Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Mundurnya Kejayaan Islam Disebabkan Karena Apa?




Sebelumnya saya mengucapkan Mohon maaf lahir dan batin, bagi yang merayakan Idul Fitri dan juga bagi umat kristen yang merayakan kenaikan Isa Al Masih, shalom aleichem. Semoga toleransi selalu didahulukan dibandingkan egoisme, karena keyakinan adalah hak masing-masing individu tak bisa dipaksakan.

Walau di dalam sejarah kita tahu keduanya saling berseteru, tapi kini saatnya meredam konflik, saling bahu membahu untuk persatuan Indonesia. Oke, sekarang ane akan bahas kenapa masa kejayaan Islam semakin mundur apa sih yang terjadi?





Abad 12 -16 bisa dibilang peradaban Islam sangat diperhitungkan di kancah perpolitikan dunia, namun setelah itu perlahan mundur dan dianggap sebelah mata. Negara-negara Islam di Aftika banyak yang berakhir dengan kemiskinan, namun disatu tempat ada negara Islam bergelimang dengan kekayaan, di tempat lainnya tak pernah libur dengan peperangan namun tak ada kemenangan yang mengubah jalannya sejarah peradaban.

Pemeluknya bisa dibilang sangat banyak diseluruh dunia, namun era kejayaan itu hanya mimpi cerita usang tentang para pahlawan yang menaklukkan kota-kota eropa dimasa lalu. Apa yang menyebabkan Islam perlahan mundur teratur?

Sikap dogmatis kekakuan (rigidity), sikap yang kaku ini awal kehancuran Islam hal ini bisa dilihat ketika Kristen melakukan hal yang sama, berakhir dengan adanya protest dari Marthin Luther yang melahirkan Protestantisme. Ditambah dengan kemerosotan moral serta hilangnya sikap dinamis di tengah komunitas pemeluk keyakinan Islam itu sendiri, hingga membuat kebijakan dari pemimpin mereka terkadang hanya menjadi bahan lelucon.





Faktor lain yang menyebabkan kemunduran telak adalah invasi sejumlah wilayah, hingga akhirnya mereka hanya menjadi penonton ketika di dalam masyarakat Islam mulai menurun aktivitas intelektual dan sains, hanya senang berkutat pada hal yang bersifat mistis sedangkan kita tahu Salahuddin Al Ayyubi atau Sultan Muhammad Al Fatih merebut dua kota besar dimasanya Yerusalem dan Konstantinopel tidak dengan ilmu mistis tapi sains, teknologi meriam basillica dari ahli sains Hungaria (Orban yang beragama kristen), tehnik pengangkutan kapal militer lewat darat, strategi militer yang matang, itu semua didapat karena intelektual dan sains.

Sama halnya dengan Belanda terusir dari Indonesia tidak dengan ilmu santet, tetapi dengan perlawanan senjata, taktik diplomasi, persatuan yang kuat, serta sains karena saat itu Jepang hancur lebur karena teknologi sains yaitu bom atom bukan teknologi santet, babi ngepet, atau memanggil bantuan mahluk tak kasat mata.

Disini terlihat siapa yang menguasai sains dan banyak aktivitas intelektual akan dapat menguasai dunia, hal ini juga terkait dengan perdagangan secara global seperti kita lihat China saat ini merangkak untuk menjadi peradaban yang maju dengan intelektual dan sains serta menguasai perdagangan dunia.





Lantas bagaimana caranya kembali mewujudkan kejayaan seperti di masa lalu? Kembali ke sumber ajaran dan pengalaman sejarah, jangan adalagi perseteruan atau civil war, jangan hidup berkelompok-kelompok dan merasa kelompoknya paling benar, Islam hanya satu ,mahzab dan firqah itu hanya beda pendapat, jadi bukan lantas keluar dari Islam, turunkan egoisme, kedepankan pluralisme dan berbeda pendapat bukanlah sebuah kesalahan namun yang perlu di ingat,

Quote:


Melihat takdir jangan juga menjadi seorang yang fatalis, mungkin ada yang belum paham apa itu fatalisme!! Hal itu adalah  "ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib." Hingga timbulah pesimis, mudah menyerah, menerima nasib yang sudah ditentukan lantas dimana ingin merengkuh kejayaan kalau tidak ada keinginan yang ambisius?





Setidaknya selama masyarakat dalam keyakinan kelompok Islam masih bersikap dogmatis penuh kekakuan, taklid buta, perbedaan antar mahzab atau kelompok yang dibesarkan hingga bersikap fatalis dan menjauhi sains, bahkan hanya mengandalkan emosi tanpa strategi dan trik politik yang benar maka selama itu juga Islam akan terus diambang kemunduran.

Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, semoga bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.

emoticon-I Love Indonesia



"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2021
referensi : klik, klik, klik
Pic : google

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Star



Diubah oleh c4punk1950... 12-05-2021 18:55
fansdemilovato
fachri15
RyuDan2255
RyuDan2255 dan 55 lainnya memberi reputasi
54
12.1K
337
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
tyrodinthorAvatar border
tyrodinthor
#8
Yang bikin mundur adalah pemikiran fundamentalisme yang maunya semua orang berpola pikir dan berkeyakinan yang sama. Coba bercermin dengan abad ke-7 sampai 9. Di abad itu, masyarakat Abbasiyyah hidup dalam dunia yang plural, liberal, dan toleran. Karena itu terciptalah masyarakat yang beragam pemikiran dan pendapat, sehingga masyarakat di 'Abbasiyyah bisa mencapai kemajuan di berbagai bidang. Tapi sejak muncul fundamentalis di akhir abad ke-9, yang menghendaki dunia Islam yang homogen, intoleran terhadap perbedaan dan keragaman, serta membatasi arus pemikiran, maka sejak itu 'Abbasiyyah mundur. Dan parahnya, sikap fundamentalisme ini diwariskan sampai sekarang.

Dan paling penting juga, bahwa menyebut istilah "kemajuan Islam" saja itu udah keliru. Faktanya, ketika 'Abbasiyyah maju, yang berperan terhadap kemajuan 'Abbasiyyah bukan hanya kaum Muslim saja, tapi juga non-Muslim. Bahkan, peranan non-Muslim sebenarnya lebih besar daripada Muslim.

Satu hal yang juga harus diingat, bahwa rata-rata Muslim yang berperan membawa kemajuan bagi 'Abbasiyyah adalah Muslim-muslim liberal dan sekuler yang seringkali dikafirkan oleh Muslim fundamentalis. Muslim-muslim liberal ini umumnya mengikuti aliran Mu'tazilah dan Avicennisme. Mereka dikafirkan karena memiliki pandangan berbeda dalam memandang ajaran Islam.

Ini beberapa tokoh intelektual non-Muslim, Mu'tazilah, Avicennisme, dan sebagian kecil tokoh Muslim moderat (Sunni-Syi'ah) yang membawa kemajuan bagi 'Abbasiyyah.

  1. Aban Al-Lahiqi(Manichaean [sekuler]), seorang ahli sastra Arab yang menjadi pujangga bagi Bani Barmak (keluarga Buddhis).
  2. Yusya' Bakht / Isho'bokht (Kristen Jacobite), uskup metropolitanus di Fars, ahli bahasa Persia.
  3. Ibnu Al-Muqaffa' / Rozbeh (Manichaean), seorang Manichaean yang taat, ahli hikmah, ketua tim Al-Manshur untuk penerjemahan kitab-kitab dari bahasa Persia, termasuk kitab-kitab Hindu berbahasa Persia.
  4. Jarjis bin Bukhtisyu (Kristen Nestorian [sekuler]), ahli bahasa Suryani (Syria), fisika, pengobatan, dan dokter pribadi bagi khalifah Al-Manshur dan Al-Mahdi, serta bagi Imam As-Sajjad (Imam ke-4 Syi'ah).
  5. Jabril bin Bukhtisyu (Kristen Nestorian [sekuler]), dokter pribadi Bani Barmak, khalifah Harun Ar-Rasyid, dan Al-Ma'mun.
  6. Thawafil bin Tuma / Teofilus (Kristen [sekuler]), ahli astrologi (nujum), dan menjadi astrolog di istana khalifah Al-Mahdi.
  7. Ibnu Bahriz / Abdisho' bar Bahriz (Kristen Jacobite), ahli teologi, filsafat, dan penerjemah kitab-kitab berbahasa Yunani bagi khalifah Al-Ma'mun.
  8. Ibnu Masawaih (Kristen Nestorian [sekuler]), ahli pengobatan dan ahli bahasa Persia, muridnya Jabril bin Bukhtisyu. dia juga inspirasi bagi Ibnu Sina.
  9. Hunain bin Ishaq (Kristen Nestorian), ahli teologi, filsafat, nahwu, matematika, fisika, pengobatan, dokter, serta berjasa menerjemahkan kitab-kitab Yunani dan Suryani/Syria (termasuk kitab-kitab Kristen).
  10. Hasan An-Nawbakhti (Syi'ah [sekuler]), muridnya Hunain bin Ishaq, ahli filsafat dan kalam, pujangga istana Harun Ar-Rasyid.
  11. 'Iliyya bin 'Ubaid Al-Jauhari / Elia (Kristen Jacobite), ahli teologi, filsafat, sejarahwan, dan uskup metropolitanus di lebih dari 5 kota.
  12. Ishaq bin Hunain (Kristen [sekuler]), anaknya Hunain bin Ishaq, ahli fisika dan berjasa menerjemahkan kitabnya Euclides dan Ptolemeus ke dalam bahasa Arab.
  13. Tsabit bin Qurrah (Kristen [sekuler]), ahli aljabar, fisika, dan astronomi.
  14. Ibnu Al-Anbari (Mu'tazilah [sekuler]), ahli logika dan grammatika Arab, anggota Nahawi 'anil-Kufah (komunitas ahli nahwu di Kufah).
  15. Ibnu Duraid (Mu'tazilah [sekuler]), ahli logika dan grammatika Arab, anggota Nahawi 'anil-Bashrah (komunitas ahli nahwu di Bashrah).
  16. Quthrub (Mu'tazilah), ahli logika dan grammatika Arab, anggota Nahawi 'anil-Bashrah, penafsir Al-Qur'an dan kritikus qira'at.
  17. Ar-Razi (sekuler), ahli filsafat, logika, fisika, alkemi, pengobatan, kritikus wahyu, dan menyatakan bahwa Allah bukan satu-satunya yang abadi.
  18. Ibnu Sa'ad (Mu'tazilah Sunni), sejarahwan dan ahli thabaqah perawi hadits, penulis Thabaqatul-Kubra'.
  19. Al-Waqidi (Mu'tazilah Sunni), qadhi (hakim) dan sejarahwan maghazi (ekspedisi perang Nabi), gurunya Ibnu Sa'ad, dianggap dha'if, bahkan dicela sama Ahmad bin Hanbal.
  20. Ibnu Rumi (Mu'tazilah Syi'ah), pujangga, dan maula bagi Bani Wahb (klan Kristen Nestorian).
  21. Al-Mutannabi (ateis), ahli nahwu dan pujangga. Nisbah-nya aja keren: Al-Mutannabi ("yang bisa jadi nabi" / the prophet would-be).
  22. Al-Kindi (sekuler), ahli filsafat, matematika, fisika, astronomi, musik, dan budaya, dia dianggap kafir oleh Imam Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyyah.
  23. Al-Farabi (sekuler), ahli filsafat dan musik, dia juga dianggap kafir oleh Imam Al-Ghazali.
  24. Al-Khwarizmi (Zoroastrian [sekuler]), ahli filsafat, matematika, fisika, dan bahasa Arab, berjasa dalam mengembangkan Aljabar.
  25. Ibnu Sina (sekuler), ahli filsafat, fisika, matematika, astronomi, biologi, pengobatan, dan dokter. dia pendiri Avicennisme (Sina'iyyah), dia dianggap kafir oleh Imam Al-Ghazali, dianggap Syi'ah oleh Ibnu Taimiyyah, dianggap Mu'tazilah oleh Ibnu Hajar tapi dihormati olehnya. Madrasah-nya dibakar oleh "Hanabilah" (esktrimis Hanbali) yang sudah bersekutu sama Seljuk saat menyerang dinasti Kakuwiyyah di Isfahan, dia sendiri yang akhirnya membakar kitab-kitabnya, mungkin supaya tidak disalahgunakan ilmunya. entah bagaimana, kitab Al-Qanun karya dia yang terkenal itu berhasil diselamatkan ke Andalusia (Spanyol) dan diterjemahkan oleh Gerardus dari Cremona (ahli bahasa Arab dan Latin di Toledo, asal Italia).
  26. Yahya bin 'Adi (Kristen Jacobite), ahli teologi, filsafat, logika, dan penerjemah, dia sahabat dekatnya Ibnu Nadim.
  27. Abu Bisyir Al-Qunna'i (Kristen Melkite), ahli filsafat, teologi, perawi filsuf-filsuf Aristotelian, penerjemah Yunani, gurunya Yahya bin 'Adi.
  28. Qustha bin Luqa (Kristen Melkite [sekuler]), ahli filsafat, astronomi, fisika, matematika, dan penerjemah bahasa Yunani ke bahasa Arab.
  29. Abu 'Isa Al-Warraq (ateis), ahli filsafat, kritikus Islam dan semua agama.
  30. Ibnu Rawandi (ateis), ahli filsafat dan kritikus Al-Qur'an, gurunya Al-Warraq.
  31. Hiwi Al-Balkhi (Gnostik), ahli filsafat dan kritikus Alkitab.
  32. Mahbub Al-Manbiji / Agapius (Kristen Melkite), ahli sejarah dan uskup.
  33. Sa'id bin Bitriq / Eutychius (Kristen Melkite), patriarkh (uskup agung) Melkite dan ahli sejarah, gurunya Mahbub.
  34. Tawadrus Abu Qurrah / Theodore (Kristen Melkite), uskup metropolitan di Harran, ahli teologi, apologet, ahli bahasa Arab, Syria, Yunani, dan pernah berdebat melawan Al-Ma'mun di istananya untuk menyangkal doktrin Mu'tazilah.
  35. Sa'adiyah Ga'on / Sa'id Al-Fayyumi (Yahudi), seorang rabi generasi Ge'onim, ahli bahasa Arab dan Ibrani, penerjemah Ibrani, dan exilarkh di Sura dan Pumbedita (Iraq).
  36. Mari bin Sulaiman (Kristen Nestorian), ahli teologi dan bibliografer.
  37. Sawirus Al-Asymunain / Severus (Kristen Koptik), uskup dan sejarahwan patriarkh Koptik.
  38. Al-Khazini (Zoroastrian [sekuler]), ahli astronomi dan matematika, berjasa menerjemahkan kitab-kitab Persia.
  39. Dan masih banyak lagi.


Quote:


Justru harus berbeda gan kalo ummat Muslim mau maju. Harus siap dengan perbedaan dan keragaman pemikiran dan pendapat.

Justru karena keseragaman pemikiran dan pendapat, makanya dunia Islam menjadi mundur. Kalo ada yang berbeda dikit, di-bid'ah-kan, atau malah dikafirkan. Pola pikir seragam ini lah yang dianut fundamentalis seperti Salafi dan Wahabi, yang selalu memandang keragaman itu keburukan dan kejahatan. Padahal ironis sekali, mereka mengaku mengikuti salaf, tapi kok gak suka pluralisme, liberalisme, dan toleransi? Padahal salaf itu hidup di zaman serba plural, liberal, dan toleran.

Kalau mau maju, jangan pernah memandang liberalisme dan pluralisme itu buruk.

Kalau tidak setuju dengan liberalisme dan pluralisme itu silahkan, itu hak kalian masing-masing. Tapi jangan memandang buruk mereka yang liberal dan plural, apalagi mengkafirkan mereka. Itu syarat pertama kalau mau kembali maju seperti di zaman salaf dulu. Bukan dengan membangun syari'ah/khilafah.


Khilafah di zaman dulu juga gak ada yang bener malah. Pemberontakan dimana-mana, intrik politik, konflik sektarian, semua khalifah rata-rata dibunuh, dll. Makanya masyarakat di Daulah 'Abbasiyyah menyadari problem seperti ini, dan memisahkan agama dengan hukum. Di lembaga peradilan 'Abbasiyyah (Qadhi'al-Qudha'at), semua ahli hukum dari berbagai agama/sekte boleh menjadi advokat dan berdialektika keilmuan (kalam). Para advokat yang memenangkan perkara melalui dialektika berhak menjatuhkan sanksi (diyat, kafarat, dan hudud) sesuai yang diyakini mereka. Karena itulah maka tercipta atmosfir plural dan liberal di 'Abbasiyyah, sehingga membawa kemajuan bagi masyarakatnya dan menjadi lebih beradab. Jadi intinya, kemajuan yang dicapai 'Abbasiyyah bukan karena khilafah, tapi karena liberal dan plural.

Beginilah cara yang benar kalau mau bercermin ke masa lalu.
Diubah oleh tyrodinthor 15-05-2021 06:28
davidcormac
danluk
atmajazone
atmajazone dan 50 lainnya memberi reputasi
51
Tutup