Sadar adanya api di dalam sekam. Memang aku sengaja kubur dengan sangat dalam.
Entah kapan akan terbakar, terserah Tuhan.
Selagi kesabaran yang tak berbatas mau berlapang dada memberi maaf.
Satu-satunya alasan aku berhenti mencintaimu hanya satu, kamu memilih murtad.
Aku akan mendadak memberhentikan lajuku. Tanpa toleransi.
Itu pun mungkin api asmara akan terus membara, tanpa bisa aku pastikan akan padam tidaknya.

Maaf Tuhan, baru kali ini aku mati-matian mencintai mahlukMu.
Ciptaan luar biasa atas kuasa, meski di dunia ia masuk kategori yang biasa, menurut versi manusia.
SempurnaMu, keajaibanku.
Terima kasih menghadirkan dia, memperkenalkan, kemudian membiarkan aku mempelajari.
Benar-benar aku selami. Bagaimana cinta itu bergulir.

Hingga..
Aku tersadar bahwa kebrengsekan duniawi mulai menyerang.
Aku sempat terkapar dalam darah dara lanjut usia.
Dengan pamrih, semakin memberikan aku perasan air jeruk nipis pada darah yang mengucur.
Pedih.

Tapi semesta dan Engkau tak rela aku mati sia-sia di bahu jalan usang yang tandus berdebu.
Ternyata Kau minta aku kembali padaMu. Aku jabarkan luka, Kau beri obatnya.
Kau mau aku merayumu, tenang saja. Aku pandai dalam hal itu.
Aku sebutkan Engkau, beserta seluruh pendampingMu.
Tak tertinggal, yang memberiku 46 sel kromosom juga aku layangkan suara.

Ternyata, hidup itu adil, jika kita menerima. Bila tidak, selamanya tersiksa.
Ternyata kita akan merasa sakit hati, jika kita memang mau merasakan sakitnya.
Begitupun dengan kecewa.

Ayo tetap tenang, berbahagia dengan bersyukur.
Rencana-rencanaNya yang tak diduga mungkin akan terasa ajaib nantinya!
Prasangka baik, husnudzon, terus berdoa, itu cukup.