Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anus.baswedanAvatar border
TS
anus.baswedan
MA Setuju Presidential Threshold 20% karena untuk Cerminkan Presiden NKRI


Jakarta - 

Mahkamah Agung (MA) pernah mengadili soal presidential threshold dalam putusan judicial review yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri dkk. Alasannya, syarat presidential threshold itu untuk menyaring agar terpilih Presiden yang mencerminkan NKRI, bukan hanya faktor populer dan diusung oleh parpol minoritas.

Kasus bermula saat Rahmawati mengajukan judicial review Pasal 3 ayat 7 Peraturan KPU Nomor 5/2019 yang berbunyi:

Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai pasangan calon terpilih.

MA mengabulkan sebagian permohonan Rachmawati dengan menghapus Pasal 3 ayat 7 Peraturan KPU Nomor 5/2019 itu. Salah satu pertimbangannya adalah presidential threshold adalah untuk menyaring calon presiden yang mencerminkan keterwakilan dari berbagai daerah di Indonesia.

"Bahwa Negara Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari berbagai ragam latar belakang baik daerah/wilayah, suku bangsa, agama, budaya dan bahasa dengan penduduk yang tersebar di seluruh wilayah kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," demikian kalimat pembuka MA dalam membuka pertimbangannya.

Kemajemukan ini, kata MA, terjalin dalam satu ikatan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat. Karena itu, untuk mewakili keragaman penduduk Indonesia sekaligus menghindarkan dari dominasi atau hegemoni dari satu kelompok golongan masyarakat tertentu saja.

"Maka Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sepatutnya memiliki legitimasi yang kuat dan merata di seluruh tanah air," beber majelis judicial review yang diketuai Supandi.

"Sehingga (presidential threshold, red) menunjukkan Presiden terpilih nantinya akan mencerminkan Presiden NKRI yang mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat pemilih dalam pemilihan umum baik dalam bentuk kuantitas maupun dukungan yang tersebar di provinsi-provinsi," sambung majelis yang beranggotakan Irfan Fachruddin dan Is Sudaryono.

Karena itu, original intent ketentuan a quo mengatur adanya syarat minimal perolehan suara (presidential threshold) bagi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden untuk dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden yakni memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

"Syarat perolehan tersebut menghendaki Bahwa Presiden yang dipilih oleh rakyat haruslah mencerminkan Presiden NKRI yang mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat pemilih dalam pemilihan umum baik dalam bentuk kuantitas maupun dukungan yang tersebar di provinsi-provinsi dan pasangan calon Capres/Cawapres dalam konstelasi pilpres tidak hanya terkonsentrasi di beberapa wilayah padat penduduk saja sedangkan daerah- daerah yang dianggap kurang strategis (luas secara geografis namun sedikit jumlah pemilihnya) terabaikan dan tidak terakomodir keinginan serta aspirasinya dalam proses kampanye mengenai visi, misi, dan program masing- masing peserta Pilpres," kata MA.

"Oleh karena Presiden Republik Indonesia ialah sebagai lambang NKRI dan simbol pemersatu bangsa," tegas majelis.

Bila presidential threshold dihapuskan, kata MA, tidak tertutup kemungkinan bahwa di kemudian hari Pilpres hanya akan berfokus memenangkan Pilpres pada kemenangan di daerah-daerah strategis saja (pulau Jawa dan beberapa provinsi yang jumlah pemilihnya besar). Sehingga representasi suara rakyat di daerah-daerah yang dianggap kurang strategis (wilayahnya luas secara geografis, namun jumlah pemilihnya sedikit) akan hilang begitu saja berdasarkan prinsip simple majority.

"Yang tentunya justru bertolak belakang dengan maksud dibuatnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan penjabaran ulang terhadap norma yang terkandung dalam Pasal 6A ayat 3 UUD 1945," beber MA.


https://www.google.com/amp/s/news.de...siden-nkri/amp

kelayan
kampret.strez
samsol...
samsol... dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.5K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
YauAreRocksAvatar border
YauAreRocks
#21
negara ini bisa bubar gara2 ulah partai2 yg ingin ngangkangi republik ini

0
Tutup