si.matamalaikatAvatar border
TS
si.matamalaikat
Ketika "Rambo" Memutuskan Untuk Pulang | Apakah Hal Tersebut Sudah Tepat ?
"Rambo" kali ini benar-benar pulang ke rumah, mengakhiri perang terpanjang yang mereka jalani. Rambo yang dimaksud disini adalah tentara Amerika. Presiden Joe Biden mengumumkan penarikan penuh pasukan Amerika pada bulan April tahun ini. Tanggal 11 September tahun 2021 menjadi batas akhir kepulangan para "Rambo".

Dikutip dari The Guardian(14/04/2021) Biden mengatakan bahwa, "It’s time for American troops to come home. It’s time to end the forever war.” Perang Afghanistan adalah perang terpanjang yang dijalani oleh Amerika. Awalnya Amerika mulai terjun ke Afghanistan setelah tragedi serangan September atau serangan 9/11 pada September 2001.

Amerika datang ke Afghanistan untuk memburu kelompok al-Qaeda yang melakukan serangan ke New York City dan Washington, D.C. Amerika yang waktu itu dipimpin Presiden George Bush langsung mengerahkan pasukan besar-besaran ke Afghanistan, mereka juga mengajak NATO dalam misi tersebut.

Pada 6 bulan pertama misi itu bisa dibilang sukses, karena Amerika dan sekutu berhasil menangkap anggota al-Qaeda dan membunuh para pemimpinnya. Sementara beberapa anggota al-Qaeda yang lain melarikan diri dari Afghanistan. Setelah misi tersebut usai, George Bush tidak menarik pasukannya, ia justru memaparkan misi militer dan politik yang baru.

Pada tanggal 7 April tahun 2002 ia menjanjikan akan memberi kehidupan yang lebih baik kepada warga Afghanistan, akan melatih tentara Afghanistan agar bisa menghadapai segala ancaman, memberi layanan pendidikan serta kesehatan yang layak kepada wanita dan anak-anak. Namun, Bush tidak memberi tolok ukur untuk mencapai tujuan tersebut dan berapa lama pasukan Amerika akan bertahan.

Sejak saat itu perang terus berkecamuk di Afghanistan, perang bertahan sampai hampir dua dekade. Amerika kehilangan banyak tentara dan juga banyak uang. Perang tersebut juga banyak membunuh warga sipil. Menurut analisa Brown University, perang ini telah menghabiskan sekitar US$ 2,26 triliun atau setara dengan Rp 32.829 triliun.


Quote:



Sementara itu, data soal korban perang tidak pernah pasti dan selalu berbeda-beda tergantung siapa yang mengeluarkannya. Namun, perkiraan paling konservatif oleh kelompok hak asasi lokal dan internasional menunjukkan bahwa hampir 47.600 warga sipil telah tewas dan lebih dari dua kali lipatnya terluka di Afghanistan selama 20 tahun perang sejak invasi pertama Amerika.

Ketika "Rambo" bersiap untuk meninggalkan negara yang dilanda perang tepat sebelum peringatan 20 tahun serangan 9/11 pada bulan September, sejumlah warga Afghanistan tetap merasa tidak aman dan ketakutan karena faksi-faksi internal dan kekuatan regional terlihat tetap bermusuhan seperti sebelum invasi resmi pada tahun 2001.

Sebelumnya, Afghanistan telah kehilangan setidaknya 1,5 juta orang sebagai akibat langsung dari konflik, dengan 2 juta lainnya cacat permanen setelah invasi Soviet (1979-1989). Meskipun jumlah kematian berkurang setelah penarikan pasukan Uni Soviet pada tahun 1989, konflik itu tidak benar-benar berakhir.


Angka-Angka yang Dilaporkan Menunjukkan Betapa Mengerikannya Perang Afghanistan


Ketika Rambo dan Inggris meluncurkan Operation Enduring Freedom pada Oktober 2001, yang kemudian diikuti oleh NATO, tidak ada yang tahu berapa kerugian yang diderita oleh warga sipil di Afghanistan. Perkiraan paling dapat diandalkan datang hampir satu dekade kemudian ketika PBB serta berbagai kelompok hak asasi lokal mulai mengumpulkan data.

Watson Institute of International and Public Affairs di Brown University di AS kemudian mendokumentasikan angka-angka sebelumnya dari tahun 2001. Menurut perkiraannya, setidaknya 2.375 warga sipil tewas pada tahun pertama invasi pada tahun 2001, ketika Aliansi Utara yang terdiri dari kelompok-kelompok anti-Taliban di Afghanistan mulai mengambil kembali kendali negara itu dengan dukungan kekuatan udara dan serangan darat AS.

Kepala Organisasi Perdamaian dan Hak Asasi Manusia Afghanistan, Nizamuddin Katawazi mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa korban sipil relatif rendah di tahun-tahun berikutnya, hingga akhir 2010-an, karena ada perlawanan minimal dari Taliban ketika kelompok itu mundur.

Menurut Watson Institute, 400 nyawa warga sipil hilang pada tahun 2002, 450 lagi pada tahun 2003, dan angka tersebut terus turun menjadi 230 pada tahun 2004, sebelum melonjak menjadi 413 pada tahun 2005, 929 pada tahun 2006, dan lebih dari seribu untuk pertama kalinya pada tahun 2007 ketika 1.582 nyawa warga sipil hilang. Pola ini tidak pernah berbalik, karena 2.118 warga sipil terbunuh pada 2008, 2.412 lagi pada 2009, dan 2.794 pada 2010. Ini berarti bahwa 13.703 warga sipil Afghanistan tewas dalam dekade pertama perang, dengan laporan menunjukkan bahwa jumlah yang terluka setidaknya dua kali lipat.


Quote:



Mengutip laporan aa.com.tr, United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA), organisasi bantuan PBB di Afghanistan mulai melacak korban sipil pada 2009. Anna Maria Adhikari, kepala tim mengatakan kepada Anadolu Agency. Laporan terbaru dari UNAMA dalam hal ini dikeluarkan minggu lalu, mencatat bahwa "tingkat luar biasa" kerugian yang ditimbulkan pada warga sipil di Afghanistan dalam tiga bulan pertama tahun 2021, dengan 573 tewas dan 1.210 terluka - peningkatan 29% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

UNAMA mengungkapkan keprihatinan khusus atas peningkatan 37% dalam jumlah wanita yang terbunuh dan terluka, dan peningkatan 23% pada korban anak-anak, jika dibandingkan dengan kuartal pertama tahun ini.Lonjakan korban sipil yang dicatat dengan dimulainya negosiasi antara perwakilan pemerintah dan Taliban pada September tahun lalu berlanjut dengan gerilyawan didakwa atas 43,5% dari semua korban sipil, pasukan keamanan untuk 25% korban sipil, dan elemen anti-pemerintah yang belum ditentukan untuk 12,5% dari korban sipil.

UNAMA juga menggambarkan tren peningkatan korban sipil, dengan sedikit penurunan pada tahun 2020 ketika AS dan Taliban menandatangani Perjanjian Doha yang membuka jalan bagi pasukan asing untuk meninggalkan Afghanistan. Menurut perkiraan, 3.133 warga sipil terbunuh pada tahun 2011, 2.769 lebih banyak dari konflik yang berkecamuk pada tahun 2012, 2.969 kematian pada tahun 2013, 3.701 pada tahun 2014. Inilah saat pasukan asing mengakhiri misi tempur mereka dan masuk ke misi Dukungan Tegas yang berfokus terutama pada pelatihan pasukan Afghanistan.

Namun, itu tidak membantu mengurangi kekerasan dan malah mengakibatkan lebih banyak kematian. Sebanyak 3.565 warga sipil tewas pada 2015, pada 2016, 3.527 tewas, dan pada 2017, jumlah kematian warga sipil adalah 3.442, 3.803 pada 2018, 3.409 pada 2019, dan 3.035 pada 2020. Selama waktu ini, jumlah yang terluka lebih dari dua kali lipat dari jumlah kematian. Taliban kembali mendapatkan momentum dalam dekade ini, kelompok itu dianggap bertanggung jawab atas sebagian besar korban.


Quote:



Juru bicara Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan Zabihullah Farhang, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa setidaknya 39 kematian warga sipil terjadi dalam minggu pertama setelah Presiden Joe Biden mengumumkan penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan.

"Warga sipil tewas dalam ledakan bom di pinggir jalan serta serangan bersenjata di Provinsi Farah, Parwan, Nangarhar dan Kandahar," katanya, menambahkan bahwa yang tewas termasuk empat wanita dan delapan anak-anak. Kelompok hak asasi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para penyerang sebagian besar adalah Taliban. Mereka telah menyerukan gencatan senjata segera dan solusi untuk konflik tersebut.



Bagaimana Nasib Anak-Anak Afghanistan ?


Anak-anak adalah korban sesungguhnya dari perang, selama hampir 20 tahun mereka menjalani kehidupan yang mengerikan. Melihat rudal melayang di atas langit, mendengar dentuman bom di mana-mana, dan melihat begitu banyak kematian orang-orang di sekitar mereka.

Sebagian dari mereka juga kehilangan anggota tubuhnya akibat dari berbagai serangan yang dilancarkan, melindungi anak-anak adalah salah satu hal penting yang tidak boleh diabaikan. Karena anak-anak tersebut yang kelak akan memimpin negara mereka. Tumbuh dengan melihat perang, bukan seperti ini cara mereka menghabisakan masa kecilnya.


Quote:




Apakah Kepulangan Rambo Sudah Tepat ?


Setelah Amerika pergi, keadaan Afghanistan tidak membaik, tapi semakin memburuk. Dikutip dari Times(07/08/2021) Amerika Serikat telah mengirim pesawat pengebom B-52 dan pesawat Spectre ke Afghanistan dalam upaya untuk menghentikan gerilyawan Taliban yang menuju tiga kota utama. B-52 terbang ke Afghanistan dari pangkalan udara di Qatar, kedua pesawat sukses mengenai sasaran di sekitar Kandahar, Herat, dan Lashkar Gah di provinsi Helmand.

Langkah itu dilakukan di tengah situasi yang semakin mengerikan di Afghanistan, karena Taliban terus merebut wilayah di seluruh negeri saat pasukan pimpinan Amerika mundur. Pentagon memperkirakan bahwa kelompok itu sekarang menguasai setengah dari 419 pusat distrik Afghanistan. Pada hari Jumat (06/08/2021) Taliban merebut Zaranj di Nimroz, menjadikannya ibukota provinsi pertama yang dikuasai oleh pemberontak sejak mereka memulai kampanye militer mereka pada bulan Mei.

Taliban juga membunuh kepala pejabat media pemerintah, Dawa Khan Menapal, pada hari yang sama di Kabul. Pengerahan pesawat pengebom dan kapal perang milik Amerika juga semakin mempertegas bagaimana pasukan Afghanistan yang tetap bergantung penuh pada dukungan "Rambo". Lalu bagaiamana Afghanistan menatap masa depannya ? Akankah keputusan Joe Biden untuk menarik seluruh pasukannya merupakan keputusan yang tepat ?

Melihat keras kepalanya para Taliban yang justru kembali berulah dengan memanfaatkan perjanjian Doha, mungkinkah kedepannya "Rambo" akan kembali ke Afghanistan ? Pasukan Afghanistan tentu tidak akan bisa menghadapi Taliban sendirian, akan tetapi jika "Rambo" kembali beraksi, diperkirakan korban akan kembali berjatuhan. Haruskah senjata nuklir digunakan untuk mengancam para Taliban untuk berhenti, seperti cara Amerika menghentikan Perang Korea ?

Sulit untuk memprediksi bagaimana masa depan Afghanistan ? Bahkan ketika negara besar seperti Uni Soviet dan Amerika berada di sana, kehadiran mereka seolah tidak merubah apa pun. Perang masih berlanjut, korban sipil, Taliban sampai para tentara dari Uni Soviet dan Amerika terus berguguran setiap hari. "Was the decision to go home the right one, Rambo?"


Quote:



Demikian sedikit informasi yang bisa ane sampaikan kali ini, dan sejenak mari kita senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena negara kita tak pernah menjalani perang yang mengerikan seperti di Afghanistan. Walaupun semasa 2 kali Pilpres masih ada saja orang-orang keras kepala yang membuat gaduh untuk memecah belah kita, yang bisa saja menimbulkan konflik di berbagai tempat. Untungnya para pejabat di republik ini masih bisa menjauhkan masyarakatnya dari perpecahan.

Tetap semangat dan jaga kesehatan, sampai jumpa emoticon-Angkat Beer




Referensi Tulisan: 1.2.3.4
Ilustrasi Foto: Google Image
Diubah oleh si.matamalaikat 10-08-2021 02:13
yoikukumau
eyefirst2
Mistaravim
Mistaravim dan 36 lainnya memberi reputasi
33
10.7K
119
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
jazzcousticAvatar border
jazzcoustic
#5
Julukan Afganistan sebagai "graveyard of empire" memang tidak terbantahkan. Mulai dari Inggris, Soviet, Mamarika... who's next?

Kira2 apa yg menjadi penyebab "empire2" ini gagal menguasai afganistan? Padhl secara teknologi spt bumi dan langit...

emoticon-Leh Uga
Diubah oleh jazzcoustic 09-08-2021 12:19
jerrystreamer1
scorpiolama
EriksaRizkiM
EriksaRizkiM dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Tutup