si.matamalaikatAvatar border
TS
si.matamalaikat
Sejarah KRI Irian - Kapal Perang Terbesar yang Pernah Dimiliki Indonesia
Pada dekade 1960-an, tepatnya pada masa kepemimpinan Presiden Sukarno, militer Indonesia pernah meraih puncak kejayaannya. Terutama kekuatan di matra laut dan udara. Salah satu yang paling fenomenal dan akan terus dikenang adalah kepemilikan kapal jenis cruiser alias kapal penjelajah.

Bicara soal kapal penjelajah, tidak setiap negara memiliki kapal ini. Karena cruiser sendiri memiliki ukuran yang besar, tonasenya juga besar, selain itu kapal ini juga membutuhkan biaya operasional yang mahal. Lalu, bagaimana bisa Indonesia yang pada waktu itu baru merdeka bisa memiliki kapal ini ? Dan bagaimana nasib akhir dari kapal yang jadi lambang kejayaan Angkatan Laut Indonesia ini ? Nah, pada kesempatan kali ini ane akan membahas kapal perang legendaris tersebut gan sist. Sudah ane siapkan pembahasannya, selamat membaca emoticon-Angkat Beer



CHAPTER 1: Datang Dalam Rangka Operasi Trikora


KRI Irian didatangkan dari Uni Soviet untuk digunakan dalam Operasi Trikora, operasi ini digelar dalam upaya perebutan Irian Barat. Operasi ini dilakukan karena Belanda menolak menyerahkan Irian Barat. Setelah Indonesia merdeka, bekas wilayah Hindia Belanda menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Namun, Belanda menolak menyerahkan Irian Barat, mereka menganggap Irian Barat adalah Provinsi dari Kerajaan Belanda.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, dilakukan berbagai perundingan antara Indonesia dan Belanda. Akan tetapi perundingan tersebut tidak mencapai mufakat. Kemudian Belanda mengusulkan penyelesaian melalui Mahkamah Internasional, tapi usulan itu ditolak oleh Indonesia.

Tanggal 19 Desember 1961 bertempat di alun-alun Utara, Yogyakarta, Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Bung Karno menegaskan bahwa bendera Merah Putih harus berkibar di Irian Barat, serta digelar mobilisasi umum untuk mengambil kembali Irian Barat dari kuasa Belanda. Adapun isi Trikora seperti yang diserukan oleh Bung Karno adalah sebagai berikut:

1. Gagalkan negara boneka Papua

2. Kibarkan bendera Sang Saka Merah Putih di Papua

3. Siapkan diri untuk mobilisasi umum

Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Sukarno membentuk Komando Mandala dan menunjuk Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima. Tugas kesatuan ini untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menggelar operasi militer untuk menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia.

Guna mendukung operasi militer tersebut, Indonesia kemudian mencoba mencari tambahan persenjataan untuk menghadapi konflik dengan Belanda. Awalnya Indonesia mencoba meminta bantuan persenjataan dari Amerika, namun hal itu gagal, karena Belanda adalah sekutu Amerika.

Akhirnya, pada bulan Desember 1960, Jenderal A. H. Nasution pergi ke Moskwa, Uni Soviet. Beliau berhasil mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet. Sejak saat itu berbagai macam persenjataan buatan Uni Soviet mulai berdatangan ke Indonesia.




KRI Irian 201.

Ilustrasi: wikiwand.com



Selain kapal perang, Indonesia juga memborong alutsista lain, seperti kapal selam, korvet, pesawat tempur, helikopter sampai pesawat pembom. Berikut ini adalah beberapa daftar alutsista yang didatangkan Indonesia waktu itu:

Helikopter:

- 41 unit Mi-4.
- 9 unit Mi-6.

Pesawat Tempur:

- 30 unit MiG-15.
- 49 unit MiG-17.
- 10 unit MiG-19.
- 20 MiG-21.

Pesawat Pembom:

- 22 unit Ilyushin IL-28.
- 14 unit Tu-16.
- 12 unit Tu-16 versi maritim.




Kunjungan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Khrushchev ke Indonesia pada 18 Februari-1 Maret 1960 menegaskan keakraban Jakarta dengan Moskow di era Perang Dingin.

Ilustrasi: tirto.id



Pada era Bung Karno pula, untuk pertama kalinya Indonesia memiliki kapal selam dengan total 12 unit. Jumlah yang belum bisa dicapai oleh Indonesia di era modern ini, kapal selam tersebut di Soviet disebut sebagai Whiskey Class. Selain itu, tentu yang paling fenomenal adalah dibelinya kapal penjelajah ringan dari Uni Soviet. Kapal ini menjadi pelengkap kekuatan armada laut Indonesia di era 60-an.

Penjualan kapal penjelajah tersebut juga menjadi sejarah tersendiri pada masa itu bagi Uni Soviet, pasalnya Negara Komunis tersebut tidak pernah menjual kapal dengan bobot besar kepada negara lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara yang potensial untuk menyebarkan pengaruh Uni Soviet di kawasan Asia Tenggara.



CHAPTER 2: Kapal Penjelajah Kelas Sverdlov


Di Uni Soviet kapal ini disebut sebagai kapal penjelajah "Kelas Sverdlov", dengan kode penyebutan "Project 68-bis". Total ada 13 unit kapal yang berhasil dibangun waktu itu, kapal ini merupakan versi pengembangan dari kapal penjelajah Kelas Chapayev. Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad.

Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, kapal kemudian diluncurkan pada tanggal 17 September 1950, dan pertama kali kapal dioperasikan tanggal 30 Juni 1952. Kapal tersebut oleh Angkatan Laut Soviet diberi nama "Ordzhonikidze".Kapal ini berdinas selama 10 tahun, setelah itu kapal ini dibeli oleh Indonesia.

Kapal ini memiliki panjang 210 m, lebar 22 m, draft 6.9 m dan bobot mencapai 13.600 ton. Sampai saat ini belum ada kapal perang Indonesia yang menandingi KRI Irian dari segi ukuran. Sebagai contoh, kapal frigate terbaru TNI AL, yakni KRI R.E Martadinata hanya punya panjang 105 m. Sementara itu KRI Ahmad Yani memiliki panjang 113 m.




Ilustrasi: @WdyaRailfans/Twitter



Kapal ini dirancang untuk beroperasi di Laut Baltik yang beriklim dingin, karena kapal dibeli oleh Indonesia dan akan beroperasi di laut tropis, maka perlu dilakukan modifikasi besar-besaran. Pada tanggal 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Central Design Bureau untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah tropis.

Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini bisa beroperasi pada suhu +40°C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30°C. Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian mengunjungi kota Baltiysk, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk pemasangan genset diesel yang lebih kuat, guna menggerakkan ventilator tambahan.

Tanggal 14 Februari 1961, Ordzhonikidze tiba di Sevastopol, dan pada tanggal 5 April 1962, kapal memulai uji coba lautnya. Pada saat itu, kru Indonesia untuk kapal ini sudah terbentuk dan berada di atas kapal. Salah satu mekanik kapal ini, yaitu Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI (Angakatan Laut Republik Indonesia). Selain itu, banyak dari pelaut yang lain, di kemudian hari juga banyak yang menduduki posisi penting.

Setelah melakukan beberapa modifikasi dan pengujian, kapal mulai berlayar ke Indonesia. Ordzhonikidze kemudian tiba di Surabaya pada tanggal 5 Agustus 1962, kapal ini dinyatakan keluar dari kedinasan Angkatan Laut Uni Soviet tanggal 24 Januari 1963. Pada tanggal yang sama, kapal ini resmi masuk dinas Angkatan Laut Indonesia. Kapal ini kemudian berganti nama menjadi KRI Irian, dan diberi nomor lambung 201.



CHAPTER 3: Spesifikasi Kapal


KRI Irian mampu menempuh jarak 9000 mil laut, artinya bisa mengelilingi lautan luar kepulauan Indonesia, termasuk Papua Nugini, selama satu putaran penuh tanpa menambah bahan bakar. Atau bisa juga berlayar dari Surabaya hingga ke Pantai Barat Amerika.

Kapal digerakkan dengan 2 buah turbin uap TB-72, uap untuk memutar turbin ini dihasilkan oleh 6 unit ketel uap (boiler) KV-68. Boiler ini memanaskan air menjadi uap tekanan tinggi, uap yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin uap.

Putaran turbin uap, selain untuk memutar baling-baling kapal, juga disalurkan untuk memutar generator guna menghasilkan listrik. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk berbagai keperluan, seperti penerangan, sirkulasi udara, radar, hingga pengoperasian turret senjata.

Tenaga total yang bisa dihasilkan KRI Irian sekitar 110.000 hp sampai 122.000 hp pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal seberat 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.




Ilustrasi: wikiwand.com



Senjata utama kapal ini adalah meriam B-38 6 inch (152 mm) yang terpasang pada 4 turret, setiap turret berisi 3 meriam. Kubah meriam utama ini terdapat di anjungan dan buritan masing-masing dua buah, sehingga total ada 12 meriam. Jarak tembak maksimal dari meriam ini mencapai 30 km.

Pada masa itu, kapal berukuran besar memiliki keunggulan mutlak dibandingkan kapal berukuran kecil. Karena kapal berukuran besar, mampu membawa meriam besar dengan jarak tembak lebih jauh, sehingga mampu menyerang musuh di luar jarak jangkau tembakan musuh.

Selain senjata utama tersebut, kapal ini juga dilengkapi meriam multifungsi L-56 kaliber 100 mm yang dipasang pada 6 kubah meriamnya. Masing-masing kubah meriam ini berisi 2 meriam, sehinggga total memiliki 12 pucuk meriam.

Untuk menghadapai serangan dari udara, kapal dibekali meriam otomatis P-11 kaliber 37 mm dengan total 32 pucuk yang terdapat pada 18 titik, masing-masing titik terdapat dua meriam otomatis dalam posisi berjajar. Untuk menghadapi kapal selam, KRI Irian dibekali torpedo 533 mm dengan 10 tabung peluncur.




Meriam 6 inch total ada 12 buah.

Ilustrasi: indomiliter.com




Posisi meriam 152 mm, yang diberi tanda merah.




Posisi meriam L-56.




Posisi meriam P-11.

Ilustrasi: Screen Shot Lycma Mil-Tech



Untuk memantau pergerakan musuh, navigasi serta ancaman serangan dari udara, kapal dilengkapi 17 radar. Terdiri dari 4 jenis radar penjejak udara, 1 radar navigasi serta 12 radar pengendali tembakan. Sementara untuk peperangan elektronik, memakai sistem jamming Machta ECM (electronic Counter Measure).

Dengan berbagai peralatan serta persenjataan yang dibawa, membuat kapal ini menjadi salah satu kapal yang disegani di belahan bumi selatan. Bahkan, pada masanya, di belahan bumi selatan, tercatat hanya Indonesia yang mengoperasikan kapal penjelajah. Untuk kru yang mengoperasikan kapal ini cukup banyak, total krunya 1.270 orang, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, serta 154 perwira pertama.



CHAPTER 4: Masalah Pada KRI Irian


Meski mampu memberi efek psikologis yang besar kepada Belanda, akan tetapi kehadiran KRI Irian juga tak terlepas dari masalah. Batalnya modifikasi besar-besaran pada kapal mulai menimbulkan masalah, suhu panas dan kelembaban yang tinggi membuat satu per satu komponen kapal bermasalah.

Terlebih lagi prosedur pembelian yang terburu-buru dengan sistem beli putus, membuat alih teknologi tidak maksimal. Teknisi Indonesia tidak punya banyak waktu untuk menyerap ilmu, guna merawat kapal yang canggih dan mahal pada masanya itu. Alhasil, setelah 3 bulan berada di Indonesia, 3 dari 6 boiler KRI Irian sudah rusak. Kapal hanya mampu berlayar dengan separuh tenaga.




Ilustrasi: wikiwand.com



Memasuki tahun 1964, KRI Irian sudah kehilangan efisiensi operasionalnya, dan terpaksa harus dikirim kembali ke Uni Soviet untuk menjalani perbaikan. Pada bulan Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para teknisi kapal ternyata tidak dilakukan.

Setelah perbaikan selesai, pada bulan Agustus 1964 kapal beelayar kembali menuju Surabaya dengan kawalan kapal destroyer Angkatan Laut Soviet. Saat meletusnya G30S/PKI pada tahun 1965, KRI Irian turut menjadi korban dari peristiwa tersebut. Setelah pergantian kekuasaan, nasib kapal ini jadi tidak menentu, kapal lebih sering teronggok di Surabaya. Nasibnya sama dengan puluhan alutsista Uni Soviet lainnya, terbengkalai dan kemudian rusak.



CHAPTER 5: Hutang yang Harus Dibayar Selama 30 Tahun


Setelah tragedi G30S/PKI, hubungan antara Uni Soviet dan Indonesia merenggang, apalagi setelah terjadinya pergantian kekuasaan. Kemudian, Uni Soviet mulai menghentikan pengiriman suku cadang kepada Indonesia, hal ini membuat KRI Irian tidak bisa lagi dioperasionalkan.

Saat Indonesia ingin membeli suku cadang, Soviet hanya mau menerima pembayaran cash. Mereka berharap Indonesia mau melunasi hutangnya terlebih dahulu, pasalnya ada beberapa alutsista yang didatangkan ke Indonesia, belum dibayar cicilannya. Selain berhutang senjata, Indonesia juga berhutang berbagai proyek infrastruktur. Beberapa proyek tersebut misalnya proyek pabrik baja di Cilegon serta pembangunan Gelora Senayan.

Memasuki akhir dekade 1960-an, Indonesia berupaya merestrukturisasi hutang-hutang tersebut. Akhirnya tercapai sebuah kesepakatan dengan Uni Soviet, bahwa hutang itu akan dibayar dalam jangka waktu 30 tahun. Dengan pembayaran dimulai per tanggal 1 Januari 1970. Jika Indonesia taat mematuhi kesepakatan ini, maka hutang tersebut akan lunas pada akhir tahun 1999, pada masa Presiden B.J. Habibie.




Presiden Soeharto bersama Pimpinan Uni Soviet Mikhail Gorbachev.

Ilustrasi: hobbymiliter.com






Sekilas perjanjian pembayaran hutang antara Uni Soviet dan Indonesia.

Iluatrasi: hobbymiliter.com



Meski kesepakatan sudah tercapai, tapi kondisi KRI Irian sudah semakin parah. Air sudah mulai membanjiri bagian dalam kapal. Pada akhirnya, nasib kapal penjelajah ini pun berakhir sebagai besi tua. Ada beberapa versi mengenai nasib akhir dari KRI Irian, berikut ini beberapa versi tersebut:

1. Pada tahun 1972, kabarnya kapal ini di scrap (dijadikan besi tua) oleh perusahaan asal Taiwan.

2. Versi kedua mengatakan bahwa kapal ini di jual ke Jepang, lalu dibesituakan di sana.

3. Sementara versi ketiga, kapal ini sebenarnya tidak pernah sampai ke Taiwan. Di tengah perjalanan, kapal di cegat armada kapal Uni Soviet, lalu dibawa kembali ke Soviet. Negeri komunis ini tidak ingin kapalnya jatuh ke tangan sekutu Amerika.


Entah versi mana yang paling benar, namun bisa dipastikan nasib kapal ini tetap menjadi besi tua gan sist. Saat ini era kapal dengan meriam besar sudah berakhir, di era modern, kapal sudah memakai rudal jarak jauh yang bisa mencapai jarak ratusan kilometer. Tidak perlu lagi membuat kapal besar dengan tonase yang besar juga, saat ini cukup memakai kapal berukuran kecil yang dilengkapi rudal anti kapal jarak jauh.

Sekarang kapal jenis penjelajah sudah jarang digunakan, ukurannya yang besar membuatnya mudah di deteksi, juga biaya operasionalnya cukup mahal. Selain itu, menggunakan kapal besar di era modern sudah tidak relevan, apalagi dengan semakin maraknya pemakaian rudal anti kapal. Meski saat ini Rusia masih mengoperasikan kapal penjelajah berukuran besar, tapi tidak ada kapal baru yang mereka buat. Kapal berukuran besar saat ini, lazimnya berwujud kapal induk, digunakan sebagai platform landasan pesawat tempur.



THE END



Demikian sedikit nostalgia dengan militer Indonesia di masa lalu, semoga pembahasan kali ini bisa menambah wawasn baru untuk agan dan sista di bidang kemiliteran. Sampai jumpa emoticon-Angkat Beer




Referensi: tirto.id, indomiliter.com, wikipedia.org
Ilustrasi Gambar: wikipedia.org, google image dan berbagai sumber
Diubah oleh si.matamalaikat 27-06-2021 04:35
agusrezapratam4
toinxx08
anton2019827
anton2019827 dan 53 lainnya memberi reputasi
54
11.8K
173
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
m4ntanqvAvatar border
m4ntanqv
#65
Kapal yang paling ditakutin sama negara2 lain nih gan. Sangar banget emang.
jagotorpedo
jagotorpedo memberi reputasi
1
Tutup