khambing34Avatar border
TS
khambing34
Al Biruni dan Toleransi


Serangan brutal sekelompok orang, yang mengatasnamakan Islam, terhadap kelompok Syiah di Solo harus dikutuk. Tak hanya itu perbuatan kriminal; tapi juga menodai ajaran Islam sendiri.

Ada banyak tafsir, aliran dan mazhab dalam Islam. Dan itu justru menunjukkan kekayaan dan keagungan Islam. Satu Islam adalah mitos.

Obsesi satu Islam (sama seperti obsesi satu Indonesia/NKRI Harga Mati atau obsesi satu dunia atas nama globalisasi) cenderung hegemonik dan menindas.

Satu Islam dengan Islam yang mana, menurut siapa?

Kita tak harus setuju dengan tafsir orang lain. 

Cukup menoleransinya, membiarkan tetap ada, berdampingan dengan tafsir kita, yang menurut orang lain bisa juga dianggap keliru.

Itu tak hanya berlaku dalam soal mazhab/aliran di dalam Islam sendiri; tapi juga ketika orang Islam berhubungan dengan penganut agama lain.

Menolak kehadiran/eksistensi orang lain yang berbeda (mazhab atau agama) menunjukkan kelemahan iman seseorang, mencerminkan rendahnya keyakinan diri akan kebenaran iman yang dimiliki.

Mungkin kita harus belajar dari Al Biruni, cendekiawan Muslim abad ke-11. Biruni menulis ratusan buku dalam bahasa Arab. Dia belajar matematika, fisika dan astronomi. Namanya diabadikan sebagai nama salah satu kawah di Bulan. Tapi, Biruni lebih dikenal sebagai seorang pionir kajian antropologi serta perbandingan bangsa dan agama.

Piawai berbahasa Sansekerta, Persia dan Ibrani (Yahudi), dia mengkaji bangsa dan agama di luar Islam. Salah satu buku terkenalnya berjudul Al Hind, tentang bangsa dan agama orang India (Hindu). Dia juga menerjemahkan beberapa karya dari Sansekerta ke Arab.

Kepada audiens Muslim dan Arab, Biruni memaparkan Hindu sebagai apa adanya, seperti yang diyakini pemuka dan penganut Hindu sendiri; bukan dengan judgement dan label egosentris, dengan sebutan kafir misalnya.

Biruni mencerminkan ciri seorang Muslim yang sangat percaya diri: bergaul dengan bangsa dan penganut agama berbeda, mengkaji keyakinan orang lain, menerima apa adanya, tanpa kuatir akan mencemari keyakinannya.

Bandingkan itu dengan orang-orang di Solo yang menyerang brutal penganut mazhab lain. Orang-orang Islam di Solo ini justru merendahkan agamanya, tidak yakin akan kekuatan agama dan keyakinannya.

JUSTRU SEKARANG BANYAK YANG MENYALAH GUNAKAN ARTI DARI BERAGAMA MULAI DARI UNTUK KEPENTINGAN POLITIK SAMPAI DIJADIKAN PEMBENARAN ATAS TINDAKAN DIRI SENDIRI
emoticon-No Hope





Siege
pilotugal2an541
hantumasam
hantumasam dan 4 lainnya memberi reputasi
5
969
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
tyrodinthorAvatar border
tyrodinthor
#1
gak cuma Al-Biruni, sebagian besar tokoh di masa itu berpikiran terbuka dan pluralis. kalopun ada yang berpikir sempit, itu hanya segelintir kecil tokoh.

Al-Biruni, Al-Jahiz, Ibnu Nadim, Al-Baladzuri, Al-Kindi, dkk adalah para budayawan Arab yang sangat mencintai kebudayaan apapun itu, menulis kitab-kitab ilmiah mereka tanpa bias iman. tidak hanya bersahabat dengan tokoh-tokoh non-Muslim, tapi juga saling menimba ilmu. Ibnu Nadim sebagai contohnya, juga bersahabat dan berguru dengan Al-Mufid (Syi'ah) dan Yahya bin 'Adi (Kristen Jacobite).
khambing34
hantumasam
pilotugal2an541
pilotugal2an541 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup