Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.5K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#194
Ikhtiar
 Sejak dari sarapan pagi itu sampai sore hari, Gita terus saja mengeluarkan paku dari mulutnya. Jaraknya nggak tentu, kadang setengah jam, kadang lima menit, bahkan kadang keluar dua paku sekaligus, nggak ada waktu tertentu, seakan paku itu keluar dari mulutnya secara acak. 

 Dan semua yang keluar itu cuma paku berkarat dengan ukuran terpanjang 5 senti, nggak ada benda lainnya lagi yang keluar. Di saat Gita ngobrol sama ibunya, tau-tau paku itu keluar, waktu nonton tv, waktu lagi bengong, paku-paku itu terus keluar satu persatu, Bu Ningsih cuma bisa melihat anaknya dengan hati trenyuh dan perih, dia ikut mengumpulkan paku-paku itu dan dimasukkan dalam suatu wadah plastik kecil.

 Anggita sama sekali nggak keluar rumah, dia takut kalau nanti pas keluar rumah, paku itu keluar dari mulutnya dan diketahui oleh tetangga, tentunya akan membuat kehebohan, meskipun sebenarnya tetangga udah pada tau itu, tapi kebanyakan cuma tau dari kabar dan belum melihatnya secara langsung.

 Siang hari itu Yosi datang menjenguk Gita, dia bahkan masih memakai seragam SMA. Yosi memang sudah mengetahui semua yang terjadi pada Gita, dan Gita sendirilah yang bercerita. Yosi merasa iba dan prihatin sama sahabatnya itu, dia sering datang ke rumah Gita, cuma sekedar menjenguknya, menemaninya dan ngobrol mulai pulang sekolah sampe sore hari. Dan sebagai sahabat yang baik, Yosi merahasiakan keadaan Gita dari teman-teman sekolahnya.

 Sore harinya saat pak Harjanto pulang kerja, dia mendapat laporan dari bu Ningsih soal Gita, dan pak Harjanto juga sempat melihat sendiri gimana paku-paku itu keluar dengan sendirinya dari mulut Gita. Perasaan miris dan bergidik ngeri juga dirasakannya. Akhirnya pak Harjanto pun memutuskan sore itu juga dia harus mencari bantuan orang pintar.

 Hal pertama yang dilakukan pak Harjanto adalah mendatangi rumah adiknya, yaitu bulek Narsih, karena bulek Narsih telah memberi usul untuk meminta bantuan pada pak Rohani, teman mengajarnya di SMP. Dan bulek Narsih lah yang tau dimana rumah pak Rohani, guru yang dikatakannya sebagai orang yang 'paham' dengan hal gaib.

 Bulek Narsih memang berprofesi sebagai guru yang mengajar di SMP dimana Anggono bersekolah, dulu Anggita juga bersekolah di SMP itu. Jadi Anggita dan Anggono juga mengenal pak Rohani, bahkan pak Harjanto juga kenal baik dengan pak Rohani ini, karena pak Harjanto juga pernah jadi anggota dewan wali murid di SMP itu.

Quote:


 Tepat jam 5 sore itu, pak Harjanto, bulek Narsih dan suaminya, pak Pras, berangkat ke rumah pak Rohani dengan mengendarai mobilnya bulek Narsih, dan  pak Pras lah yang menyetir. Saking kalutnya pikiran, juga karena berangkat terburu-buru, pak Harjanto sampai nggak sadar kalau dia telah terlupa untuk membawa fotonya Gita.

 Mereka sempatin mampir ke toko sembako buat membeli gula teh, kopi dan beras untuk sekedar buah tangan. Kemudian mereka lanjut perjalanan menuju bagian utara kota. Mereka juga mampir di sebuah masjid untuk maghriban lebih dulu, baru kemudian lanjut lagi.

 Seperempat jam perjalanan dari masjid tempat mereka maghriban, sampailah mereka di sebuah rumah yang asri. Hari sudah berganti malam saat mereka mengetuk pintu rumah itu, pak Rohani sendiri yang membukanya. Mereka disambut dengan baik oleh keluarga itu, pak Rohani memang orang yang sangat ramah dan sabar.

 Setelah duduk di ruang tamu dan berbincang sejenak, maka mulailah pak Harjanto mengutarakan maksudnya. Dia menceritakan dengan detail semua kejadian yang menimpa Gita mulai dari awal sampai hari itu. Pak Rohani cuma diam menyimak baik-baik. Dan saat pak Har selesai bercerita, ruang tamu itupun jadi hening untuk sesaat.

Quote:


 Pak Harjanto merasa lega karena pak Rohani tidak memerlukan foto itu, karena saat itu dia baru sadar kalau dia tidak membawa fotonya Anggita karena terburu-buru waktu berangkat tadi. Pak Rohani mulai menundukkan kepala dan memejamkan mata, padahal dia tadi bilang mau melihat keadaan Anggita. 

 Dimana-mana orang kalo mau melihat itu seharusnya dengan mata terbuka, tapi pak Rohani malah memejamkan mata, karena dia akan menggunakan mata batinnya untuk melihat.  Ruang tamu itu kembali dilanda keheningan, wajah pak Harjanto dan bulik Narsih tampak tegang menunggu. Dan lima menit kemudian, akhirnya pak Rohani membuka matanya.

Quote:


 Pak Harjanto menunduk dan termenung, mencoba mencerna kata-kata pak Rohani, penjelasan demi penjelasan seakan semakin nggak masuk akal. Tapi setelah beberapa saat berpikir, dia tetap saja tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh pak Rohani. 

 Semua hal ini serba baru baginya,  dia adalah orang yang sangat awam dalam hal seperti ini, bahkan dia baru saja mempercayai kalau manusia bisa menguasai ilmu gaib semacam ini. Makin dipikirkan, makin membuat bingung. Dan akhirnya dia memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi, karena yang terpenting adalah kesembuhan anaknya.

Quote:


 Suasana canggung itu akhirnya cair seketika karena bulek Narsih, dia lebih mengenal pak Rohani karena sudah menjadi teman sesama guru selama bertahun-tahun, jadi bulek Narsih bisa mengambil jalan tengah yang disetujui kedua belah pihak.

 Mereka masih ngobrol ngalor-ngidul beberapa saat, karena sebenarnya mereka telah saling mengenal sejak Anggita bersekolah di SMP itu. Dan akhirnya jam setengah 7 itu, pak Har, bulek Narsih dan pak Pras pun berpamitan. Dalam perjalanan, di mobil mereka masih membicarakannya.

Quote:


 Sisa perjalanan pulang itu diisi dengan kebisuan, larut dalam pikiran masing-masing. Jam setengah 8 malam, mereka sampai di rumah pak Har, sementara bulek Narsih dan pak Pras langsung pulang, jarak rumah mereka memang cuma sekitar 30 meter dari rumah pak Har. 

 Saat pak Harjanto masuk rumah, dia merasa kalau hawa di rumahnya semakin terasa panas saja, panas dan lembab, bikin gerah nggak nyaman, pak Har menduga kalau hawa panas ini juga berhubungan dengan apa yang dialami Gita. Istri dan anak-anaknya sedang berkumpul di ruang tamu, menunggu kedatangannya sambil menonton tv.

Quote:


 Anggono beranjak keluar rumah untuk menuju ke rumah bulek Narsih. Sedangkan pak Harjanto, bu Narsih dan Anggara mulai mengangkat semua kursi dan meja di ruang tamu itu untuk dibawa ke halaman rumah. Setelah itu lantainya digelari beberapa buah tikar hingga menutupi seluruh lantai ruang tamu. 

 Anggita cuma berdiri diam menatap kesibukan itu, dia tidak diperbolehkan membantu. Rasa bersalah merayapinya, gara-gara dia, seluruh keluarga jadi kerepotan, bahkan bulek Narsih pun ikut repot. Tapi Gita memang nggak bisa melakukan apa-apa lagi, dan saat ini cuma kepasrahan pada Allah lah yang bisa dia lakukan.

Bersambung..


5



sulkhan1981
sampeuk
jondero
jondero dan 100 lainnya memberi reputasi
101
Tutup