eid7778Avatar border
TS
eid7778
Lamaran tanpa dihadiri calon mempelai pria.
Salam kenal semuanya...

Bolehkah saya mendapatkan berbagai sudut pandang dari rekan-rekan disini?

Ada seorang anak laki-laki,
umur 28 tahun,
bergelar Sarjana Hukum dari universitas ternama di kotanya,
Pengalaman kerja 1 tahunan.
Dan menyatakan niatnya kepada orang tuanya untuk segera menikah
(saat itu dia dalam status menganggur dan calon istrinya sudah bekerja),
dan bersama calonnya telah menentukan tanggal lamarannya dan sudah disampaikan kepadanya jumlah "uang susu (sesuai istilah keluarga calon mertuanya)" untuk lamaran nanti dan diminta untuk tidak dinego jumlahnya.

Berhubung orang tuanya tidak memiliki dana yang diminta,
disampailanlah kepada anak laki-laki ini bahwa keluarga hanya sanggup 50% dari jumlah yang diminta.

Saat hari "H-1" acara lamarannya,
anaknya ini menuntut untuk "pokoknya"  harus ada dana sejumlah 50% tersebut, tidak mau peduli orangtuanya mau jungkir balik keq atau bagaimana.
Di hari itu, orang tuanya masuk-keluar rumah kenalan dan sodaranya untuk pinjam uang demi memenuhi tuntutannya.
Tengah malam lewat, hanya terkumpul 40% dari nominal 50% nya di atas (40% x 50%).

Ngambek dan ngamuklah si anak ini.

Tengah malam orang tuanya pulang,
Si anak ini ngambek sambil tidur di lantai teras luar emperan kios kompleks Terminal tempat orang tuanya berdagang.
(Pagi harinya,
ibunya langsung menemui ipar dari calon mertuanya untuk mohon disampaikan permintaan anak ini yang belum bisa disanggupi hari itu dan hasilnya positif diterima).

Menjelang siangnya di hari "H" acara lamarannya itu,
setelah anak laki-laki ini mendapat tembusan cerita dari calon istrinya tentang kedatangan ibu dari anak laki-laki ini ke kerabat calon mertuanya,
kejadian menjadi lebih parah lagi yaitu anak laki-laki ini,
sambil mengancam akan membakar semua rumah milik orang tuanya
(1 rumah budel, 2 rumah tipe 36 (RS) yang masih sedang dicicil).
Siang menjelang/dalam perjalanan keberangkatan orang tuanya dan rombongan ke rumah calon mertuanya untuk acara lamaran,
calon istrinya menelepon kepada orang tua si anak laki-laki ini menyampaikan bahwa:

- cowoknya tidak akan hadir dalam acara.
- prosesi lamaran ini tidak akan mungkin jadi/berjalan tanpa kehadiran cowoknya ini.

Saat rombongan keluarga anak laki-laki ini tiba di tempat acara lamaran,
benar bahwa anak laki-laki ini tidak ada.
Namun, acara lamaran tetap diselenggarakan oleh tuan rumah tanpa kehadiran si anak laki-laki ini hingga acara resminya selesai dilangsungkan.

Setelah acara lamaran usai,
anak laki-laki ini muncul dan saat itu orang tua kandungnya sudah tinggal kongkow-kongkow di teras rumah calon mertuanya.
Datang-datang, langsung marah-marah kepada ibu kandungnya.
(Marahnya tentang "uang susu" tersebut, entah karena orang tuanya nawar turun 50% di atas dan atau datang tanpa membawa "uang susu").

Anak laki-laki ini katanya "dia" tidak mau terjadi masalah dengan keluarga calon mertuanya.
Dia juga akan jadi "bulan-bulanan" keluarga calon mertuanya nanti setelah acara lamaran usai.

4 bulanan kemudian mereka tukar cincin sesuai tanggal yang mereka tentukan.
"Uang susu" akhirnya berasal dari pinjaman kredit bank.
(Saat proses bolak-balik pengurusan kredit di bank pemerintah, kira-kira 2 atau 3x kunjungan sebelum pencairannya, ibu dari anak ini dibuntuti penjambret sepulangnya dari bank hingga ke dalam kios tempat jualan makanan dari ibunya di kompeks dalam terminal AKAP.
laku kemudian berpura-pura memesan makanan untuk dibungkus dengan jumlah yang banyak.
Seorang berlagak sibukin penjual, satu pelaku lain mendekati tas ibu di meja kasir yang belum sempat ditematkan di tempat yang aman.
Berhasil diambil dompetnya.
Saat hari pencairan kredit, si anak ini menuntut wajib langsung diantar ke rumah calon mertuanya saat itu juga ke rumh calon mertuanya yang berjarak 40-an Km dari lokasi bank tersebut.
Dengan menggunakan angkutan umum berganti-ganti angkutan umum sekitar 4x ganti angkutan umum dan bus,ibunya sendirian dari bank langsung bawa uang bernilai puluhan juta itu ke rumah calon mertuanya di tengah rasa was-was dibuntuti kembali oleh penjambret jalanan).

Dan 2 bulan setelah tukar cincin mereka menikah sesuai tanggal yang mereka tentukan pula
(Biaya acara resepsi dll di hari perkimpoian dari hasil penjualan rumah budel dari keluarga ayahnya yang saat itu masih sebagai tempat tinggal keluarga dan tempat kumpul keluarga besar saat neneknya masih hidup).

Undangan resmi untuk resepsi dari keluarga anak laki-laki ini hanya diminta 5 atau 10 undangan oleh orang tuanya.
Ratusan lembar undangan lainnya semuanya untuk keluarga calon mertuanya.
Kotak angpao pun tak disentuh oleh orang tuanya.

Setelah resepsi,
malam harinya (atas permintaan keluarga calon menantunya sebelumnya),
dengan mempertimbangkan "katanya" belum makan dengan "betul" saat acara resepsi di gedung karena fokus melayani tamu undangan,
maka diadakanlah pesta jamuan makan tengah malam lagi dan nyanyi2 yang dilaksanakan di rumah tante dari anak laki-laki ini yang berbeda daerah dan jauh dari rumahnya berhubung rumah budel orang tuanya sudah dijual 2 mingguan sebelum hari pernikahan ini.

Pertanyaan saya :

1. Karena si anak laki-laki ini nanti akan menjadi/calon kepala rumah tangga,
bagaimanakah tanggapannya terhadap semua sikap si anak laki-laki ini termasuk di dalamnya ketidakhadirannya di acara lamarannya?
Bukankah laki-laki arus gentle, sportif dan lainnya termasuk akan punya tanggung jawab besar nanti setelah berumah tangga dan baru akan menghadapi "uang susu" saja, tidak berani "tampil".
Bukankah pusat acara adalah "kedua" insan yang akan menikah ini namun nyatanya yang hadir hanya satu insan tuan rumah yang hadir?

2. Bagaimanakah tanggapannya terhadap penyampaian ceweknya tadi yang tentunya mewakili suara keluarganya
(mungkin juga mewakili suara masyarakat kita dalam budaya ketimuran),
yang menyatakan bahwa acara lamaran ini tidak akan mungkin bisa terlaksana tanpa kehadiran anak laki-laki ini, tetapi mereka langgar sendiri aturan tak tertulis tadi tersebut?
Beberapa orang yang memiliki anak perempuan sempat ditanyakan pendapatnya,
tidak mau kalau ada pria yang akan melamar anak gadisnya tapi tidak menunjukkan batang hidungnya di acara lamarannya karena bagaimana bisa tahu anak laki-laki ini bisa bertanggung jawab ke anak gadisnya, kalau datang menunjukkan batang hidungnya saat melamar anak gadisnya saja tidak sanggup menghadapinya secara elegan, jantan, sportif dan sikap lainnya yang menunjukkan wibawa sebagai laki-laki calon kepala rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga barunya nanti?

3. Ini pernikahan 2 mempelai sekaligus "pernikahan" kedua keluarga besar.
Apakah ini yang terjadi ataukah hanya demi kepuasan/gengsi/harkat satu pihak saja?

4. Setelah menikah,
si anak laki-laki ini,
sejak menikah hingga 8 tahun lebih tidak pernah bekerja alias menganggur.
Istrinya berkeluh kesah
(termasuk memarahi suaminya)
karena suaminya menganggur dan si istri harus menjadi tulang punggung satu-satunya untuk menafkahi anak dan keluarga kecil mereka.
Si laki-laki curhat ke ibu kandungnya kena "damprat" dari istrinya.
Ibu kandungnya curhat ke orang,
bahwa beliau sering diteror (istilah ibu kandungnya)  berupa permintaan bantuan keuangan dari si anak laki-lakinya tersebut.

Di manakah kesalahan terbesar atau "AKAR MASALAH" atas keluh kesah dari sang istri dari si laki-laki ini?

- Dari si laki-lakikah?
- Si Istrinyakah?
- ataukah dari orang tua dari si istri yang mau menerima lamaran tanpa kehadiran si anak laki-laki inikah?

5. Orang tua si laki-laki datang dan hadir dalam prosesi pelamaran tanpa kehadiran si anak laki-laki ini dan diterima oleh orang tua calon istrinya.
Setelah menikah,
anak laki-laki ini dimarahi istrinya (dan ustrinya berkeluh kesah) karena menganggur.

Dari sisi kedua belah pihak orang tua dari anak yang menikah ini,
haruskah orang tua si laki-laki ini yang harus menanggung teror dimintakan bantuan keuangan dari anak laki-lakinya (sampai orang tuanya tega menyakiti dan tidak jujur/merecoki keuangan anaknya yang lain yang sudah menikah, menelantarkan anggota keluarga lain demi si anak laki ini),
ataukah ini adalah resiko yang harus dipikul oleh mertua si laki-laki ini akibat kesalahan mereka sendiri yang tetap melangsungkan acara lamaran di rumah mereka sendiri tanpa kehadiran si anak laki-laki ini?


Mohon maaf apabila ini terlalu panjang tulisannya dan diucapkan terima kasih atas berbagai sudut pandang dari semuanya..
Diubah oleh eid7778 18-05-2021 18:14
0
3.8K
45
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
fanauroraAvatar border
fanaurora
#7
Salah orangtua laki. Salah cara mendidik. Terlalu memanjakan.
0
Tutup