Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.3K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#584
Penglihatan
 Rombongan pak Harjanto tiba di rumah jam 5 sore. Bu Ningsih segera mempersiapkan makan malam yang enak-enak buat Gita, karena hari ini adalah puasa mutih terakhir bagi Gita, jadi bu Ningsih merasa perlu memberikan makanan yang istimewa buat anaknya. Tapi ternyata Gita malah makan sedikit saja dan malah lebih suka dengan kuacinya. Entah kenapa dia jadi merasa tidak terlalu lapar. 

Quote:


 Saat itu Gita merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Saat berjalan, dia merasa kalau langkah kakinya terasa sangat enteng, bisa dibilang seperti melayang. Pandangan matanya jadi jernih dan lebih jelas. Ada semacam tekanan yang terpancar keluar dari tubuhnya, dan dia merasa ada sesuatu yang mengalir di urat nadi dan di bawah kulitnya, seperti suatu hawa hangat yang seakan memijat seluruh urat dan ototnya, hingga menimbulkan suatu perasaan yang nyaman di tubuhnya.

 Tadi saat keluar rumah, Gita bisa melihat lebih jelas, makhluk-makhluk halus yang berada di luar rumahnya. Ternyata di sekitar rumahnya ada banyak sekali makhluk halus. Tapi Gita tidak merasa takut, bahkan para makhluk halus itulah yang melihat dengan takut-takut padanya.

 Gita tidak tau apa penyebab dari perubahan ini, mungkinkah ini karena puasa mutih tiga hari yang telah dilakukannya? Atau ada sebab lain? Entahlah.. yang jelas Gita merasa biasa saja, dia tidak merasa senang ataupun menyesal, semua disikapi dengan biasa saja.

 Kiriman tenung itu sudah tidak datang lagi, mungkin memang benar-benar sudah berakhir. Gita sudah tidak melihat lagi tiga makhluk halus yang dulu mengeroyoknya, makhluk berwujud perempuan berwajah hancur, buto ijo dan pocong yang mengelilingi rumahnya itu. Gita merasa kalau mereka telah kembali ke asalnya. Tapi ternyata perkiraannya salah.

 Malam harinya, Anggara baru pulang dari nongkrong di angkringan. Waktu sudah menunjukkan jam setengah satu malam. Saat dia hampir sampai di pertigaan gang yang menuju toilet umum itu, dia jadi teringat dengan cerita pak Rohani, langkahnya terhenti mengingat makhluk perempuan berwajah hancur yang katanya bersemayam di toilet umum itu.


Spoiler for denah rumah:



 Tiap hari dia juga mandi disitu, tapi di waktu hari masih terang benderang. Dan sekarang sudah lewat tengah malam, dia jadi berpikir lagi. Tapi kalau mau pulang, mau nggak mau dia harus melewati gang yang menuju ke toilet itu. Dengan memantapkan hati diapun mulai berjalan kembali.

 Tepat di tengah pertigaan itu, Anggara melihat ada seseorang berdiri berkacak pinggang membelakangi arah dia datang, hingga membuat Anggara tidak bisa melihat wajah orang itu. Langkahnya semakin pelan, dan akhirnya berhenti lima meter dari orang itu. Dan tiba-tiba saja orang itu berbalik.

 Tersiraplah darah Anggara, wajah orang itu cuma hitam kelam saja, dama sekali tidak nampak mulut dan hidungnya, tapi matanya mencorong seperti dua lampu senter berwarna merah terang. Anggara langsung tau apa yang ada dihadapannya. Tapi anehnya Anggara tidak merasa takut, dia cuma bersiap dan menunggu apa yang akan dilakukan makhluk itu.

 Lalu secara perlahan tubuh makhluk itu jadi membesar dan terus membesar. Bulu-bulu hitam mulai tumbuh di sekujur tubuhnya, hingga menjadi mirip sekali dengan gorilla. Makhluk itu terus membesar hingga mencapai lebih dari 4 meter tingginya. Matanya sebesar bola basket itu semakin menyala merah terang.

 Anggara mundur beberapa langkah, dan dia harus mendongak ke atas untuk bisa melihat wajahnya yang sudah sebesar becak itu, tapi tetap saja wajah makhluk itu cuma kelihatan hitam legam saja. Dan mendadak saja makhluk itu menghilang begitu saja.

 Lalu terdengar sebuah suara nyanyian..

 Suara perempuan yang sangat merdu, mendayu-dayu di keheningan malam. Entah lagu apa itu, Anggara belum pernah mendengarnya. Suara nyanyian  itu seperti bergema dan datang dari tempat yang sangat jauh. Dan nyanyian itu seperti punya daya magis yang mampu memaksa Anggara melangkahkan kaki mencari asalnya. 

 Kemudian hidungnya mulai mencium suatu bau yang sangat harum, baunya sangat mirip seperti bibit minyak wangi dari negeri arab. Bulu kuduk Anggara langsung meremang, meskipun dia tidak merasa takut. Rasa penasaran semakin besar. Dan saat sampai tepat di pertigaan itu, Anggara pun tertegun. 

 Dari gang ke arah toilet umum itu, muncullah sesosok perempuan yang cantik luar biasa. Rambut hitam panjang tergerai, alis mata tebal, bulu mata panjang lentik, pandangan yang tajam, dihiasi eyeshadow hitam tebal, hidung mancung bangir, dipadu bibir tipis mungil. Secara keseluruhan, wajah itu adalah wajah khas perempuan arab. Bau sangat harum itu berasal dari perempuan ini. Dan kini dia mulai tersenyum.

 Anggara seakan terhipnotis,  memandang dengan mulut terbuka. Belum pernah dia melihat perempuan secantik dan sesempurna itu. Bahkan saat perempuan itu mulai bicara, Anggara bahkan seakan tidak mendengar apa yang dia bicarakan, saking terpakunya pada kecantikan wajah itu. Anggara tau kalau perempuan itu bukan berasal dari sini, bahkan bukan dari negeri ini. 

 Dan saat perempuan itu mulai berjalan perlahan mendekat, mendadak saja Anggara seperti tersadar. Perempuan cantik keluar di tengah malam, dan bukan orang sini, tentulah dia bukan manusia. Maka Anggara pun mundur, dia berbalik dan mencoba melangkah pergi, tapi ternyata dua kakinya seakan diganduli batu besar, langkahnya sangat berat.

 Anggara coba membaca ayat kursi, dan perlahan kakinya bisa digerakkan. Akhirnya dengan langkah yang sangat berat, Anggara pergi tinggalkan tempat itu dan menuju ke rumahnya. Dan ternyata perempuan itu mengikutinya dari jarak tiga meter dibelakangnya!

 Anggara masih mendengar suara si perempuan di belakangnya, menyanyi entah lagu apa, dengan suara yang sangat merdu, sementara bau sangat harum itu masih tercium juga. Tapi Anggara sudah tidak menggubrisnya, dia cuma ingin secepatnya sampai di rumah. Meskipun jaraknya tinggal beberapa meter lagi, tapi terasa sangat jauh.

 Akhirnya dia tiba di rumah juga, membuka pintu belakang dan langsung masuk ke rumah. Tanpa berani berbalik, Anggara segera menutup pintu itu dan langsung menuju kamarnya. Dia merebahkan diri di tempat tidurnya dan berusaha tidur secepatnya.

 Tapi ternyata wajah cantik luar biasa itu terus saja membayang di pelupuk matanya, bahkan dia seakan masih mencium aroma sangat wangi itu. Semua hal tentang perempuan tadi seakan terpatri kuat dalam benaknya. Anggara tau, sosok perempuan itu telah memakai ilmu sihir untuk memikatnya. 

 Entah apa tujuannya, tapi Anggara harus segera menghilangkannya. Maka dia pun beranjak ke dapur, keluar dari pintu belakang, celingukan sebentar, untung sosok perempuan itu tidak ada. Maka dia pun mengambil air wudhu. Malam itu Anggara melaksanakan sholat sunah, memohon perlindungan pada Allah, lalu ditutup dengan witir. Baru kemudian dia bisa tidur dengan nyenyak.

 Pagi hari saat sarapan bersama, Anggara menceritakan semua kejadian yang dia alami itu. Seluruh keluarga mendengarkan dengan bulu kuduk meremang. Anggita tampak diam menyimak, tapi ternyata mata batinnya lah yang bekerja. Entah gimana ceritanya, dia seakan ikut mengalami kejadian itu, dan dia langsung tau apa penyebabnya.

Quote:


 Kini seluruh keluarga jadi tau, ternyata dulu itu Anggita tidak cuma menahan serangan, tapi juga sempat membalikkan serangan itu hingga si pengirim jadi terluka parah. Tapi pak Har dan bu Ningsih malsh memandang prihatin pada anak gadisnya itu, entah apa yang mereka pikirkan.

Quote:


 Seluruh keluarga jadi terdiam, mereka nggak pernah menyangka kalau mata batin Gita sudah berkembang begitu pesatnya. Dan semua itu akibat dari kiriman tenung. Mereka jadi berpikir kalau selalu ada hikmah dibalik musibah. Dibalik penderitaan Gita, kini dia malah mendapat penglihatan mata batin itu.

 Sementara Anggo malah berpikir, benar juga kata bapaknya, kalau mereka punya dendam, maka mereka sama jahatnya dengan si pengirim tenung. Ternyata pemikiran bapak sudah sampai sejauh itu. Jadi mulai sekarang mereka harus memupus dendam itu, Anggo nggak mau ikut jadi jahat.

Quote:


 Acara sarapan itu berjalan dengan suasana riang kembali. Tapi Anggara masih berpikir, bagaimana mungkin jin bisa punya rasa suka sama manusia?! Tapi itulah kenyataannya. Dan kini dia jadi was-was sendiri, takut kalau jin perempuan itu selalu mengikutinya. Anggara tidak mau diikuti makhluk halus. Setelah acara sarapan itu, mereka segera beranjak menjalankan kesibukan masing-masing, sementara Anggita masih belum mau sekolah juga.

 Sore hari, di warung angkringan dekat pertigaan, tempat Anggara biasanya nongkrong, tampak kesibukan beberapa orang pemuda dan bapak-bapak. Ada yang bergerombol di pojokan,sedang asik memainkan kartu domino alias gaple. Ada juga beberapa orang yang menghadap sebuah kertas sambil memegang bolpen, kertas itu berisi deretan angka-angka yang banyak sekali, mereka sedang meramal nomor togel. Ada juga yang lagi makan di meja berbeda.

Quote:


 Maka meledaklah tawa riuh di dalam warung itu, mereka menertawakan pak Mul yang tanpa sungkan membahas togel, meskipun ada beberapa orang yang berpikiran sama dengan pak Mul, apalagi mereka yang sedang main judi gaple. Dan saat itulah Gita datang ke warung, dia disuruh ibunya buat membeli nasi. Baru saja diomongin, orangnya sudah muncul

Quote:


 Dan saat Gita sudah beranjak pulang, pak Mul ikut beranjak keluar warung. Tapi ternyata bukan pak Mul saja yang mendengar Gita, orang-orang yang tadinya asyik main gaple itupun langsung bubar dan keluar dari warung. Mereka seolah telah mendapat petunjuk untuk memasang nomor togel, yaitu angka yang disebutkan Gita.

 Malam hari itu, sebuah pesta tergelar di warung angkringan itu. Empat orang berhasil menembus nomor togel dari angka yang disebutkan Gita. Nomor togel itu keluar di angka 5115. Jadilah mereka mendapat duit puluhan juta dari pemasangan togel empat angka itu. Dengan penglihatannya Gita bisa menebak dengan tepat, nomor togel yang bakal keluar, meskipun dia sendiri tidak menyadarinya.

 Semua dagangan di warung itu diborong, siapapun yang datang boleh makan sepuasnya dengan gratis, dan dibayar oleh empat orang termasuk pak Mul juga. Minuman beralkohol dan rokok nggak henti-hentinya mengalir. Semua itu karena Gita telah nyeletuk menyebutkan dua angka, bahkan Gita sendiri tidak tau apa maksudnya.

 Hari berikutnya, siang hari itu pak Mul dan dua orang yang ikut memasang togel, datang ke rumah Gita. Mereka membawa tiga boks besar kuaci yang masing-masing berisi sepuluh kotak kemasan kuaci. Mereka juga membawa tiga boks mie instan. 

 Memang mereka telah bertanya-tanya pada tetangga sekitar soal apa kesukaan Gita. Dan hari ini mereka memberi hadiah pada Gita atas angka yang dia berikan kemarin. Tentu saja hal ini mengagetkan Gita bu Ningsih, nggak ada hujan nggak ada angin, tau-tau saja diberi hadiah semacam itu.

Quote:


 Setelah kepergian mereka bertiga, bu Ningsih dan Gita masih tertegun memandangi enam boks kardus itu. Mereka masih saja heran, untuk apa pak Mul tiba-tiba memberi hadiah itu. Dan akhirnya Gita ingat waktu di warung kemarin, dia juga ingat pertanyaan pak Mul soal angka itu, apa mungkin masih berhubungan dengan hadiah ini? Mungkin nanti akan ditanyakan saja pada bapaknya saja.


Bersambung..



19


Diubah oleh Mbahjoyo911 14-11-2021 10:15
tantinial26
sampeuk
jondero
jondero dan 101 lainnya memberi reputasi
102
Tutup