Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.3K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#633
Guna-guna
 Roda waktu terus berputar dengan cepatnya, tak terasa sudah sebulan berlalu. Gita sudah kembali masuk sekolah, teman-temannya nggak ada yang tau soal musibah yang dialami Gita, setau mereka, Gita cuma lagi sakit.  Cuma Yosi sahabat dekatnya yang tau. Yosi sering datang ke rumah Gita cuma sekedar menjenguk. 

 Pihak sekolah juga sudah beberapa kali menjenguk Gita, beberapa guru dan juga teman sekelasnya. Saat itu Gita memang tampak seperti sedang sakit, jadi pihak sekolah tidak berpikir macam-macam. Untung saja waktu itu Gita tidak mengeluarkan paku dari mulutnya, kalo pas pihak sekolah sedang menjenguk dan Gita sedang ngeluarin paku, tentunya pihak sekolah bakal heboh.

 Sepulang sekolah, Gita masih aja menemui tamu yang meminta bantuannya. Dan kini tamunya berasal dari luar daerah. Setiap minggu Gita bisa kedatangan tamu sebanyak 8-10 orang. Dan setiap pasien yang berhasil disembuhkan, selalu kembali lagi dengan membawa buah tangan berupa sembako, bahkan tak jarang yang mau memberi uang, tapi Gita selalu menolaknya dengan halus, dan pada akhirnya orang itu membawa sembako juga.

 Namun ternyata, lama-kelamaan makin banyak orang yang memberi uang juga pada Gita, dan jumlah uang itu tidaklah sedikit. Sebenarnya itu adalah suatu perwujudan dari besarnya rasa terimakasih mereka karena telah berhasil sembuh. Tapi tetap aja, Gita tidak mau menerimanya. Hal ini kadang menjadi sebuah masalah tersendiri bagi keluarga Gita.

 Di suatu siang, pak Rohani tau-tau datang menjenguk Gita. Dia baru pulang mengajar, dan datang ke rumah berbarengan dengan Anggono, karena memang Anggono juga murid pak Rohani di sekolah. Gita jadi teringat dengan masalah pasien yang mau memberikan uang dan buah tangan yang berlebihan, jadi mumpung pak Rohani ada disini, sebaiknya hal itu ditanyakan sekalian, mungkin beliau tau solusinya, begitulah pemikiran Gita.

Quote:


 Sejak saat itu Gita jadi mau juga menerima pemberian dalam bentuk uang, tapi kebanyakan memang memberi sembako. Ada juga yang tidak memberi apapun. Meskipun Gita sama sekali tidak permasalahkan itu, tapi orang itulah yang merasa sungkan sendiri, sampai terus-terusan minta maaf. Tapi akhirnya Gita bisa juga meyakinkan orang itu agar tidak memikirkan soal itu.

 Selama ini Gita cuma menangani masalah keluhan-keluhan rasa sakit di badan, jadi bisa dikatakan kalo Gita cuma menangani masalah fisik, dan masih tergolong ringan. Untunglah sejauh ini Gita masih mampu menangani semua dengan baik. Gita malah belum pernah menangani masalah yang berhubungan dengan gaib. Hingga akhirnya masalah gaib itupun datang juga.

 Malam itu, sehabis maghrib, tampaklah seorang ibu-ibu datang ke rumah Gita diantar oleh ojek pengkolan. Bahkan pak Harjanto pun heran, dari mana ibu-ibu dan tukang ojek itu bisa tau soal Anggita. Ibu-ibu itu, menggendong seorang anak usia satu tahun, juga membawa seorang anak usia 6 tahunan. Kang ijek ikut menemani mereka menemui Gita.

 Ibu-ibu itu berusia sekitar 35 an, wajahnya tampak kusut, sayu, kecapekan dan seakan tidak terawat, tapi masih terdapat gurat-gurat kecantikan di wajahnya. Dua anaknya juga tampak tak terurus dan terkesan dekil. Dia ditemui oleh pak Har, bu Ningsih dan Gita.

Quote:


 Lalu Anggita menatap tajam ke arah bu Marni, seperti sedang berusaha 'membaca' ingatan ataupun benaknya. Bu Marni sendiri kelihatan canggung dan kikuk karena diperhatikan sedemikian rupa. Dan mendadak saja Gita melihat sosok eyang Iman muncul dan berdiri tepat di sebelahnya. Gita tampak terdiam seperti sedang berkomunikasi lewat batin dengan eyang Iman, dan akhirnya Gita pun terlihat mengangguk.

Quote:


 Bu Marni pulang dengan diantar tukang ojek yang dari tadi menemani dia. Setelah kepergian bu Marni, seluruh keluarga seperti bergulat dengan pikiran masing-masing. Setau mereka, selema ini Gita tidak memakai barang-barang syarat alias ubo rampe apapun. Tapi kenapa sekarang Gita mau memakai kembang tujuh rupa? Apa bukan syirik namanya? Berbagai pertanyaan timbul dalam benak anggota keluarga, tapi nggak ada satupun yang bertanya.

 Skip di hari berikutnya. Malam hari sehabis maghrib, bu Marni benar-benar datang ditemani tukan ojek yang kemarin lagi, dan dia tidak bersama dua anaknya, entah dititipkan pada siapa. Seperti yang dipesan oleh Gita, bu Marni membawa satu kresek kembang tujuh rupa, dan selembar foto suaminya.

 Saat foto itu di berikan pada Gita, tampak seraut wajah laki-laki berusia sekitar 40 tahunan, masih gagah dan keren, dan ditambah jabatan pekerjaan yang lumayan tinggi, Gita jadi maklum kalau teman kerjanya nekat merebut dari istrinya. Laki-laki ini benar-benar cocok jadi jodohnya bu Marni, karena memang sejatinya bu Marni adalah perempuan yang cantik.

 Lalu Anggita meminta tolong pada Anggo untuk mengambilkan baskom yang diisi air. Dan setelah baskom itu datang, Gita beranjak ke tikar yang tergelar di lantai ruang tamu itu, meletakkan baskom berisi air di depannya, lalu memasukkan kembang tujuh rupa ke dalamnya. Semua yang dilakukan Gita tak lepas dari perhatian seluruh keluarga. Mereka merasa heran, darimana Gita bisa tau soal itu. Akhirnya pak Harjanto tidak tahan untuk bertanya. 

Quote:


 Meskipun cuma paham setengah saja, tapi pak Har sudah merasa lega, karena dia tidak akan membolehkan putrinya memakai semacam sesajen, ini adalah pemikiran orang awam seperti pak Har yang memang tidak tahu sama sekali. Dan dia merasa puas juga dengan jawaban Gita.

 Gita terlihat duduk bersila di depan baskom berisi air dan kembang itu, dia memasukkan foto dari suaminya bu Marni ke dalam air kembang di depannya. Lalu Gita memejamkan mata seperti berkonsentrasi. Tidak ada yang tau apa yang dilakukan Gita, mereka cuma memperhatikan saja.

 Mendadak air kembang itu jadi bergelombang kecil. Tubuh Gita terlihat ikut bergetar, dua tangan langsung diangsurkan ke depan dengan telapak tangan terbuka ke depan. Keringat mengalir di keningnya. Untuk beberapa saat Gita dalam posisi ini. Entah sadar atau tidak, pak Har dan bu Ningsih berdzikir dan memohon keselamatan anaknya pada Allah.

 Tiba-tiba saja Gita tersedak, dan dua buah paku meloncat keluar dari mulutnya. Lalu Gita seakan terdorong oleh sesuatu yang tidak kelihatan, sampai membuatnya rebah ke belakang. Suasana jadi makin menegangkan saat Gita bergulingan ke kiri kanan, dari mulutnya keluar suara geraman suara laki-laki, persis seperti orang kesurupan.

 Seluruh keluarga jadi panik, mereka semua sangat kuatir, maka bacaan ayat kursi dan Al Ikhlas terus dilantunkan. Mereka juga merasa heran, gimana ceritanya Gita bisa jadi begini, Mereka tidak mau Gita jadi ikut celaka karena membantu orang lain. Dan dua buah paku itu makin membuat mereka kebingungan..

 Tapi kekuatiran mereka mereda saat gerakan Gita perlahan melemah dan akhirnya berhenti. Lalu Gita beranjak bangun dan duduk bersila seperti posisi meditasi. Matanya terus menerus terpejam. Lalu dengan satu geraman keras, Gita pukulkan tangan kanan kedepan dengan sangat cepat. Cuma satu kali pukulan,dan Gita balik tenggelam lagi dalam meditasinya.

 Di pojokan ruang tamu, Anggara duduk di lantai sambil gemetaran, bulu kuduk merinding hebat, keringat dingin membanjir. Dalam pandangan Anggara, dia melihat puluhan larikan sinar merah menyerbu ke arah Gita, meskipun puluhan sinar itu bermentalan kembali, tapi ada satu yang bisa menembus pertahanan Gita dan mengenai tubuhnya hingga membuatnya rebah. Anggara jadi merasa sangat takut dan kuatir, dia telah melihat semuanya.

 Seperempat jam kemudian, Anggita membuka matanya. Wajahnya yang semula pucat itu jadi merona merah kembali. Dia mengusap keringat yang membanjir di keningnya. Lalu dengan hembusan napas lega, dia mengambil kotak kuaci dan memakan kuaci begitu saja, seakan tidak pernah ada kejadian apapun. Bun Ningsih mendekat dengan sangat kuatir.

Quote:


 Isak tangis bu Marni mulai terdengar, diantara tangisnya itu berkali-kali terucap bacaan hamdalah. Seluruh keluarga jadi merasa terharu, melihat perjuangan seorang ibu demi anak-anaknya, dengan cara mencari bantuan untuk merebut kembali suaminya. Sungguh sebuah perjuangan yang berat dalam menghadapi cobaan selama setengah tahun.

Quote:


 Ruang tamu itu kembali hening, cuma terdengar isak tangis bu Marni. Seluruh keluarga jadi berpikir, mereka tau kalau kiriman tenung itu sudah berhenti, tapi ternyata masih menyisakan benda tenung didalam tubuh Gita. Entah penderitaan apa lagi yang Gita alami nanti kalau masih ada sisa benda-benda tenung lagi di tubuhnya.

Quote:


 Dua perempuan itu berpelukan sambil bertangis-tangisan, hingga membuat bu Ningsih ikut menangis haru, dia nggak menyangka kalau gadis kecilnya telah tumbuh jadi gadis remaja dengan pemikiran sangat dewasa, bahkan bisa mengeluarkan kata-kata sebijak itu. Dan bu Ningsih sangat bangga dengan putri kesayangannya itu.

 Setelah berpamitan pada semua anggota keluarga, bu Marni pun menjawil pundak si tukang ojek yang dari tadi cuma terbengong dengan wajah memucat. Tukang ojek itu telah melihat paku yang meloncat keluar dari mulut Gita, membuatnya jadi bergidik ngeri dan ketakutan.

 Saat bu Marni sudah tidak kelihatan lagi, seluruh keluarga jadi menghembuskan napas lega, satu orang lagi telah berhasil ditolong Gita. Sedangkan Gita sendiri merasa senang telah berhasil, dan dia kini telah mendapat pengetahuan baru tentang gimana cara menangani ilmu guna-guna.

Bersambung..



21


Diubah oleh Mbahjoyo911 19-11-2021 10:50
tantinial26
anauhibu
sampeuk
sampeuk dan 99 lainnya memberi reputasi
100
Tutup