangku," ucapku sambil kemudian menggigit roti yang sudah dari tadi aku ingin lahap.

Reza banyak bercerita dan bernostalgia soal masa lalu kita saat masih duduk sebangku. Lalu tibalah pada satu percakapan mengenai statusku.

"Kamu sudah nikah?" tanya dia penasaran.

"Belum, kamu?" kataku balik bertanya.

"Aku baru saja menikah bulan Maret tahun lalu... tapi sekarang sudah duda," kata Reza.

"Whattt duda?" kataku dalam hati.

Obrolan kita lalu terhenti ketika Reza akan turun di stasiun selanjutnya, kita sudah saling bertukar nomor Whatsapp. Sejak hari itu, kita kian dekat dan aku tak bisa mengontrol hatiku.

Hati yang konon kata pria yang telah mendekatiku sangat kolot dan susah untuk dimasuki... Hati yang sudah diukir oleh luka karena ulah para lelaki. Tapi kini, aku tak kuasa mengendalikan jalannya hati ini.

Mulanya biasa saja tapi intensitas komunikasi yang sering diiringi dengan lelucon recehnya yang sangat menghibur, membuatku tak berhenti memikirkan dia, Reza Yoga.

Bersambung...
Bab 2: Permintaan Random pada Tuhan
Bab 3: Bahas Nikah dengan Duda
Bab 4: Flash Back
Bab 5: Istikharah Cinta
Bab 6: Kepastian yang Ditunggu
Bab 7: Ajakan Tidur Sekamar
Bab 8: Rayuan Maut Buaya Darat
Bab 9: Test Drive
Bab 10: Pendapat Ibu

Bab 11: Alergi Masuk Mall
Bab 12: Backstreet
Bab 13: Mencari Alamat dan Kebenaran
Bab 14: Balas Budi Orang yang Didoakan
Bab 15: Tes Kejujuran
Bab 16: Restu Ibu
Bab 17: Antara Aku, Adit dan Reza
Bab 18: Teman Adit yang Kepo
Bab 19: Pacar Adit
Bab 20: Double Date

Bab 21: Klarifikasi Nindy
Bab 22: Rahasia Sovia Terbongkar
Bab 23: Perasaan Adit
Bab 24: Kisah Nindy dan Reza yang Ingin Diketahui Bobby
Bab 25: Video Bobby Viral di Mess TNI
Bab 26: Ucapan Selamat dari Adit
Bab 27: Kemesraan di kolam renang
Bab 28: Titip Rindu buat Ayah
Bab 29: Ciuman Perpisahan
Bab 30: Siapa Temennya Adit?

Bab 31: Bahas Mantan dengan Gebetan, Ketahuan Pacar
Bab 32: Pacar Ngambek... Eh Malah Ketemu Mantan
Bab 33: Sisa Rasa untuk Mantan
Bab 34: Ketika Mantan, Kekasih dan Gebetan Tinggal di Satu Atap yang Sama
Bab 35: Kencan dengan Bobby Naik Motor Mantan Pacar
Bab 36: Cinta Segitiga di Bandara
Bab 37: Ketahuan Pelukan
Bab 38: Meluluhkan Hati Mama Demi Restu
Bab 39: Tawaran Perjodohan
Bab 40: Kecelakaan Tak Terduga

Bab 41: Malaikat Penolong
Bab 42: Kedok Sang Mantan
Bab 43: Kebohongan Reza yang Tercium Oleh Budenya
Bab 44: Peringatan Calon Mertua
Bab 45: Nama Gadis yang Sama di Dalam Hati Dua Pria
Bab 46: Ditolak Calon Mertua, Diterima Ortu Gebetan
Bab 47: Mempertaruhkan Nasib di Bandung
Bab 48: Patah Hati Terhebat
Bab 49: Pulang dengan Air Mata
Bab 50: Hubungan Kandas

Bab 51: Pria Berseragam TNI di Depan Rumahku
Bab 52: Pak Darmo Pengen Punya Menantu
Bab 53: Reza Disidang Bapaknya
Bab 54: Respon Adit
Bab 55: Pak Darmo Cari Istri Apa Calon Mantu?
Bab 56 : Rahasia Duda Kampungan
Bab 57 : Jodoh untuk Adit
Bab 58 : Yang Lama Terpendam Akhirnya Diungkapkan
Bab 59: Gara - Gara Bubur Ketan Hitam
Bab 60 : SIKAT!!!

Bab 61: Sandiwara Adit
Bab 62 : Peningset Nindy
Bab 63 : Malam Mingguan dengan Duda Kampungan
Bab 64 : Godaan Menjelang Pertunangan
Bab 65: Diculik Duda Kampungan
Bab 66: Nindy Dibawa Kemana?
Bab 67 : Diajak Sewa Kamar Lagi
Bab 68 : Adit dan Firasat Cintanya
Bab 69 : Musuh dalam Selimut
Bab 70 : Tukar Jodoh si Adik Kakak

Bab 71 : Teka - Teki Dekorasi Lamaran
Bab 72 : Obrolan Renatta dan Anang
Bab 73 : Pacar Baru Duda Kampungan
Bab 74 : Jodoh untuk Masing - Masing Kita
Bab 75 : Who is Mr.S?
Bab 76 : Menyusul Calon Suami dan Diawasi Seseorang
Bab 77 : Mencuri Start Sebelum Malam Pertama?
Bab 78 : Ada Hati yang Teriris di Balik Wajah Kawan yang Meringis
Bab 79 : Teka - Teki Cinta
Bab 80 : Keraguan yang Datang tanpa Permisi

Bab 81 : Kehidupan Pria yang Mengintai Nindy
Bab 82 : Antara Sop Buah, Jodoh Seiman dan Adik Tirinya
Bab 83: Alhamdulillah SAH
Bab 84 : Teriakan di Malam Pertama
Bab 85 : Nikmatnya Malam Kedua
Bab 86 : Nasib 2 Wanita yang Menjalani Hubungan dengan Duda Kampungan
Bab 87 : Pamit ke Mantan dan Kenangannya
Bab 88 : Sisa Rasa di dalam Hati Mantan Pacar
Bab 89 : Terpikat Tutur Si Duda Kampungan
Bab 90 : Tidak Ada Fuckboy yang Bisa Dipercaya

Bab 91 : Kehamilan Halal dan Haram
Bab 92: April Ketahuan Hamil, Adrian Tak Tinggal Diam
Bab 93: Gara - Gara Tespack Garis Dua
Bab 94: Karma untuk Duda Kampungan
Bab 95 : Pembalasan Dendam April
Bab 96 : Tangisan Hati sang Duda Kampungan
Bab 97 : Neraka untuk Reza
Bab 98 : Vonis Hakim yang Dinantikan April
Bab 99: Sang Duda Insecure
Bab terakhir : Sang Dewa (TAMAT)


Follow instagram TS @_adnanami untuk mendapatkan update terbaru thread SFTH ini
Diubah oleh adnanami 13-09-2022 03:42
zenzeiokta
irvansadi
pintokowindardi
pintokowindardi dan 70 lainnya memberi reputasi
67
77.5K
1.7K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
adnanamiAvatar border
TS
adnanami
#81
Antara Aku, Adit dan Reza
Malam harinya

Kulihat DM Instagramku, Adit tidak mengirim pesan apapun. Aku jadi bertanya - tanya apakah titipanku sudah sampai ke tangannya? Takutnya orang yang bernama Deni tadi lupa memberikan padanya.

Aku akhirnya DM Adit:

"Halo Dit... tadi aku nitip sesuatu buat kamu ke orang ini. Udah dikasih ke kamu belum?" ketikku sambil mengirimi foto Deni si sekuriti bandara tadi. 

Adit tak kunjung membalas...

Saat pagi, Adit baru membalas pesanku:

"Oalah... sampean mbak yang ngasih? Aku nggak kepikiran, kukira orang salah kirim. Makasih ya mbak, udah dikasih kok ke aku. Skrg di Palembang?"

"Sama-sama Dit. Iya skrg di Palembang," jawabku.

"Acara apa?" tanya Adit.

"Tugas, Dit, itu oleh- olehnya buruan diabisin ya... soalnya lumpia Semarangnya cuma bisa bertahan seminggu, aku belinya udah kemarin soalnya" kataku.

"Siap mbak, makasih banget lho sekali lagi," kata Adit.

"Oke, Dit," jawabku.

Aku memberi Adit oleh - oleh hanya sebagai tanda terimakasih karena dia mau membantuku memecahkan rahasia yang selama ini kucari. Aku juga tidak mau terlalu dekat dengannya karena tidak ingin berhubungan dengan apapun yang menyangkut Reza Yoga lagi.

***

Selesai liputan, aku dan temanku balik ke hotel. Beristirahat sejenak di sana sambil menunggu adzan Maghrib.

"Ndy, habis ini keluar yuk! Ini ada kafe viral di deket sini. Pengen nyobain suasananya aja," ajak Renatta.

"Boleh, nunggu habis Maghrib aja kalo gitu," kataku.

Setelah Maghrib, kita jalan kaki ke kafe viral yang tak jauh dari hotel tempat kita menginap. Ternyata tempatnya sangat ramai.

Ada live music-nya dan tempatnya cukup instagrammable. Di lantai satu penuh. Akhirnya kita ke lantai dua. Tak kusangka di deretan meja dan kursi itu, ada Adit.


ilustrasi Adit


Saat aku duduk di kursi kosong yang tak jauh dari tempat duduk Adit, tiba - tiba kita saling bertemu pandang. Aku pun tersenyum. Adit dari kejauhan ikut melemparkan senyuman, dia menghampiri mejaku.

Dia menjabat tanganku dan entah kenapa jantungku berdegup lebih cepat. Gila... kok bisa - bisanya deg - degan begini? Ama Reza aja enggak, kok ini ama dia yang aku ga terlalu kenal bisa gini? (batinku).

"Mbak Nindy?" tanya Adit sambil menjabat tanganku.

"Hai... Adit? Nggak nyangka ya bisa ketemu disini... padahal nggak janjian hehehe," kataku sambil tersenyum.

Renatta melihatku sambil bertanya berbisik, "Siapa?".

Aku tak menjawab karena masih sibuk ngobrol dengan Adit. Kita mengobrol ringan sambil menyantap makanan yang kita pesan.

Tiba - tiba obrolan ringan itu beralih ke topik mengenai hubunganku dengan Reza Yoga. Renatta yang mengetahui hal itu, langsung merasa tak enak sendiri. Dia izin mau ke toilet dan ternyata diam - diam balik ke hotel.

"Gimana sama Mas, Mbak?" tanya Adit.

"Gimana apanya?" tanyaku.

"Ya, udah diterima belum. Katanya mau istikharah," tanya Adit lagi.

Aku menjawab: "Sebenernya aku udah nerima dia sejak lama, Dit. Awalnya aku yakin, tapi makin ke sini makin dibikin ragu sama sikapnya".

"Kenapa ragu?" kepo Adit.

"Ya sikapnya meragukan, diajak keluar buat main nggak pernah mau, dia itu kayak nyembunyiin aku gitu lho dari orang - orang terdekatnya, makanya aku mikir kalo aku cuma selingkuhan sampe nanya - nanya ke kamu kemarin," kataku.

Adit menjelaskan bahwa dia hanya mengatakan apa yang dia tau. Sebuah kebenaran yang tidak dia tutup - tutupi.

"Aku makasih banget ya Dit, kamu udah mau jawab pertanyaanku kemarin. Kalo nggak.. aku nggak tau deh jadi apa sekarang. Aku pasti bakal ambil keputusan yang salah kalo aja kamu nggak ngasih tau kemarin. Sekarang... aku udah nggak sama Masmu lagi," ceritaku ke Adit.

"Sebenernya aku nggak maksud membuat hubungan kalian renggang, Mbak!" kata Adit menimpali.

"Iya aku tau, Dit. Tapi ini udah jadi keputusanku. Seperti yang udah aku bilang, aku nggak mau jadi orang ke-3, istri ke-2 atau cuma di PHP-in, kamu liat deh chat ini!" kataku sambil menyodorkan HP ku ke Adit.

"Masak, orang niat serius ngajaknya begini... (kutunjukkan chat saat Reza ngajak tidur sekamar di Jogja)".

Muka Adit terlihat kaget melihat kelakuan kakaknya. Dia juga sepertinya malu kepadaku. Dia tau seperti apa kakaknya, sudah paham juga karakternya kayak apa karena tinggal seatap dari kecil.

Tiba - tiba Renatta telepon saat HP ku ada di tangan Adit. Adit kemudian menyerahkan ponsel itu kepadaku.

"Ada telepon, Mbak."

"Halo, Ren... kenapa? kok nggak balik - balik sih dari toilet?" tanyaku.

"Iya, gue cuma mau bilang kalo gue udah balik ke hotel, sorry ya!" kata Renatta.

"Jadi gue ditinggal sendiri nih? Ntar gue pulang jalan sendirian dong... diih manah jalannya gelap lagi, ya udah deh..." kataku sebal.

"Iya, sorry. Habisnya lo bahas privasi sih, ya gue pulang lah...," kata Renatta memberi alasan.

"Oke lah, terpaksa deh ini ntar gue balik jalan sendiri," kataku.

Telepon pun kuakhiri. Adit sambil mengunyah kentang goreng bertanya, "Mau kuanter Mbak, pulangnya?"

"Ngrepotin kamu jadinya, Dit," kataku.

"Nggak repot kok," kata Adit.

Tanpa terasa aku sudah 3 jam ngobrol panjang lebar dengan Adit di kafe ini. Teman - teman Adit dari meja lain menyusul ke mejaku.

"Bro... balik yuk!" kata seorang cowok dengan menepuk pundak Adit.

"Duluan aja bro...," kata Adit mempersilahkan temannya untuk pulang duluan.

Aku kemudian berjalan ke parkiran bersama Adit. Pas dia berdiri di sebelahku, aku bergumam dalam hati: "Gila'... tinggi dan gagah banget ini anak, deg - degan lagi kan gue... duh!"

Dia menghidupkan mesin motor Satria FU miliknya. Dia menyuruhku naik ke atas motornya.

"Naik, mbak! Ini dianter kemana?" tanya Adit.

"Ke Airish Hotel," kataku.

"Ohhh nginep di situ? Itu sih deket sama Bandara... tiap pagi aku lewat depan situ. Sampe kapan rencananya di Palembang, Mbak?" tanya Adit sambil mengendarai motornya.

"Sampe minggu depan, sih," jawabku.

Motor Adit sudah sampai di depan hotel, dia menurunkanku di dekat Lobby. Aku turun dan mengucapkan terimakasih padanya.

"Makasih ya Dit! ngrepotin jadinya," kataku sambil tersenyum.

Adit dengan senyuman yang ikhlas menatapku dan berkata, "Nggak apa - apa, aku langsung balik ya mbak?"

Dia menjabat tanganku lagi. Jantungku kembali berdesir dan berdetak lebih kencang lagi.

"Iya Dit, hati - hati ya!" kataku.

Senyumannya tak bisa hilang dari ingatanku. Pesonanya bener - bener damage banget.

Adit pun melaju pelan menjauh dari tempatku berdiri. Tak kusangka malam ini bisa terjadi pertemuan tak terduga semacam ini.

***

Di hotel

Renatta: "Eh udah balik!"
Aku: "Ih... gue ditinggalin"
Renatta: "Iya sorry... dia tadi siapa sih? ganteng sumpah!"
Aku: "Dia itu Adit, adeknya Reza"
Renatta: "Seriusan lo? Reza pacar lo yang duda itu? yang nyebelin itu?"
Aku: "Iya lah... Reza siapa lagi?"
Renatta: "Mendingan lo sama adeknya aja daripada ama abangnya!"
Aku: "Jangan ngawur deh kalo ngomong! Mustahil anjirrr"

Bersambungke Bab 18
Diubah oleh adnanami 19-04-2022 11:42
mamaproduktif
piaupiaupiau
v3ah1307
v3ah1307 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Tutup