Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.3K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#539
Ziarah
 Hari pertama Gita menjalani puasa mutih itu, Gita merasa sangat berat. Di siang hari dia merasa haus yang luar biasa, badannya terasa sangat panas karena dia tidak bisa berkeringat, perut terasa mual karena asam lambung naik, tapi untungnya nggak sampai muntah. Badannya terasa sangat lemah. Dan yang terparah, kepalanya jadi sakit saat dia mulai dehidrasi.

 Waktu malam, Gita tidak diperbolehkan tidur, dia cuma duduk bersila seperti dalam posisi bermeditasi. Dan setiap kali dia menutup mata, maka bayangan makhluk-makhluk berwajah mengerikan selalu bermunculan di benaknya. Bayangan itu datang silih berganti seakan terlihat sangat nyata.

 Saat Gita merasa tidak tahan, diapun membuka mata, semua bayangan menyeramkan itu langsung sirna seketika. Dan dia mendapati eyang Iman duduk bersila di depannya, kini dia tau kalo dia tidak sendirian, ada eyang Iman yang selalu menemaninya. Ditambah lagi keyakinan besar kepada Allah, Tuhan semesta alam. Gita yakin Allah tidak akan membiarkan umatnya tersiksa dan sengsara. Semua keyakinan itu membuat Gita merasa tenang.

 Anggita memang belum pernah menjalani puasa semacam ini, jadi tentu saja terasa sangat berat. Dia cuma bermodal nekat dan ditambah suatu keinginan yang besar untuk sembuh. Keinginan itulah yang membuat Gita terus bertahan dengan tabah meneruskan puasa itu. Dia yakin kalau nanti kesembuhan dari Allah akan datang padanya.

 Syukurlah selama puasa mutih itu Gita tidak pernah mengeluarkan paku lagi, dan kiriman tenung itupun juga tidak datang, bahkan teror dari makhluk halus di sekitar rumah seakan ikut menghilang juga. Hal ini membuat seluruh keluarga jadi lega, tapi mereka tetap berdoa meminta pada Allah agar kiriman tenung itu berhenti selamanya. 

 Pagi itu, hari ketiga puasa mutih. Ini adalah sebuah hari minggu pagi yang cerah. Dan entah dari mana asalnya mendadak saja Gita punya keinginan untuk berziarah ke makamnya eyang Iman. Gita sama sekali tidak tau dimana letak makam itu, tapi hati kecilnya berbisik memberitahu kalau makamnya eyang Iman berada di desa bapaknya. Maka saat sarapan itu Gita mengutarakan niatnya.

Quote:


 Wajah Gita jadi cerah ceria, senyum sumringah menghias bibirnya. Seluruh keluarga jadi merasa ikut senang dan lega melihatnya. Sudah dua bulan lebih mereka tidak melihat senyum itu. Mungkin memang sudah saatnya kesembuhan datang buat Gita. Dan dengan penuh rasa syukur, keluarga merasakan kebahagiaan yang teramat sangat.

 Pagi itu juga pak Harjanto datang ke rumah bulik Narsih untuk meminta bantuan, dia mau meminjam mobil buat perjalanan ke desa. Dan dengan senang hati bulik Narsih pun malah ikut juga bersama pak Pras. Dua anak mereka malah ditinggal dirumah. 

 Bulek Narsih mempunyai dua anak perempuan, dua-duanya duduk di bangku SMP, yang besar kelas tiga, dan yang kecil masih kelas satu, Mereka sangat akrab dengan anak-anaknya pak Har, karena mereka memang saudara sepupu. Tapi kali ini mereka nggak mau diajak ke desa. Malah Anggara dan Anggo lah yang ikut ke desa.

 Jam sepuluh pagi, rombongan itu mulai berangkat dengan menggunakan mobil minibus miliknya bulek Narsih. Mobil itu memang cukup besar dan bisa memuat  8-9 orang sekaligus. Jarak desa Rejo ini cuma sekitar 50 kilo dari kotanya Gita. Jadi cuma butuh waktu sekitar satu jam perjalanan untuk sampai disana.

 Tempat pertama yang dituju adalah rumahnya bulek Sri, adik dari pak Harjanto dan bulek Narsih. Mereka sengaja berkunjung untuk bersilaturahmi juga, karena memang mereka adalah saudara sekandung. Setelah dijamu dan ngobrol silaturahmi, akhirnya bulek Sri pun ikut ke makam yang berada di dekat masjid itu.

 Mereka sampai di sebuah masjid yang luas dan sangat megah, bahkan pelatarannya saja sangat luas. Gita, Anggara dan Anggo sempat terkagum melihat kemegahan masjid itu. Mereka pernah kesini sebelumnya, tapi itu sudah lama sekali, dan dulu bangunan masjid ini belum semegah sekarang. Ada yang aneh dari masjid itu, yaitu kubahnya yang relatif sangat kecil jika dibanding besarnya masjid. Dan saat ini Gita terus-terusan melihat ke arah kubah itu.

 Dalam pandangan Gita, dia melihat ada sebuah kain merah tipis dan panjang, bentuknya mirip dengan ikat kepala atau sabuk pinggang. Kain merah itu terikat pada dasar kubah masjid yang kecil itu. Dan dalam mata batin Gita, kain ikat kepala atau sabuk itu mengeluarkan semacam sinar putih kemerahan agak redup.

Quote:


 Semua orang jadi keheranan, nggak ada satupun yang melihat kain merah yang dilihat Anggita, bahkan Anggara pun nggak melihatnya. Tapi akhirnya mereka semua pun sadar, kain merah itu bersifat gaib, dan cuma Gita yang melihatnya. Lalu fokus mereka ke kubah masjid itupun itu buyar saat ada seseorang yang muncul dari dalam masjid dan menghampiri mereka.

 Dia adalah seorang laki-laki berusia sekitar 50 tahunan, namanya adalah pak Mustofa, sering dipanggil pak Mus saja, dia adalah salah satu takmir masjid itu. Pak Mus ini juga masih termasuk saudaranya pak Harjanto, kakeknya pak Mus ini adalah kakak dari kakeknya pak Har. Jadi secara silsilah pak Mus adalah kakak dari pak Har, dan tentunya pak Harjanto sangat mengenalnya.

Quote:


 Ternyata pak Mus ini termasuk salah satu orang yang merawat area pemakaman itu juga. Mereka jalan bareng perlahan-lahan menuju area pemakaman keluarga itu. Pak Har dan pak Mus tampak ngobrol dan bercanda dengan akrab, seperti teman lama yang sedang reuni, sesekali bulek Narsih dan bulek Sri juga ikut nimbrung ngobrol dan bercanda.

 Akhirnya mereka tiba di gapura pemakaman itu. Sebenarnya pemakaman keluarga itu terletak tepat di samping masjid, tapi dikelilingi pagar tembok setinggi dua meter bercat putih bersih. Sedangkan jarak gapura sampai ke masjid tadi sekitar 50 meteran. 

 Memang area pemakaman keluarga itu sangatlah luas, panjangnya sekitar 100 meteran, dan lebarnya sekitar 70 meteran. Cuma anggota keluarga saja yang dimakamkan disini, anak cucu keturunan dari eyang Iman, pendiri desa Rejo, juga pendiri masjid tadi. Neneknya Gita, atau ibunya pak Harjanto, juga termasuk keturunan eyang Iman, jadi beliau juga dimakamkan disini. 

 Nenek mereka sudah meninggal saat Anggara masih kecil. Tapi dulu saat mereka kesini, Anggita belum mengenal eyang Iman. Setelah kunjungan itu, mereka bertiga hampir tidak pernah kesini lagi, cuma bapak ibunya saja yang kesini. Dan saat mereka memasuki gapura itu, mereka tertegun, karena area pemakaman itu kini jauh lebih luas dibanding saat terakhir mereka kesini.

 Makam-makam berjajar dengan rapi, berjarak 1 meter dari makam satu ke makam lainnya. Tidak ada satupun yang memakai nisan, semuanya cuma diberi semacam bingkai kotakan beton semen setinggi 10 senti saja dari permukaan tanah, bingkai beton ini sepanjang 2 meter dengan lebar 1 meter, dengan ketebalan bingkai 20 senti saja, jadi bagian tengah bingkai diisi pasir, cuma sebagai penanda saja, meskipun tentu saja ada tulisan nama orang yang dimakamkan disitu.

 Mereka berjalan masuk menyusuri jalan setapak di antara makam-makam yang berjajar itu. Saat mencapai pertengahan area makam, para orang tua berbelok ke kiri, mereka akan berziarah ke makam neneknya Gita, alias ibunya pak Harjanto, juga bulek Narsih dan bulek Sri. Tapi ternyata Gita malah berjalan terus,  lurus nggak ikut berbelok.

 Dengan keheranan, Anggara pun menyusul adiknya untuk mendampinginya, Anggono pun ikut menyusul. Mereka berjalan sampai batas akhir deretan makam itu. Gita seperti sudah tau dimana tempat yang harus dituju. Akhirnya Anggita berhenti di sebuah makam yang tidak jauh berbeda dengan makam lain, tapi makam itu tampak sangat bersih. 

 Anggita duduk bersimpuh di depan makam itu, dia menunduk dan memejamkan mata untuk berdoa. Dengan penasaran Anggara dan Anggo mendekat, mereka membaca tulisan yang tertera di kotakan beton semen itu. Disitu tertulis sebuah nama Iman Asy Syafi'i dan dibawahnya ada satu nama lagi, Iman AlHafidz, dengan tahun meninggal yang sudah berselang ratusan tahun yang lalu!

 Ini adalah sebuah siang yang panas, matahari bersinar terik, tapi Anggara dan Anggo merasakan tengkuknya  sangat dingin, bulu kuduk pun meremang dengan hebat. Meskipun pak Harjanto pernah bercerita, tapi mereka tidak pernah menyangka kalau nama itu benar-benar ada, orangnya pun juga ada!

 Anggara ikut duduk bersimpuh di dekat Gita, dia pun ikut berdoa untuk arwah eyangnya yang dimakamkan disitu. Anggono pun ikut bersimpuh dan berdoa. Selesai mereka berdoa, mendadak saja di bagian kepala dari makam itu muncul semacam gumpalan asap putih tipis yang mengambang setengah meter dari makam. 

 Dan perlahan asap itu berubah jadi sosok yang mereka kenali sebagai eyang Iman. Bahkan Anggara dan Anggo pun juga bisa melihatnya! Anggara pernah melihatnya, jadi dia tidak merasa takut. Tapi berbeda dengan Anggo, dia belum pernah melihat penampakan, apalagi di siang bolong seperti ini. Lagian Anggo ini termasuk anak yang penakut. Tanpa sadar dua lututnya gemetaran hebat.

Quote:


 Anggara jadi sangat antusias, dia merasa penasaran dengan ikat kepala itu meskipun dia tidak bisa melihatnya. Tapi hati kecilnya melarang untuk bertanya, kalo dia percaya dengan benda semacam itu, maka itu termasuk perbuatan syirik. Dan akhirnya Anggara cuma diam saja. Sementara Anggo juga cuma diam dari tadi, dia masih keripuhan mengatasi rasa takutnya.

Quote:


 Obrolan itu terhenti saat mereka mendengar suara seseorang dari arah belakang, ternyata pak Harjanto yang menyapa mereka. Dan saat pandangan mereka kembali pada eyang Iman, ternyata sosoknya telah menghilang. Anggono merasa seperti mimpi di siang bolong, melihat penampakan di tengah teriknya sinar matahari.

Quote:


 Akhirnya mereka semua pun jongkok mengelilingi makam eyang Iman, menundukkan kepala dan memejamkan mata, lalu berdoa dengan khusuk pada Allah, agar arwah eyang Iman tenang di alam sana. Selesai berdoa, merekapun beranjak meninggalkan makam eyang Iman. Tapi Gita meminta agar mampir dulu di makam neneknya untuk mendoakan arwah neneknya juga.

 Setelah mendoakan arwah neneknya, akhirnya merekapun beranjak keluar dari area pemakaman untuk menuju ke parkiran mobil dan langsung ke rumahnya pak Mus. Selama perjalanan dari makam tadi, otaknya Anggara terus bekerja. Eyang Iman jelas sudah meninggal ratusan tahun lalu, dan Anggara tau kalau sosok yang menampakkan diri tadi cuma jin qorin dari eyang Iman. 

 Dan yang membuat Anggara heran, kenapa sosok tadi masih saja mengaku sebagai eyang Iman? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Anggara. Tapi makin dalam dipikir, makin pusinglah dia. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Mungkin memang terkadang sebuah rahasia itu tidak perlu di ungkap, dan mungkin akan lebih baik kalau tetap jadi sebuah rahasia.


Bersambung..



17


Diubah oleh Mbahjoyo911 09-11-2021 14:05
fredielogan14
tantinial26
sampeuk
sampeuk dan 101 lainnya memberi reputasi
102
Tutup