Namun, bagi mereka yang sadar akan keadaan di dalam hutan yang tidak bisa ditebak. Mereka akan menikmatinya. Mereka tidak akan menyesalinya dan mereka bahkan akan terus berjalan di dalam hutan dengan penuh kebahagiaan.


Analogi ini sama dengan saat sepasang kekasih saling memadu kasih. Mereka akan menggebu-gebu saat pertama kali bertemu. Mereka melihat keindahan masing-masingnya dari jarak yang sama sekali belum benar-benar dekat. Dalam hal ini, belum sampai hidup bersama dalam waktu yang lama. Belum pernah berhubungan yang lebih jauh lagi. Belum pernah mengetahui pikiran terliarnya. Belum tahu bagaimana saat mengobrol dengan kondisi masing-masingnya dalam keadaan marah.
Intinya, belum tahu banyak hal tentang orang yang kita puja tersebut. Namun, setelah menikah atau mungkin setelah merasakan semuanya tanpa menikah, bisa jadi ada rasa bosan muncul dalam diri seseorang. Bosan karena sudah mengetahui semuanya. Bosan karena sudah tahu kekurangannya. Bosan karena sifatnya yang mungkin sudah tidak cocok.


Dan rasa bosan ini biasanya muncul saat orang tersebut tidak benar-benar siap saat pertama kali menjalani hubungan mereka. Hubungan yang serius. Akhirnya jatuh pada kebosanan dan kehampaan dalam hubungan mereka. Kurang ada motivasi untuk membangun keluarga yang bahagia. Ujungnya adalah saat keluar melihat cewek putih dari jauh, makeup tebel, bajunya rapih, kelihatan pahanya mulus, udah kepincut. Si istri juga gitu, saat keluar melihat ada cowok ganteng, putih, bajunya rapih dan terlihat maco, jadi kepincut. Keluarga gak jelas arah tujuannya.


Masing-masing atau salah satu dari mereka jatuh karena ketidaksadaran bahwa dalam berkeluarga ada yang namanya seni "ngempet" atau menahan. Menahan diri untuk tidak egois, menahan diri untuk tidak curang, menahan diri dalam kesulitan, menahan diri untuk berlari menjauh dari keadaan yang tidak mengenakkan. Dan yang paling utama, menahan diri mulut agar bisa tetap tenang dan tidak mengeluarkan kata-kata serampangan.