Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Perjuangan Wahid Hasyim Melawan Pesantren NU
Spoiler for Abdul Wahid Hasyim:


Spoiler for Video:



KH Wahid Hasyim, putra dari KH Hasyim Asyari adalah seseorang yang berada di bawah bayang-bayang kebesaran ayahnya. Namun ia memiliki hal yang tak dimiliki oleh kebanyakan warga Nahdlatul Ulama (NU) saat itu. Yakni sikap untuk mengubah tradisi. Sikap yang dibutuhkan untuk menggerakkan para kyai tradisionalis NU agar mendukung perjuangan Indonesia.

Mengapa KH Wahid Hayim harus membawa perubahan terlebih dahulu agar para kyai NU mau turut andil dalam pergerakan nasional? Apakah terlambatnya NU turut serta dalam pergerakan nasional yang akhirnya menjadi dasar mengapa nama pendiri NU, KH Hasyim Asyari tidak tercantum ke dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I Nation Formation (1900 – 1950) maupun di dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid II Nation Building (1951 – 1998)?

Tidak tercantumnya ulama kelahiran Jombang 146 tahun yang lalu di kedua kamus sejarah tersebut ternyata membawa polemik. Sebab hal itu juga menandakan, bahwa KH Hasyim Asyari tak memiliki peran yang signifikan dalam pembentukan negeri ini.

Tak tercantumnya Hasyim Asyari tentunya mengundang protes dari para Nahdliyin. Itulah mengapa Kemendikbud melalui Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menegaskan bahwa kealpaan Hasyim Asyari di dalam kamus bukan kesengajaan. Sebab kealpaaan merupakan risiko dari proses pembuatan sebuah kamus.

Sumber : Kompas[KH Hasyim Asy’ari Tak Ada dalam Draf Kamus Sejarah, Kemendikbud Akui Kealpaan]

Namun seandainya kita mau melihat kontribusi dari KH Hasyim Asyari terhadap pembentukan negeri ini, maka wajar kiranya ia tak masuk ke dalam Kamus Sejarah Indonesia.

Bagaimana penulis bisa berargumen seperti itu? Mari simak penjelasan berikut.

KH Hasyim Asyari menimba ilmu di Mekah. Hal yang menarik perhatiannya adalah soal hadist. Oleh karena itu, sekembalinya ke Indonesia, pesantrennya sangat terkenal dalam pengajaran ilmu hadis. Selain belajar hadist ia juga belajar tassawuf dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, serta mempelajari fiqih mazhab Syafii. Pemikirannya yang banyak mendapat pengaruh dari ajaran-ajaran tersebut membuahkan pemikiran KH Hasyim Asyari tentang Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang berarti tunduk pada tradisi rasul dan khulafaur Raasyidin.

Doktrin tersebut pula yang diterapkannya pada organisasi Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) yang didirikan Hasyim Asyari pada 1926.

Dengan kata lain, NU yang didirikan Hasyim Asyari benar-benar fokus pada ilmu agama. Imbasnya, NU di bawah Hasyim Asyari tidak memberi pengaruh apa-apa kepada gerakan perjuangan kemerdekaan. NU murni organisasi Islam yang fokus pada fiqih, menjaga tradisionalisme Islam yang banyak dianut pesantren-pesantren Hindia Belanda, yang ironisnya turut menjaga budaya komat kamit baca menyan yang dianut sebagian kyai-kyai saat itu.

NU tak ada keinginan membebaskan diri dari belenggu penjajahan seperti yang dilakukan organisasi Islam Radikal seperti Sarekat Islam dan sejenisnya.

Padahal organisasi Islam Radikal seperti Sarekat Islam tersebut bersama-sama dengan kelompok Ultra Nasionalis, dan Komunis telah melakukan pergerakan terlebih dahulu.

NU justru mulai bergabung dalam perjuangan pembentukan negeri ini pada tahun 1939, melalui Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Itupun karena digerakkan oleh putra dari Hasyim Asyari, KH Abdul Wahid Hasyim.

Berbeda dengan KH Hasyim Asyari yang fokus pada pendidikan tradisional Islam, KH Wahid Hasyim merupakan pelopor pendidikan modern. Tahun 1932, Wahid Hasyim berangkat ke Mekkah. Bersama sepupunya, ia memahirkan bahasa Arab dan ilmu-ilmu lainnya.

Setelah pulang dari Mekah pada 1933, Wahid Hasyim mengajar di Ponpes Tebuireng. Bacaannya yang luas, membuat Wahid Hasyim berpikir untuk mengadakan pembaruan dalam pendidikan di pesantren. Yakni dengan mengadakan pengajaran pengetahuan umum, utamanya bahasa. Ia berpegang pada kalimat “Barang siapa mengetahui bahasa sesuatu golongan, ia akan aman dari rudapaksaan golongan itu.”

Cikal bakal pengajaran pengetahuan ini bermula saat Wahid baru pulang dari Makkah. Di usia yang baru 19 tahun, Wahid Hasyim menyarankan kepada ayahnya untuk mengubah sistem pendidikan pesantren, seperti sorogan atau bandongan, dengan model kelas seperti sekolah model Barat.

Tak hanya itu, ia pun mengusulkan memperbanyak pendidikan non-agama, dengan alasan bahwa sebagian besar santri tidak semuanya akan menjadi ulama sehingga perlu dibekali dengan keterampilan praktis.

Sang ayah yang berpikiran tradisionalis dan pasif tentunya tak langsung menyetujuinya. Namun sebagai jalan tengah, KH Hasyim Asyari mengizinkan Wahid Hasyim membentuk madrasah sendiri di dalam Tebuireng pada 1934, yang bernama Nizamiah atau An-Nizam.

Ada perbedaan pemikiran yang sangat signfikan di sini. KH Hasyim Asyari lebih fokus pada ajaran Islam dan tidak terpengaruh pada sikap pemerintah Belanda di Hindia Belanda. Sementara KH Wahid Hasyim menyadari perlunya perubahan, perlu adanya perjuangan dari penindasan penjajahan. Mungkin itulah mengapa ia giat belajar bahasa agar hak umat tak dirudapaksa golongan lain.

KH Wahid Hasyim pula yang pada akhirnya menjadikan NU bergabung ke dalam Masjelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada 1939. Sebagi informasi, MIAI yang didirikan pada tahun 1937 merupakan inisiatif KH Mas Mansur dari Muhammadiyah, Wondoamisseno dari Sarikat Islam, dan tokoh organisasi Islam lainnya seperti dari Persatuan Ulama dan Al-Irsyad. Sementara pendiri dari NU yang turut mencetuskan MIAI bukanlah tokoh sekaliber Hasyim Asyari. Tujuan dari MIAI sendiri adalah untuk menjadi wadah komunikasi yang sekaligus menyatukan langkah gerakan umat Islam bagi bangsa dan negara.

Dengan kata lain, butuh 2 tahun bagi Wahid Hasyim meyakinkan ayahnya agar NU mulai turut berkiprah dalam gerakan nasionalisme.

Sumber : Gana Islamika [Profil Emas KH. Wahid Hasyim (6): Mementaskan Lakon Agung di Panggung Sejarah (1)]

Sayang dalam realisasinya, Wahid Hasyim tak mampu melawan dorongan diam tak bergerak para Kyai yang telah tebuai dengan era kedamaian semu Hindia Belanda. Itulah kenapa Soekarno mengkritik dengan keras para Kyai di tahun 1940 dengan tulisannya di Pandji Islam.

Lantas bagaimanan nasib MIAI kemudian? Kemungkinan MIAI tak berjalan dengan semestinya dan mati suri. Namun pada saat pendudukan Jepang atas Hindia Belanda pada 1942, negeri Sakura tersebut mengaktifkan kembali MIAI pada 4 September 1942 demi merebut simpati umat Islam dalam peperangan.

Ternyata MIAI terus berkembang menjadi tempat pertukaran pikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.

Melihat hal itu, Jepang menjadi waspada terhadap perkembangan MIAI sehingga organisasi itu dibubarkan pada November 1943 dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dengan KH Hasyim Asyari yang menjadi pemimpinnya.

Setelah Jepang kalah di Perang Asia Timur Raya, barulah Masyumi menjadi partai politik, tepatnya pada 7 – 9 November 1945 di Yogyakarta.

Sumber : Kompas [MIAI dan Masyumi, Cara Jepang Galang Dukungan Umat Islam]

Begitulah akhirnya KH Hasyim Asyari bergabung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun bergabungnya Kyai Besar NU tersebut berkat upaya Wahid Hasyim yang merupakan cendikiawan NU dalam menggerakkannya.

Seandainya tidak ada tokoh perubahan NU seperti KH Wahid Hasyim, belum tentu NU mau bergerak memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Bahkan NU melalui Masyumi baru berani bergerak setelah ada kekosongan kekuasaan pasca kekalahan Jepang di Perang Asia Timur Raya. NU pun menjadi pahlawan kesiangan, bergerak setelah perjuangan panjang kelompok ultra nasionalis, Islam radikal, dan komunis.  Namun layaknya pahlawan kesiangan, merasa menjadi pihak yang paling berperan dalam pembentukan negeri ini.
Diubah oleh NegaraTerbaru 27-04-2021 16:36
crockoaches
gustiarny
ujellyjello
ujellyjello dan 19 lainnya memberi reputasi
20
4.5K
70
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
radigabagusAvatar border
radigabagus
#3
Sejarah punya 2 sisi min. Tinggal kita yang memilih mau ikut yang versi mana.
Sama2 kaya PKI. Ada yg bilang kalau PKI korban.
0
Tutup