Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.5K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#116
Awal keanehan
 Sebulan berlalu.., sejak insiden di kolam renang itu, Anggita bisa bernapas lega, udah sebulan ini cowok itu udah nggak mengejar-ngejar dia lagi. Biasanya kalo Gita pulang sekolah, cowok itu sering nongkrong di depan sekolahnya, khusus buat nungguin Gita pulang. Cowok itu juga sering datang ke rumahnya cuma sekedar untuk ngobrol. 

 Tapi sebulan terakhir ini semua berubah, dan Gita pun jadi merasa bebas, nggak merasa tertekan dan nggak merasa dikejar-kejar lagi. Sampai akhirnya dia melupakan insiden penolakannya di kantin kolam renang itu, juga melupakan cowok itu. Hidupnya kini balik seperti dulu lagi.

 Tapi ada hal lain yang harus dipikirkan Anggita, sampai saat ini dia belum juga mendapat uang dari ayahnya untuk melunasi uang sekolah. Dia sudah ngomong sama ayahnya, tapi tampaknya ayahnya pun juga belum punya cukup uang. Dan hari ini, untuk kedua kalinya dia dipanggil guru bp lagi dan diminta agar cepat melunasi. 

 Dari mulai jam istirahat kedua sampai bel pulang sekolah berbunyi, Anggita jadi nggak bisa konsentrasi ke pelajarannya. Bahkan saat berjalan pulang bareng Yosi, dia sama sekali nggak mendengar apa yang diomongin sahabatnya itu karena pikirannya terlalu sibuk sendiri dengan urusan tunggakan uang sekolah itu.

 Setelah berpisah dengan Yosi di pertigaan, lamunannya terhenti, perasaannya mengatakan kalo ada yang sedang mengikutinya. Gita mempercepat langkahnya, dan si penguntit juga ikut mengimbangi langkahnya. Hingga saat sampai di tempat ramai oleh orang-orang yang pada nongkrong di pinggir jalan, Gita memberanikan diri untuk menoleh.

 Tidak ada orang sama sekali! Gita celingukan mencari, tapi tetap nggak menemukan yang telah menguntitnya. Orang-orang yang nongkrong di pinggir jalan itu sampai keheranan melihatnya. Maka dengan menghela napas panjang, Gita kembali teruskan langkahnya.

 Tapi baru berjalan 100 meter, kembali dia merasakan seperti ada yang mengikutinya lagi. Diapun mempercepat langkahnya hingga jadi setengah berlari. Dan saat memasuki perkampungan rumahnya, Gita merasa udah nggak ada lagi yang mengikutinya, diapun merasa lega, lagian hari masih siang, tentunya kampungnya juga ramai, kalau ada orang yang berniat jahat padanya, tentu akan mikir dua kali.

 Sampailah Gita di jalan tepat di depan rumahnya, dan saat itulah dia merasakan sebuah tiupan angin sangat dingin di leher belakang. Untuk sesaat Anggita hentikan langkahnya. Matahari sore masih bersinar sangat terik, mana mungkin ada angin dingin yang berhembus. Udah dua kali keanehan terjadi. Tapi kemudian dia memutuskan untuk tidak menggubrisnya lagi. Mungkin itu cuma perasaanku aja.., gitu pikirnya. Maka dengan cueknya Gita melenggang masuk ke halaman kecil  rumahnya.

 Tapi saat dia baru memegang handle pintu rumah, mendadak aja kepalanya terasa sangat berat, seperti ada sebuah benda sangat besar yang diletakkan di tengkuknya. Pandangan matanya berputar-putar, telinganya seperti mendengar suara orang ramai sekali. Dan sebelum dia sempat membuka pintu rumahnya, kesadarannya telah menghilang lebih dulu. Anggita jatuh pingsan dan menabrak pintu rumahnya.

 Suara gaduh itu membuat ibunya Anggita yang sedang menjahit baju di dalam rumah itupun jadi kaget. Dengan penasaran, bu Ningsih beranjak dari mesin jahitnya dan membuka pintu. Tapi begitu melihat Anggita rebah di depan pintu, sebuah teriakan keras pun meledak.

Quote:


 Maka mereka berdua pun menggotong Anggita masuk ke rumah dan merebahkannya ke kursi panjang ruang tamu. Wajah Gita tampak pucat, badannya terasa sangat dingin dan berkeringat.  Bu Ningsih segera mengambil minyak kayu putih dan mengoleskannya di bawah hidung dan pelipis Gita, lalu dia mulai mengipasi Gita. Tapi sampai saat Anggara pulang sekolah, Gita belum sadar juga.

Quote:


 Tanpa ngomong apa-apa, Anggono beranjak dari duduknya dan keluar dari rumah. Sementara Anggara mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Gita. Badan itu masih terasa sangat dingin, tapi butir keringat segede jagung terus mengalir di wajahnya. Seperempat jam kemudian, Anggono sudah kembali.

Quote:


 Akhirnya dengan sangat terpaksa mereka cuma berusaha untuk menyadarkan Gita dengan cara ala kadarnya. Mereka memang nggak punya transport lain selain motor yang saat ini sedang dipakai ayahnya bekerja. Anggara dan Anggono ke sekolah cuma jalan kaki karena emang sekolah mereka nggak terlalu jauh. Sedangkan untuk minta bantuan tetangga, mereka ngerasa nggak enak. 

 Tapi sebelum ayah mereka pulang, ternyata Gita sudah tersadar dengan sendirinya. Dia tampak kebingungan, badannya terasa sangat lemah, pandangan matanya seolah berputar-putar. Sedangkan wajahnya masih terlihat pucat. Ibunya segera memberinya air minum yang banyak. Bu Ningsih belum menanyainya karena menunggu sampe Gita benar-benar tersadar. Dan setelah beberapa saat berlalu, dia baru bertanya.

Quote:


 Akhirnya Gita nggak jadi ke dokter, dia merasa sayang sama duitnya, dia berpikir kalau keluarganya memang kekurangan, jadi daripada ke dokter, mending uang itu dipakai buat keperluan lain. Lagian Gita juga merasa kalo dirinya baik-baik aja, cuma merasa pusing sedikit. Tapi ternyata perkiraannya itu salah. 

 Hari berikutnya di sekolah, jam pelajaran terakhir  adalah matematika. Hawa yang panas dan pelajaran yang susah membuat Gita yang lagi terbengong jadi tambah terkantuk-kantuk. Dan saat itulah kembali dia merasakan suatu tiupan angin sangat dingin di tengkuknya. Dan setelah itu dia udah nggak ingat apa-apa lagi. 

 Yosi yang jadi teman sebangkunya jadi terpekik kaget ketika melihat Gita terkulai tak sadarkan diri di kursinya. Kelas jadi gaduh seketika. Dan bersama teman-temannya, Yosi menggotong Gita ke ruang UKS. Setengah jam setelah bel pulang sekolah, Gita tersadar dengan sendirinya. Yosi dan salah seorang guru mengantar Anggita pulang ke rumahnya.

 Sejak insiden pingsan itu, Anggita jadi seperti gampang pingsan, seakan sudah jadi langganan saja. Sudah beberapa kali dia pingsan di sekolah hingga harus diantar pulang lebih cepat. Dan Yosi lah yang selalu mengantarnya pulang. Karena seringnya dia pingsan, lama-lama Anggita merasa bosan dan nggak enak sendiri sama Yosi, dia merasa kalo dia udah terlalu sering merepotkan sahabatnya itu. Hingga akhirnya Anggita memutuskan untuk meliburkan diri dari sekolah sampai batas yang belum jelas.

 Di rumah, Anggita juga sering pingsan begitu aja tanpa sebab. Bahkan saat nonton tv bersama keluarga, dan ayahnya yang ada di dekatnya secara kebetulan bersin dengan keras, maka saat itu juga Anggita langsung pingsan begitu saja. Kalo dalam keadaan lain, tentunya Anggara dan Anggono pasti akan ketawa ngakak, masak iya cuma denger ayahnya bersin aja bisa kaget sampe pingsan. 

 Tapi melihat keadaan saudarinya itu, mereka berdua jadi kasihan dan  sangat prihatin. Akhir-akhir ini Anggita seperti berubah jadi sangat kagetan dan serba gugup. Beberapa kali keluarganya membawanya ke dokter, dan berkali-kali pula dokter mengatakan kalo Gita cuma anemia. Gita cuma diberi obat penambah darah dan vitamin-vitamin. Tapi meski sudah dilakukan perawatan padanya, kebiasaan pingsan itu masih saja terjadi.

 Ada satu hal yang dihafal sama Anggita, tiap kali dia akan kehilangan kesadaran, dia selalu merasakan ada suatu hawa yang sangat dingin bertiup ke leher belakangnya. Anggita dan keluarganya tau ada yang salah pada dirinya, tapi mereka nggak tau apa yang sebenarnya terjadi. Hingga suatu kejadian membuat seluruh keluarga jadi tambah bingung, heran dan juga tambah prihatin.

 Malam itu, semua keluarga lagi ngumpul nonton tv, Anggita lagi menghadap piring makan malamnya. Dia belom makan malam karena tadi dia telah pingsan lagi selama satu jam lebih. Tapi baru satu sendok nasi masuk ke perutnya, mendadak dia merasa mual sekali, lalu diapun memuntahkan kembali nasi yang sudah ditelannya.

 Suasana yang tadinya tenang itu kini berubah jadi tegang, Anggita jadi pusat perhatian, karena sehabis muntah itu dia langsung terkulai pingsan di kursi. Anggara pun dengan sigap berlari dan langsung menahan badan adiknya agar nggak jatuh terbanting ke lantai.

 Bukan pingsannya Anggita yang bikin keluarga jadi tegang, tapi karena di antara suara muntahan Anggita tadi, seluruh keluarga mendengar ada suara benda kecil yang keras jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara nyaring. Anggono bangkit dari duduknya, dia bergegas memeriksa muntahan kakaknya tadi, lalu dia memungut sebuah benda kecil diantara nasi yang berceceran di lantai. 

 Anggono menunjukkan ke seluruh keluarga. Benda itu adalah sebatang paku sepanjang 5 senti! Dan paku itu sudah berkarat! Seluruh keluarga jadi tercekat, bulu kuduk mendadak merinding. Tenggorokan mereka mendadak terasa sakit karena membayangkan Anggita yang telah menelan paku itu.

Quote:


 Mereka seakan baru sadar, keberadaan paku itu seakan membuat mereka lupa sama keadaan Anggita yang masih pingsan di kursi dan ditahan oleh Anggara. Bu Ningsih bergegas melihat keadaan Anggita, memeriksa leher dan mulutnya. Setelah dipastikan nggak ada luka, maka Anggara dan Anggo menggotong tubuh Gita ke kamarnya. 

 Malam itu Anggita pingsan untuk kedua kalinya, dia nggak sempat makan malam lagi. Dan insiden itupun segera terlupakan oleh seluruh keluarga, mereka menganggap kalau paku itu cuma kebetulan aja berada di dalam nasi, cuma kecelakaan kecil, tanpa ada satupun yang berpikir, bagaimana mungkin sebuah paku sebesar itu bisa tertelan tanpa terasa oleh Anggita  saat mengunyah nasi itu?!

 Keesokan harinya, Anggita terbangun di tempat tidur kamarnya, semalam suntuk dia nggak sadarkan diri, tapi dia lupa akan kejadian tadi malam pas makan malam. Dan pagi itu Gita merasa nggak enak, badannya terasa sangat dingin, tengkuknya terasa sangat berat hingga membuatnya merasa pusing terus-terusan. Badannya menggigil hebat, terasa seperti ada angin sangat dingin merasuk ke tubuhnya.

 Dan anehnya, dia merasa kalau kamarnya itu jadi nggak nyaman, seperti sedang ada banyak orang yang berdesakan di sekelilingnya, Gita merasa seperti sedang diawasi oleh belasan pasang mata, meskipun pada kenyataannya dia cuma sendirian aja, sungguh suatu perasaan yang sangat nggak enak.

 Meskipun badannya terasa nggak karuan, tapi Anggita tetap memaksa untuk bangun. Dia nggak mau keluarganya mencemaskannya. Dan dengan menggunakan selimut tebal, dia beranjak keluar kamar. Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Maka Anggita pun bergabung dengan mereka.

 Anggara dan Anggono sudah siap dengan seragam sekolah masing-masing, sementara ayahnya juga sudah memakai seragam kerjanya. Nggak ada percakapan pagi itu, karena saat melihat Anggita, mereka jadi ingat insiden semalam. Dan kini mereka jadi berhati-hati waktu menyendok nasi dari piring masing-masing.

 Bu Ningsih juga mengambilkan makanan untuk Anggita. Dan tanpa pikir panjang Gita pun langsung menyendok makanannya, dia bener-bener lupa dengan kejadian semalam. Tapi baru satu sendok nasi tertelan, satu angin dingin seakan merasuk tubuhnya. Lalu dia merasakan mual di perutnya, ditambah rasa sakit yang menyengat di perutnya, Gita pun langsung memuntahkan nasi yang sempat tertelan.

 Dan lagi-lagi, diantara suara muntahan itu, semua mendengar ada benda keras ikut jatuh ke lantai. Kali ini bukan satu, tapi tiga benda! Anggara langsung aja menahan tubuh Gita yang tau-tau aja doyong mau jatuh dari kursinya, Anggita pingsan lagi!

 Kini pak Harjanto yang memeriksa muntahan itu, dan dia menemukan tiga buah paku, yang satu berukuran 7 senti dan dua lainnya sepanjang 5 senti! Kesemua paku itu sangat berkarat! Kembali seluruh keluarga merasa merinding hebat, bahkan  tengkuk mereka jadi sangat dingin! Hari masih pagi, tapi suatu perasaan ngeri telah menyelimuti mereka.

Quote:


 Dan seperti kemarin, Anggara dan Anggono menggotong Gita ke kamarnya, mereka semakin merasa kuatir sama saudarinya itu. Tiga bersaudara itu memang sangat dekat satu sama lain, mereka saling menyayangi, bisa dikatakan kalau mereka hampir nggak pernah berantem sama sekali. Suatu keluarga sederhana yang sangat rukun. 

 Setelah membawa Gita ke kamarnya, mereka balik lagi ke meja makan. Untuk beberapa menit mereka terdiam, bu Ningsih masih merasa merinding gemetaran, entah kenapa dia jadi merasa sangat takut dan cemas. Maka dia bergegas menuju ke kamar Gita untuk menemani anak perempuan satu-satunya itu. Sementara yang lain jadi kehilangan selera makan, mereka nggak meneruskan sarapan itu lagi.

Quote:


 Pembicaraan itupun berakhir karena mereka harus berangkat sekolah, dan pak Harjanto pun berangkat kerja. Meskipun telah terjadi keanehan pada Anggita, tapi dugaan soal ilmu gaib itu segera hilang dari pikiran mereka. Dan Anggara harus memikirkan dugaan lain. Dia sangat kuatir dengan keadaan Anggita. Mungkin nanti dia bisa dapat info dari teman-teman di sekolah.

 Keluarga pak Harjanto emang sebuah keluarga yang sangat taat beribadah. Pak Harjanto sering jadi imam di masjid di dekat rumah, disamping itu dia juga terkenal sangat baik pada semua warga kampung itu, oleh dari itulah dia jadi dihormati sama seluruh warga sekitar.

 Mereka cuma percaya pada satu kekuatan, yaitu Allah. Meskipun pak Harjanto dan bu Ningsih percaya kalo ada makhluk gaib dan alam gaib ciptaan Allah, karena hal itu emang tercantum dalam kitab suci, tapi mereka nggak percaya akan adanya ilmu gaib yang bisa dikuasai oleh manusia. Segala kekuatan dan mukjizat itu cuma bersumber dari Allah. Jadi menurut pak Harjanto, dugaan dari Anggara itu adalah suatu hal yang mustahil..



Bersambung..


2


Diubah oleh Mbahjoyo911 05-10-2021 19:12
anauhibu
sampeuk
jondero
jondero dan 113 lainnya memberi reputasi
114
Tutup