Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.5K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#263
Ikhtiar lagi
 Anggita membuka mata seakan dikagetkan oleh sesuatu, memang suara langkah-langkah kaki itu telah membangunkannya, dua langkah kaki mondar mandir di samping rumah yang terdengar sangat jelas, apa lagi pada dini hari yang sangat sepi.

 Leher belakang Anggita jadi terasa dingin, dia merasa merinding, tapi anehnya dia tidak merasa takut. Anggita menajamkan pendengarannya, langkah kaki itu berpindah ke belakang rumah, lalu berbelok menuju depan rumah, seakan sedang mengelilingi bagian luar rumah.

 Setelah tiga kali mengelilingi rumah, langkah kaki itu perlahan menjauh dan akhirnya menghilang. Gita menarik napas lega, dia tau kalo langkah kaki tadi bukanlah manusia, tapi dia juga nggak tau makhluk apa itu dan apa tujuannya. Lalu Anggita ingat akan keadaannya sendiri.

 Saat itu Anggita tengah rebah terlentang di atas tikar di lantai ruang tamu, semua keluarganya sedang tertidur di sebelahnya. Gita merasa heran, gimana ceritanya seluruh keluarganya bisa tidur berkumpul di ruang tamu? Gita bahkan nggak ingat kejadian yang dia alami sebelum pingsan tadi.

 Suasana sangat sunyi mencekam, hingga detak jam dinding jadi terdengar jelas. Dan Gita malah merasa janggal, biasanya dia selalu mendengar suara seperti ada banyak orang bercakap-cakap, tapi kali ini benar-benar sepi,bahkan tarikan napasnya sendiripun terdengar keras.

 Lalu terbitlah rasa sangat perih di mulutnya, kini dia tau kalo dia habis memuntahkan paku lagi. Gita menarik napas dalam-dalam, juga ada rasa nyeri di dada dan perutnya, entah apa sebabnya, dia juga nggak tau. Matanya tertumbuk pada jam dinding, baru jam dua pagi. Dan mendadak timbul keinginan buat sholat tahajud. 

 Maka dengan sempoyongan Gita beranjak menuju padasan alias gentong pancuran di belakang rumah untuk berwudhu, baru kemudian dia melaksanakan tahajud di kamarnya sendiri. Tenggelam dalam doa khusyu penuh kepasrahan pada Allah, Gita bahkan lupa suara langkah kaki yang dia dengar tadi.

 Pagi hari saat sarapan bersama, tanpa diduga Anggita kembali mengeluarkan dua buah paku berkarat dari mulutnya. Untunglah paku itu tidak melukai mulutnya lagi. Seperti biasa, seluruh keluarga cuma bisa memandang ke arah Gita dengan trenyuh dan iba, mereka nggak bisa membantu sama sekali.

 Tapi pak Harjanto berpikiran lain, dia merasa bantuan yang dia dapatkan masih kurang untuk menghadapi kiriman serangan itu. Jadi dia berpikiran untuk mencari bantuan lain, dia nggak mau anaknya terus-terusan menderita, dia ingin agar musibah ini cepat berakhir.

 Lalu pak Harjanto teringat pada omongan bulik Narsih, di desa asal mereka masih banyak orang yang mempelajari hal-hal gaib, jadi tentunya pak Harjanto bisa dengan mudah mendapatkan bantuan lagi disana. Lagian pak Harjanto mengenal sebagian besar penduduk desa asalnya itu, karena bisa dikatakan kalo hampir separuh penduduk desa itu masih berkerabat satu sama lain.

 Dari pagi sampai siang itu Anggita sudah memuntahkan paku sebanyak 25 batang. Tingkah lakunya jadi berubah drastis, dia jadi sangat pendiam dan seing melamun, padahal pandangan matanya menatap tajam kedepan dan tidak kosong seperti orang melamun. Dia memang tidak sedang melamun, tapi seakan sedang berpikir keras, tapi entah apa yang dipikirkannya.

 Hari itu pak Harjanto tidak masuk kerja, dia merasa nggak bisa fokus pada kerjaannya karena terus-terusan memikirkan anaknya, jadi menurutnya lebih baik ijin nggak masuk kerja dulu sampai semua keadaan ini jadi stabil. Orang tua mana yang tidak kepikiran kalo anaknya dalam keadaan seperti itu.

 Pak Harjanto maklum dan sadar, kesembuhan dari anaknya tidak bisa secara instan dan cepat, tapi seperti orang tua pada umumnya, tentunya pak Harjanto ingin anaknya sembuh dengan cepat. Maka malam itu sehabis maghrib, pak Harjanto berangkat sendirian ke desanya dengan mengendarai motor, dia merasa sungkan untuk minta bantuan lagi pada bulek Narsih adiknya itu.

 Sampai di desa asalnya, pak Harjanto mampir ke rumah adik keempatnya, dia memang masih memiliki seorang adik perempuan lagi yang tinggal di desa itu, yaitu adik dari bulek Narsih. Pak Harjanto memiliki 4 saudara lain, yang tertua tinggal di luar provinsi, pak Harjanto nomor dua, bulek Narsih nomor tiga, lalu adik perempuan nomor 4 yang tinggal di desa itu yang bernama bulek Sri, sama satu lagi adik bungsu laki-laki yang juga tinggal di luar provinsi.

 Sampai di rumah bulek Sri itu, pak Harjanto menceritakan semua hal yang terjadi pada Anggita. Bulek Sri terlihat sangat kaget sampai menutup mulut, dia sama sekali nggak menduga ada musibah yang menimpa keponakannya. Pak Harjanto juga menceritakan niatnya untuk mencari bantuan orang pintar di desa itu.

Quote:


 Maka dengan diantar bulek Sri dan suaminya, pak Haryanto pun menuju ke salah satu rumah penduduk yang cuma berjarak 10 menit naik motor dari rumah bulek Sri. Mereka disambut dan dipersilahkan masuk oleh seorang kakek yang mungkin usianya sekitar 70 tahunan, penampilannya biasa aja, sama kayak penduduk desa yang lain.

 Menurut bulek Sri, kakek inilah yang bernama mbah Man sendiri. Mereka sempat ngobrol dan berbasa-basi, menceritakan silsilah keluarganya hingga kemudian diketahui kalo mbah Man ini masih kerabat juga sama pak Har, meskipun cuma kerabat sangat jauh. Pak Har mulai menceritakan penderitaan Anggita, dan juga tujuan dia datang ke rumah itu.

Quote:


 Mbah man berseru memanggil sebuah nama, lalu dari dalam rumah muncul seorang pemuda berusia 30 an membawa sebotol air mineral dan sebuah bungkusan kantong kain berwarna putih. Dua benda itu langsung diserahkan pada mbah Man, dan pemuda tadi masuk lagi ke dalam rumah bagian belakang.

 Mbah man meletakkan kedua benda itu di meja rendah di depannya, tapi dia tidak melepaskannya dan terus memegang botol air mineral dan kantong kain itu dengan dua tangannya. Lalu dia menundukkan kepala dan memejamkan mata. Sepuluh menit dia terus berada dalam posisi itu.

 Lalu matanya terbuka, mulut komat-kamit seperti melafalkan sesuatu. Setelah itu dia meniup bergantian pada dua barang dalam genggamannya. Kembali dia komat kamit lagi, dan juga meniup lagi. Sampai tiga kali dia melakukan itu, setelah itu dia menutup mata lagi. Dalam waktu dua menit, suasana ruangan itu jadi sepi. Dan setelah mbah Man membuka mata, dia pecahkan keheningan itu.

Quote:


 Mereka masih berbincang selama beberapa menit, dan akhirnya pak Harjanto pun berpamitan, tak lupa memberi amplop sekedarnya. Pak Harjanto mau langsung pulang, tapi karena dia masih punya banyak kerabat di desa itu, mau nggak mau dia harus mampir dan bersilaturahmi ke semua kerabatnya.

 Jam setengah 10 malam pak Harjanto baru sampai di rumah. Suasana sudah ramai, para sesepuh sudah hadir, bahkan pak Rohani pun hadir juga. Mereka duduk bersila dan membentuk lingkaran seperti kemarin, dengan Gita dan pak Rohani berada di tengah-tengah. Para tetangga pun sudah berkumpul di depan rumah untuk sekedar melihat.

 Tanpa tunggu lebih lama lagi, pak Harjanto mulai menebarkan garam yang diperolehnya tadi, membentuk suatu garis yang mengelilingi rumah dengan tidak terputus. Sementara Anggita yang lagi di dalam rumah memutar kepalanya seakan sedang melihat berkeliling seputar dalam rumah, dia seakan bisa melihat menembus tembok, tepat ke arah bapaknya yang sedang berkeliling di luar rumah dan menebarkan garam. Tingkah laku Gita tidak lepas dari pengamatan semua orang.

Quote:


 Semua orang di ruang tamu itu memandang Gita dengan heran, tapi bu Ningsih lah yang paling heran, dia tidak bercerita ke Gita kalo pak Harjanto pergi ke desa,  tapi ternyata Gita sudah tau, dan anehnya lagi, Gita sudah tau dengan tepat, apa yang dibawa oleh bapaknya itu, padahal jelas-jelas pak Har belum masuk ke rumah sama sekali, bahkan bu Ningsih pun belum mengetahui kalo pak Harjanto sudah pulang dari desa.

Quote:


 Tiba-tiba saja Gita mengangkat tangannya, merentang lurus ke depan dengan telapak tangan terbuka, matanya menatap tajam ke depan,  tubuhnya agak doyong ke belakang, maka pak Rohani langsung menahan punggungnya dengan dua telapak tangan, dua matanya terpejam, dan dua tangannya seakan bergetar.

 Gerakan Gita seakan menjadi sebuah tanda bagi para sesepuh, merekapun segera membaca Qur'an yang ada di pangkuan masing-masing. Maka mengumandanglah lantunan surat-surat ruqyah di dalam ruang tamu itu. Suasana jadi terasa mencekam, apalagi ditambah seruan-seruan kecil dari mulut Gita seakan sedang mengeluh. Gita dan pak rohani seakan sedang bahu membahu menahan gempuran dari sesuatu yang nggak kelihatan.

 Blaarrr… ! Blaarrr..! Blaarr.. Blaarr..!

 Anggara yang sedang khusyu membaca surat ruqyah, jadi terkejut karena suara ledakan-ledakan keras beruntun dari samping rumah itu. Anggara celingukan, dan seperti kemarin, nampaknya memang cuma dia yang mendengar suara ledakan itu. Kini dia tidak berani lagi keluar rumah untuk melihat asal suara ledakan itu, karena kini dia tau, suara ledakan itu adalah kiriman serangan tenung yang ditujukan pada Anggita.

 Lantunan ayat ruqyah semakin keras terdengar. Anggita dan masih bergulat dan menahan sesuatu yang melabraknya dari depan, sementara pak Rohani masih menempelkan dua telapak tangan ke punggung Gita, dia seakan ikut membantu menahan serangan itu. Sesekali tubuh mereka doyong kebelakang seakan tidak kuat, tapi kemudian dengan keras mendorong ke depan.

 Anehnya, kini Gita tidak lagi memuntahkan paku, dia bahkan tidak bergulingan di lantai mirip orang kesurupan seperti kemarin malam. Keringat sudah mulai membanjir di wajah Gita dan pak Rohani, tapi mereka terus bertahan, terus menghalau kiriman serangan yang tidak kelihatan.

 Satu jam berlalu, bertahan selama itu tentulah menguras seluruh tenaga mereka. Tapi syukurlah akhirnya suara ledakan yang didengar Anggara itupun berhenti. Dari ledakan terakhir yang dia dengar, dia bahkan sempat melihat seberkas cahaya merah melabrak ke arah Gita, tapi segera memudar hilang saat mencapai satu jengkal di depan tangan Gita, berganti dengan percikan bunga api yang menyebar.

 Anggara sempat berteriak kaget, tapi dia segera menutup mulutnya, karena teriakannya telah membuat lantunan surat ruqyah itu terhenti sesaat. Dan saat itu Anggara kembali melihat seberkas sinar merah melesat cepat menghantam telapak tangan Gita. Anggara berteriak keras, dan  sebuah jeritan keluar dari mulut Gita, tubuhnya tertekuk ke belakang di bagian punggung, raut wajahnya menunjukkan rasa kesakitan yang teramat sangat.

Quote:


 Seperti tersadar, para sesepuh langsung melanjutkan bacaan, kali ini lebih keras. Bacaan itu cuma terhenti beberapa detik, tapi kiriman serangan itu langsung bisa masuk dan mengenai Gita, serangan inilah yang dilihat oleh Anggara sebagai seberkas sinar merah tadi. Kini Gita rebah sambil merintih kesakitan.  Pak Rohani tempelkan telapak tangan kiri di kening Gita, sedangkan telapak tangan kanannya ditempelkan di perut.

 Seperempat jam kemudian, tau-tau Gita bangkit dan duduk bersila seperti posisi meditasi. Pak Rohani tempelkan telapak tangannya lagi ke punggung Gita. Mendadak saja Gita memuntahkan enam buah paku secara bersamaan. Suara seruan kaget terdengar dari tetangga-tetangga yang menonton dari pintu dan jendela rumah. Bu Ningsih dan bulek Narsih sudah berlinangan air mata, tubuh mereka gemetar ketakutan

 Beruntung kiriman serangan itu berhenti saat Gita rebah tadi, kalo serangan itu terus datang, maka akibatnya akan sangat fatal bagi Gita.  Lantunan surat ruqyah itu sangat berpengaruh dalam membentengi Gita, terbukti sekali bacaan terhenti, serangan itu langsung masuk. Semua orang telah menyadari ini, hingga nggak ada yang berani menghentikan bacaannya lagi.

 Cuma Anggara yang tidak meneruskan bacaan, dia masih terbengong heran, sebenarnya larikan sinar merah apa yang dilihatnya tadi? Juga suara ledakan-ledakan itu..? Kenapa dia bisa melihat dan mendengarnya? Dan kenapa cuma dia yang melihat dan mendengarnya? Berbagai pertanyaan berkecamuk di otaknya, mungkin nanti bisa ditanyakan sama pak Rohani, gitu pikirnya.

 Setengah jam berlalu, kiriman serangan itu telah berhenti, bacaan ruqyah itu juga berhenti. Pak Harjanto jadi ingat dengan boto air mineral yang diperolehnya tadi, maka diapun segera meminumkan air itu pada Anggita. Tapi setelah air itu terminum, Anggita kembali memuntahkan dua batang paku lagi. Hingga dia harus bermeditasi lagi.

 Pak Rohani selalu membantu meditasi itu, dia seakan memberikan tenaga pada Anggita. Dan seperempat jam kemudian, aajah Anggita sudah tidak pucat lagi, dan kini dia sudah membuka mata. Tapi kemudian dia mendadak melihat berputar ke sekeliling ruangan dengan tajam, seakan hendak menembus tembok rumah. Tidak ada yang berani bertanya.


Quote:


 Anggita seakan memulai mengendorkan kewaspadaannya, tatapan matanya tidak setajam tadi. Sementara seluruh keluarga dilanda kebingungan dan keheranan yang teramat sangat, bahkan mengalahkan rasa takut mereka, tidak ada yang tau apa yang terjadi tadi, cuma Anggita dan pak Rohani yang mengetahuinya..


Bersambung..



7


Diubah oleh Mbahjoyo911 17-10-2021 11:12
sulkhan1981
sampeuk
jondero
jondero dan 99 lainnya memberi reputasi
98
Tutup