Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

deni.kaAvatar border
TS
deni.ka
Smartphone Menjadi Pengasuh Anak di Era Digital
Quote:


Teknologi memang cepat sekali berubah dan berkembang, saya masih ingat sekitar 15 tahun lalu, saya hanya seorang anak yang polos. Menghabiskan waktu selepas pulang sekolah dengan bermain bersama teman sampai sore, terkadang kalau sedang ingin, saya akan pergi mengaji. Tetapi, kalau sedang "malas" saya lebih memilih membolos mengaji dan memilih bermain.

Waktu itu belum ada gawai alias smartphone, jadi hari-hari saya memang lebih banyak dihabiskan dengan bermain bersama teman-teman. Terkadang kalau pulang bermain terlalu sore, ibu saya akan memarahi dan mengomeli saya sepanjang waktu. Meski ibu saya dulu juga sibuk bekerja, beliau masih menyempatkan waktu untuk mengingatkan saya untuk pergi mengaji atau belajar, terkadang memarahi saya "jika terus-terusan pergi bermain setiap hari." Menurut saya itu bentuk perhatian ibu kepada anaknya, tetapi di era digital ini hal-hal seperti yang dilakukan ibu saya ini hampir jarang saya temui. Khususnya di daerah saya tinggal.

Saat ini anak-anak justru banyak meluangkan waktunya bersama gawai, dan orangtua pun seolah "bodo amat" dengan hal tersebut. Orangtua sibuk bekerja, sementara yang "mengasuh anak" adalah gawai alias smartphone. Hal ini merata dari pelosok desa sampai kota. Jangan salah, sekarang anak-anak desa pun sudah punya gawai, mulai dari milik pribadi sampai milik orangtuanya.

Lalu, bagaimana dengan di kota ? Bukankah ada pengasuh anak atau baby sitter ? Ya, memang masih ada gan sist. Tapi tahukah bahwa anak-anak yang diasuh baby sitter sekarang pun masing-masing sudah diberi smarthphone oleh orangtuanya. Atau terkadang anak-anak yang diasuh itu meminjam smartphone milik pengasuhnya. Terkadang juga baby sitter sendiri yang memberikan si anak asuhnya gawai, agar dia tidak rewel. Jadi, peran baby sitter di era digital ini sudah berkurang drastis.


Quote:



Bodo Amat

Pola pengasuhan anak yang kini diserahkan kepada smarthpone pun seolah menjadi kebiasaan, entah di kota atau di desa. Bahkan, di kota/wilayah perumahan yang lazimnya memakai jasa baby sitter pun, kini perlahan tugasn itu telah digantikan oleh sosok smartphone.

Di kota karena orangtua sibuk bekerja kantoran misalnya, mereka beralasan tidak punya waktu untuk mengurus anak. Dan dengan perubahan teknologi, mereka berpikir memberi smartphone ke anak adalah salah satu cara yang tepat. Sementara untuk urusan konten yang ditonton si anak mereka seolah "bodo amat." Selama si anak senang, mereka akan membiarkannya. Hal itu pun juga terjadi pada baby sitter-nya, dengan alasan si anak sudah terlanjur suka, maka mereka juga ikut membiarkan. Jad, tidak ada yang menjadi filter bagi si anak. Pola ini juga terjadi pada pengasuhan anak-anak di desa.

Biasanya anak-anak menonton apa yang ada di gawai mereka, bagi orangtua di kota, mereka biasanya memilihkan aplikasi yang sesuai untuk kebutuhan anaknya. Tapi hal ini dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang masih peduli dengan anaknya. Tapi lebih banyak yang "bodo amat."

Bahkan ada yang lebih parah lagi, ketika orangtua tidak punya cukup anggaran untuk membelikan si anak gawai sendiri. Maka si anak akan memakai gawai milik orangtua, maka yang ditonton adalah aplikasi yang niasa dipakai orangtuanya. Biasanya yang dionton adalah Tik Tok dan Youtube (kasus keponakan saya). Dan disini lah momen mengerikan itu teejadi.

Jika orangtua tidak mengarahkan anak untuk menonton tontonan yang benar-benar sesuai dengan usianya, maka anak-anak itu akan menganggap apa yang ada di dalam gawai orangtuanya adalah hiburan bagi mereka. Saya berikan contoh, jika orangtua menjadi subscriber Atta Halilintar atau Youtuber dewasa yang lain, maka yang muncul di beranda adalah konten milik Atta. Dan parahnya si anak pun dibiarkan menonton konten tersebut.


Quote:



Sebenarnya pembiaran itu merata pada anak-anak di zaman sekarang, di mana anak-anak dibiarkan menonton konten yang tidak sesuai dengan usianya. Hal ini juga terjadi pada keponakan saya. Suatu ketika saya berkunjung ke rumah kakak sepupu saya, kebetulan beliau punya usaha warung kelontong di rumahnya.

Dan saya bertemu keponakan perempuan saya, sebut saja namanya Bunga. Nah, si Bunga ini waktu itu sedang asyik menonton acara Youtube tentang kecantikan dan perawatan wajah. Saya pun bertanya-tanya apa dia mengerti apa yang sedang ditontonnya ? Saya yakin chanel Youtube itu adalah chanel yang diikuti sang ibu. Bunga memang anak perempuan, tapi terlalu cepat baginya untuk belajar tentang tata cara merias diri.

Dan kakak sepupu saya tidak bisa berbuat banyak atas perilaku anaknya, pernah suatu waktu gawainya hendak diminta oleh si ibu, tetapi Bunga menolaknya dan justru menangis. Bahkan Bunga sampai tidak mau makan jika tidak dipinjami gawai, miris. Tentu masih ada kasus lainnya yang lebih parah, dan apa yang ditonton anak bergantung pada apa yang dilihat orangtuanya di dalam aplikasi tersebut.


Begadang Tengah Malam

Ini juga masih dialami Bunga dan anak-anak lainnya gan sist. Jadi ada suatu cerita yang membuat saya miris, kakak sepupu saya bercerita jika tengah malam (sekitar jam 12) ia terbangun karena mendengar suara dari smarthpone miliknya. Dan ia mendapati Bunga tengah asyik menonton Youtube. Entah bagaimana caranya Bunga berhasil menguasai gawai itu, mungkin karena tidak ada kata sandi atau kode pengaman, jadi dia leluasa.

Sementara itu anak-anak di lingkungan tempat tinggal saya menghabiskan waktu sampai tengah malam, hanya untuk bermain game online. Rata-rata usia mereka SD, itu terjadi saat anak-anak belum diperbolehkan masuk sekolah. Mereka berkumpul di rumah teman mereka yang punya jaringa Wifi. Dan sialnya si pemilik rumah seolah membiarkan hal itu terjadi. Lagi-lagi "bodo amat", yang penting anak senang.


Yang Penting Anak Senang

Setelah "bodo amat", maka yang terakhir adalah yang penting anak senang. Sempat saya bertanya pada kakak sepupu saya, mengapa meminjamkan gawai pada anaknya ? Dan jawabannya adalah "yang penting anak senang." Hal ini yang menurut saya salah, waktu itu saya memberi sedikit saran dengan membelikan mainan anak. Seperti mainan masak-memasak atau boneka, kakak sepupu saya sudah melakukan hal itu. Tapi hasilnya sama saja, keinginan untuk memakai gawai jauh lebih besar.

Nah, pola pengasuhan ini yang sebenarnya sudah salah sedari dulu. Ketika orangtua menuruti segala kemauan anak. Hal ini zaman dulu juga sudah terjadi, misalnya dulu saat saya SMP, ada adik kelas saya yang tidak mau sekolah karena tidak dibelikam sepeda motor. Dan ini adalah wujud dari peribahasa yang dikenal sebagai "yang penting anak senang." Pada akhirnya ia mau kembali sekolah setelah dibelikan sepeda motor. Mirip dengan saat ini, anak baru mau menurut jika dipinjami ayai dibelikan smartphone.


Orangtua Sekarang Tidak Bisa Mengasuh Anak ?


"Apakah orangtua zaman sekarang sudah tidak bisa mengasuh anaknya ?"Itulah yang terlintas di benak saya, dengan melihat situasi saat ini. Memberi anak-anak kuasa penuh atas smartphone tentu bukan hal yang baik. Tak bisa dipungkiri, perubahan teknologi juga ikut merubah pola pengasuhan anak saat ini. Tapi jika pemberian smarthpone itu tanpa disertai pengawasan, tentu akan membuat anak kecanduan smartphone. Dan kecanduan smartphone pada anak-anak boasanya jauh lebih parah dibandingkan orang dewasa, smartphone seolah sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi kegiatan sehari-hari si anak.

Sayangnya orangtua sekarang seolah tidak memberi batasan untuk penggunaan smartphone, hal inilah yang juga menjadikan anak menjadi kecanduan dan sulit lepas dari smartphone tersebut.


Quote:



Tentunya smartphone berdampak buruk bagi anak, terutama untuk penglihatan mereka. Bisa-bisa anak kelak akan menderita penyakit mata di usia muda, selain itu smartphone juga membuat anak jadi malas. Mereka akan lebih suka duduk bermain smartphone daripada melakukan kegiatan yang lainnya.

Selain itu orangtua zaman sekarang dituntut harus lebih pandai dan dalam mengasuh anaknya, jangan sampai si anak kecanduan smartphone. Jangan sampai alasan sibuk bekerja atau agar anak senang selalu dijadikan pembenaran atas pemberian smartphone kepada anak. Tentunya pemberian smartphone pada anak saat ini tidak bisa dihindari, apalagi pada masa pandemi yang menuntut anak untuk belajar dari rumah.


Quote:



Demikian sedikit keluh kesah dan opini saua tentang dunia anak, semoga bermanfaat. Dan mohon maaf jika masih ada kekurangan dalam penyampaoam tulisan ini, sampai jumpa emoticon-Ngacir


Quote:



Referensi Tulisan: Opini dan pemikirn pribadi
Foto dan Ilustrasi: sudah tertera
Diubah oleh deni.ka 20-02-2022 16:28
asamboigan
agusrezapratam4
EriksaRizkiM
EriksaRizkiM dan 15 lainnya memberi reputasi
16
4K
59
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
elradinkaAvatar border
elradinka
#35
Sudah jamannya memang brei..
Tp kalo anak saya boleh ngegame hanya hari minggu saja, selain itu gak boleh..


Emang harus tegas brei, kalo gak tegas malah kasihan nnt anaknya..
deni.ka
prawoko11
prawoko11 dan deni.ka memberi reputasi
2
Tutup