Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
174.8K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#468
Jelang Final_Part 6b
Mama dan Dania seperti sudah bisa menerima kenyataan kalo gue akan segera menikah. Entah apa yang mereka bahas selama kepergian gue pagi tadi. Hanya saja, mereka terdengar tertarik untuk tahu perkembangan pernikahan gue. Walaupun mereka belum tahu mengenai rencana gue untuk keluar dari rumah dan tinggal di rumah Emi sementara waktu. Apalagi rencana kami yang berniat untuk mengontrak rumah atau apartemen yang lebih dekat dari kantor Emi.

Kenapa tidak dekat ke kantor Emi, tidak dekat ke kantor gue? Ya sederhana, masa iya Emi seumur masa karirnya akan lebih capek di perjalanannya ke kantor daripada gue? Hehehe. Gue tidak berniat seksis, tapi ini hanya bentuk rasa peduli gue pada Emi. Perjuangan Emi itu untuk gue sudah banyak, biar kali ini gue yang berjuang lebih untuk dia.

Sekali lagi, gue tidak berniat seksis dimana perempuan harus selalu diprioritaskan daripada laki-laki. Karena hal seperti ini tidak sepenuhnya gue setujui. Sebagai contoh, untuk urusan siapa yang berhak duduk di KRL. Gue kurang setuju dengan pernyataan kalau cewek yang dalam keadaan sehat (tidak sedang hamil, bukan mereka yang mengalami disabilitas atau tidak membawa anak) untuk selalu diprioritaskan dalam mendapatkan hak duduk di KRL. Cowok dan cewek yang dalam keadaan sehat memiliki hak yang sama di KRL. Kecuali dirasa kurang sehat, cowok maupun cewek bisa meminta dengan baik untuk duduk. Yak, ini hanya secuil opini gue mengenai isu yang selalu ramai diperbincangkan para AnKer (Anak Kereta).

Gue kembali masuk ke dalam KUA. Gue melihat pemandangan yang kurang enak dipandang karena pasangan tua yang sempat merasa kesal pada kami tersebut melakukan ‘salam tempel’ pada bapak ASN yang melayani kami sebelumnya. Mereka sempat berbasa-basi terlebih dahulu dengan bahasa daerah sembari tertawa templateala bapak-bapak. Bapak ASN tersebut pun tidak segan mengantarkan pasangan tersebut hingga ke parkiran motor.

Gue yakin, ada yang tidak beres dengan bapak ASN tersebut. Gue pun kembali masuk ke dalam ruangan dimana gue meninggalkan Emi sebelumnya. Ketika gue membuka pintu, gue melihat raut wajah penuh kekhawatiran pada Emi.

“Kenapa?” tanya gue sambil duduk di samping Emi.

“Tadi Papa disuruh telepon Om Yani sama Om Asep…”

“Terus?”

“Katanya, Kepala KUA di sini tuh sahabatnya Om Yani. Nah katanya Om Yani, biaya nikah di luar KUA itu nggak segitu. Jadi, Om Yani minta sahabatnya yang lagi cuti hari ini buat ke KUA bantuin urusan kita. Beliau mau mastiin kalo nggak ada pemalakan kayak begitu.”

Sesuai dugaan gue, ada yang nggak beres sama bapak ASN barusan. “Oh iya? Terus gimana? Orangnya mana?”

“Paling 5 menit lagi sampe katanya mah. Rumahnya nggak jauh dari sini?” Papanya ikut nimbrung sambil tetap sibuk dengan HP-nya.

“Jadi kita nunggu aja di sini?”

“Iya, nggak usah keluar. Takutnya entar bapak yang tadi malah ngomong macem-macem lagi ke kita.”

---

“Wah beneran, Pak? Alhamdulillah atuh kalo begitu mah. Terima kasih banyak ya, Pak. Nanti akan saya kabari lagi tentang lokasi akad nikah saya. Mungkin bisa via chat kali ya, Pak? Boleh minta nomornya Bapak?”

Gue baru saja selesai berbicara dengan Kepala KUA tersebut. Beliau langsung mengurus pernikahan gue nanti. Beliau pribadi minta maaf dan tidak enak dengan kami karena kelakuan bawahannya yang hendak ‘main uang’ dengan kami. Gue mendadak semangat mendengar ada kemudahan lainnya seperti ini. Lebih surprise lagi, ternyata beliau juga bersedia untuk menjadi penghulu kami di hari H nanti.

Gue meminta nomor Bapak Kepala KUA tersebut. Kemudian beliau memberikan beberapa nasihat mengenai pernikahan pada kami, yang mana biasanya juga akan diutarakan sebelum akad nikah berlangsung. Ini berdasarkan pengalaman dari Dania dan beberapa teman gue yang sudah lebih dulu menikah.

“Dulu si Asep nikah di KUA sini. Tapi dulu nggak ada ruang serba guna kayak tadi. Cuma ruang kecil kayak kita nunggu tadi. Masih bagus lah yang sekarang mah.” kata Papanya Emi di perjalanan kami menuju rumah kakeknya.

“Ya harus ada kemajuan lah. Masa kantornya masih gitu-gitu aja? Dikemanain uangnya dong? Masa ditilep mulu?” canda Emi yang masih terlihat gondok karena kami hampir saja terkena penipuan oleh apa-apa yang disebut oknum, yaitu sebuah solusi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memudahkan orang-orang dapat mencuci tangan sampai bersih ketika ada permasalahan yang di timbulkan oleh segelintir orang tetapi dapat merusak nama baik seluruh institusi atau golongan-golongan tertentu.

“Nanti berarti mampir dulu ke bank kali ya? Buat transfer?” tanya gue pada Emi.

“Mending anterin Om sama Tante dulu, Ja.”

“Tapi Om, ini udah hampir jam 3. Takutnya ntar nggak keburu bayar hari ini, soalnya kan disuruh bayar via Teller.”

“Ya atuh kan bisa besok.” jawab Papanya Emi, seperti biasa memaksakan kehendak beliau.

“Nunggu aja 15 menit, Om. Nggak lama kok. Ini udah hampir tutup dan ini di daerah, pasti nggak akan banyak antriannya bukan?”

“Harusnya sih gitu.”

“Yah, Ja. Besok-besok juga nggak apa-apa.” Gue bingung dengan beliau. Beliau pribadi yang ingin menyegerakan pernikahan anak beliau, tapi kenapa beliau selalu terkesan meremehkan segalanya di atas keinginannya pribadi?

“Kalo diurus dari sekarang, kan bisa langsung diurus berkasnya, Om.”

“Lagian ini kita pasti ngelewatin banknya dulu sebelum ke rumah Kakek—” Omongan Emi dipotong oleh Papanya lagi.

“Nah makanya itu. Karena pasti lewat kan, mending ngedrop dulu Mama sama Papa, baru kalian lanjut lagi.”

“Tapi ngedrop Mama itu sampe dalem rumah kan? Berarti harus nurunin kursi roda, angkat Mama ke kursi roda, dorong Mama ke dalem rumah, dan dudukin Mama ke bangku di rumah kan? Itu bisa setengah jam sendiri, Pa! Ini cuma nunggu paling lama 15 menit di parkiran, abis itu mau ngapain juga terserah.” jelas Emi panjang lebar. Dia sepertinya sadar kalo gue mulai tidak nyaman dengan keegoisan Papanya yang mendahulukan kepentingannya ketika kami dikejar waktu seperti ini.

“Ya udahlah!” jawab Papanya Emi singkat.

Gue tidak berkomentar apapun. Gue hanya mengendarai mobil seefisien dan seaman mungkin agar kami masih dapat dilayani di bank dan tidak perlu menunggu keesokan harinya. Gue malas menunda-nunda pekerjaan yang harusnya bisa diselesaikan segera.

---

“Istrinya si Asep itu waktu pacarannya dulu sama si Asep teh cepet banget. Tau-tau udah mau nikah aja.” Tiba-tiba Papanya Emi membuka bahasan mengenai Om Asep mereka.

Kami sudah dalam perjalanan pulang menuju rumah. Sepulang dari bank kemarin, gue memutuskan untuk tidur sepanjang malam. Sesekali gue main HP dan chat dengan beberapa orang untuk mengalihkan emosi gue pada keluarga Emi, namun gue kembali tidur hingga waktu pulang kami.

Gue sangat kesal. Seluruh rencana gue dan Emi dimentahkan oleh keluarga mereka. Keberadaan Om Yani dan Om Asep tidak begitu berpengaruh untuk mengubah keputusan Papanya Emi yang masih menginginkan kami untuk menikah di KUA. Apalagi ketika Om Asep menceritakan mengenai proses pernikahan beliau dan menekankan “Yang penting ijab kabulnya. Nggak penting ijab kabulnya dimana, yang penting sahnya itu, Mi!” My ass! Gue kan juga punya keluarga yang harus di akomodi, ngent*t!

Memangnya gue dilarang punya hak untuk membuat pernikahan jadi gue penuh kesan? Ini pernikahan pertama dan terakhir loh di hidup gue. Masa gue seumur hidup nggak akan pernah jadi cowok romantis buat Emi? Gue masih kesal dengan perjalanan ini. Seharusnya Papa dan Mamanya Emi tidak ikut di perjalanan ini.

“Dulu itu si Asep sempat lama pacaran sama mantannya, sebelum sama istrinya yang ini.” Papanya Emi membuka obrolan. “Tapi nggak direstui sama pihak perempuan soalnya Asep kan belum punya rumah. Kerjanya juga dulu masih PNS yang golongan rendah. Saking kecewanya dia, sempet lama dia nggak pacaran sama siapa-siapa. Sampe akhirnya ketemulah sama si istrinya ini, Aida. Nah dari situ dia nggak mau lama-lama pacaran. Dia langsung ngajak Aida nikah. Padahal kakek nenek kamu rada kurang setuju sama nikahan mereka. Aida itu kan non-islam. Asep orangnya itu solat kalo inget, khawatir malah Asep yang ngikut ke Aida.”

“Terus kenapa malah disetujuin, Pa?”

“Ya Asep mana bisa dilarang. Nanti dia tetep nikah di bawah tangan kalo dilarang mulu. Jadi kita tetep setujuin. Karena nikahnya juga buru-buru, makanya nggak ada rame-rame kayak resepsi atau makan-makan. Dia langsung aja nikah akadnya doang di KUA. Cepet banget prosesnya pokoknya.”

“Nah bagus kan, Om. Hemat biaya juga kalo kayak gitu. Nah saya juga sama Emi kan rencananya kurang lebih kayak gitu. Sederhana aja nggak usah gede-gedean. Daripada nanti bingung lagi cari uangnya, kayak yang udah kita omongin sebelumnya.”

Jawaban gue memang keluar dari pembahasan Papanya Emi mengenai pernikahan Om Asep. Tapi gue lelah menahan diri gue. Gue melihat Emi seperti memberi kode untuk menghentikan obrolan yang menyinggung soal resepsi.

Papanya Emi terdiam sesaat. “Yah, kalo di keluarga kita kan beda, Ji. Si Emi itu kan anak perempuan, satu-satunya. Ya Om pingin lah nikahan dia nanti jadi acara gede. Itung-itung kenang-kenangan. Kan nggak akan keulang lagi, Ji. Kamu juga kan udah usahain buat ngejamin mobil kamu, mudah-mudahan aja cukup.”

Gue menghela napas panjang. Tetap termentahkan. Bahkan sudah ada contoh Omnya Emi saja, masih juga bapaknya ngotot. Bapaknya ini sangat denial.

“Ya kalo cukup Om. Kalo nggak? Kan lebih baik uangnya dihemat buat kehidupan Emi sama saya setelah pernikahan nanti. Jadinya, nggak ada beban yang berat banget. Nanggung utang setelah nikah tuh berat, Om. Ngebayanginnya aja berat, apalagi HARUS TERPAKSA ngejalaninnya.”

“Kehidupan setelah pernikahan itu berat bukan cuma karena uang, tapi banyak hal yang lain. Kalo kamu mikirnya nanti setelah menikah jadi susah, mendingan pikir ulang aja. Kamu berarti kurang percaya kalo Tuhan itu pasti ngasih rejeki dan kemudahan sama orang yang punya niat baik untuk menikah.”

Gue menarik napas lagi. “Iya saya selalu percaya dengan rejeki dari Tuhan, Om. Ini kan sebenarnya biar pasti aja gitu. Sama-sama enak. Kalo saya dan Emi memulai dari nol kan lebih enak. Kalo misalnya belum apa-apa udah ngutang sama bank, kan namanya kita mulai pernikahan ini dari minus. Gitu sih, Om. Dan yang harus berjuang mati-matian untuk mencari rejeki itu kami, saya dan Emi. Kami kan juga butuh untuk ngisi barang-barang dan segala macemnya nanti.” Gue sangat memilah kata-kata gue. Gue tidak ingin bersikap atau berkata kasar. Gue tidak ingin menyakiti hati calon bapak mertua gue. Who knows apa yang dirasakan Mamanya Emi?

“Kan kamu nanti mau tinggal di rumah, toh? Barang-barang kamu aja udah ada semua di rumah. Kamu tinggal pake aja. Semua udah tersedia. Kamu juga udah punya mobil dan motor sendiri. Nggak semua orang punya rejeki kayak kamu loh, Ji. Kamu butuh apa lagi?”

“Ngerti Om. Tapi kan—” Belum selesai gue bicara, Emi sudah mengkode keras untuk menghentikan percakapan yang berujung kekalahan gue ini.

“Di depan mampir ke masjid dulu atau SPBU ya? Aku mules.” Emi sukses menutup percakapan gue dan Papanya.

Sejauh ini, gue harus tetap melaksanakan akad nikah gue di KUA dan terpaksa melaksanakan resepsi pernikahan! Kalo saja bukan karena gue tidak ingin kehilangan Emi dan kalo saja Emi bukan calon istri gue, mungkin gue sudah membatalkan pernikahan ini. Keluarga ngent*t emang!
kaduruk
caporangtua259
khodzimzz
khodzimzz dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup