Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Membaca Gelagat RI Di Tengah Desakan Barat Boikot Putin di G20


Indonesia memilih abstain dalam resolusi PBB untuk menangguhkan status keanggotaan Rusia di Dewan HAM. (Foto: AFP)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presidensi Indonesia di forum negara kelompok 20 atau G20 menjadi sorotan di tengah invasi Rusia ke Ukraina.
Sejak Presiden Vladimir Putin melancarkan "operasi militer" ke Ukraina, banyak negara terutama Amerika Serikat dan sekutu mengutuk keras invasi Rusia serta menjatuhkan serangkaian sanksi hingga boikot guna mengisolasi negeri beruang merah.

Negara Barat pun kelimpungan mencari cara agar Rusia menghentikan agresinya ke Ukraina yang sudah berlangsung 1,5 bulan dan belum menunjukkan akan mereda.

Tekanan terhadap Rusia pun meluas dari sanksi ekonomi, embargo di berbagai sektor, dan kini Barat berupaya mengucilkan Moskow dari berbagai lembaga dan forum internasional, termasuk G20.

Amerika Cs telah mendesak Rusia ditendang dari keanggotaan G20. Alih-alih menciut, Rusia malah menyatakan sang presiden, Putin, akan hadir di pertemuan puncak G20 di Bali pada akhir Oktober mendatang.

Karena G20 tahun ini dipimpin oleh Indonesia, negara Barat sudah mewanti-wanti Indonesia soal keberatan jika Rusia masih diundang dalam rangkaian pertemuan forum tersebut.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, bahkan blak-blakan tak mau satu ruangan dengan Putin di KTT G20 nanti. AS juga mengancam tak akan hadir di G20 jika masih ada delegasi Rusia di forum tersebut.

Terlepas dari desakan Barat untuk mengucilkan Rusia di G20, Indonesia belum mengambil keputusan soal kehadiran delegasi negeri beruang merah, terlebih Putin, di G20.

Pekan lalu, juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika sekaligus tim jubir pemerintah untuk G20, Dedy Permadi, mengatakan Indonesia perlu hati-hati menyikapi konflik Rusia vs Ukraina sebagai ketua kelompok itu.

Meski begitu, Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Program Prioritas, Dian Triansyah Djani, pada Maret lalu mengatakan Indonesia sejauh ini akan tetap mengundang seluruh anggota G20, termasuk Rusia, sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawab ketua forum.

Merespons sikap Barat yang tampak kecewa, Anggota DPR Komisi I fraksi Partai Demokrat, Rizki Natakusumah, menilai diplomasi Indonesia telah gagal menyikapi konflik Rusia vs Ukraina sebagai Presiden G20.

"Ada failure of diplomacy (Kegagalan diplomasi) dari negara kita yang belum dapat meyakinkan (negara anggota). Nggak usah ngomong juga orang sudah tahu Rusia vs Ukraina. Banyak hal lain yang menjadi awal sebuah dialog," kata Rizki dalam diskusi yang berlangsung di Cikini pada Selasa (5/4) lalu.

Ia kemudian menyentil Kementerian Luar Negeri yang seharusnya bisa lebih proaktif dalam menyuarakan pesan-pesan perdamaian dan menggalakkan diplomasi.

Apakah diplomasi Indonesia benar-benar gagal merespons konflik Rusia vs Ukraina?


Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menganggap terlalu jauh jika menyimpulkan diplomasi RI gagal menengahi dampak invasi Rusia ke Ukraina di G20.
"Indonesia tidak gagal tapi justru menjalankan presidensi dengan baik yaitu mengundang semua anggota," kata Hikmahanto kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (8/4).

Sementara itu, pengamat dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Achmad Ubaedillah, juga mengatakan hal serupa.

Ubaedillah menilai saling gertak dan saling ancam merupakan hal yang biasa dalam berdiplomasi.

"Belum bisa dikatakan gagalnya diplomasi RI. Masih ada waktu Menteri Luar Negeri RI Retno [Marsudi] dan jajaran diplomat RI untuk melakukan pendekatan dan lobi-lobi kepada negara Barat, sekutu NATO," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Jumat (8/4).

Indonesia selama ini menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif dalam, termasuk menghadapi konflik Rusia-Ukraina.

Bebas aktif, menurut Ubaedillah, yakni netral progresif dan tidak memihak blok mana pun. Namun, Indonesia harus tetap berusaha melibatkan diri dalam upaya perdamaian dan resolusi konflik.

Upaya yang bisa ditempuh RI dalam berdiplomasi, lanjut dia, bisa dimulai dari tingkat tinggi hingga menteri.

"Total diplomasi, presiden, Menlu dan jajarannya harus turun gunung untuk melobi semua pimpinan negara G20," kata Ubaedillah.

Ia menilai diplomasi baru bisa disebut gagal jika selama acara G20 tak ada utusan dari negara anggota yang hadir baik dari tingkat menteri hingga kepala negara.

Jika itu terjadi, Ubaedillah menganggap, dunia akan mencatat Indonesia sebagai presiden yang tidak bisa memaksimalkan peran untuk menciptakan perdamaian.

Ubaedillah juga menjelaskan, jika Rusia atau Barat absen dalam pertemuan G20, dampaknya tak terlalu signifikan bagi Indonesia.

"Dampaknya ada meskipun tidak banyak. Hubungan ekonomi terganggu saja. Terutama terkait dengan pengadaan suku cadang alat utama sistem pertahanan kita," jelas Ubaedillah.

Meski posisi Indonesia terjepit saat menjadi presidensi G20 ada upaya yang tetap bisa ditempuh.


Ubaedillah menyarankan agar RI mengundang semua anggota G20, meski kemungkinan besar Rusia tak datang, dan lobi-lobi yang lebih kencang.

"Perhelatan G20 tetap berjalan sesuai jadwal. Ini tantangan dan pertaruhan RI di hadapan dunia," kata dia.

Bayang-bayang Invasi Rusia di G20

Senada, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu, juga menilai diplomasi RI belum bisa disebut gagal.

"Belum bisa dikatakan gagal karena Indonesia belum mulai bergerak dengan diplomasinya menjangkau semua pihak," jelas dia saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Keputusan Indonesia mengundang Rusia, lanjutnya, bukan untuk pemerintahan Putin tapi bagi rakyat Negeri Beruang Merah.

"Jadi Rusia tetap diundang dan Indonesia tetap pegang teguh prinsip untuk recover together recover, stronger (Slogan G20 di bawah Presidensi Indonesia). Urusan Barat benci Putin bukan hirauan kita," tegas dia.

Menurut Aleksius, Presiden G20 bertugas memulihkan dunia dari krisis. Indonesia fokus saja ke tugas pokok dan fungsi selama menjadi tuan rumah dan ketua forum ini.

"Nanti Barat akan [melihat] kesungguhan kita untuk pulihkan dunia dari krisis. Biarkan Barat selesaikan sendiri urusannya dengan Putin," tegas dia.

Sementara itu, peneliti senior Center for strategic and International Studies (CSIS), Rizal Sukma, menilai pemerintah perlu memastikan negara anggota G20 justru fokus membahas solusi dari dampak perang Rusia-Ukraina, terutama dalam hal ekonomi.

Rizal menganggap dampak perang kedua negara itu tak bisa dianggap remeh. Misalnya, lonjakan harga komoditas mulai dari pangan hingga energi.

"Jika tidak ada komitmen untuk itu, sebaiknya Indonesia membatalkan saja G20 itu dan menyerahkan kepada ketua berikutnya," ujar Rizal dalam diskusi Rusia-Ukraina Konflik Rusia - Ukraina: Sanksi Ekonomi dan Implikasi Global, Regional dan Lokal pada Kamis (7/4).

Sebagai upaya diplomasi lebih lanjut Menlu Indonesia dikabarkan akan berkunjung ke Eropa. Dalam kunjungan itu mereka akan membahas G20 hingga peperangan Rusia vs Ukraina.

https://www.cnnindonesia.com/interna...utin-di-g20/2.

Tunjukan Indonesia bebas aktif lewat tidak terpengaruh barat ataupun timur emoticon-Big Grin
Beli minyak dari Rusia lewat Pertamina, tapi juga mengusahakan perdamaian.


Ngomong-ngomong PM Pakistan, Imran Khan, dilengserkan dan sepertinya berhubungan dengan relasi Pakistan-Rusia yang menghangat
https://dunia.tempo.co/read/1580451/...unjungi-moskow
https://www.kompas.tv/article/278717...hina-dan-rusia
Jangan sampai Presiden Jokowi selanjutnya terlebih ada beberapa minggu terakhir ada demo dengan berbagai isu emoticon-Big Grin
muhamad.hanif.2
madjoeki
tepsuzot
tepsuzot dan 2 lainnya memberi reputasi
3
2.4K
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
homies4lifeAvatar border
homies4life
#7
Aneh amat yang perang siapa yang sibuk siapa. Dikit2 boikot sana, sanksi sini, pakai nyuruh2 pula
jgc14arman23
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan jgc14arman23 memberi reputasi
2
Tutup