Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Fatimah.ridwanAvatar border
TS
Fatimah.ridwan
Orang Miskin tidak Punya Pilihan



Motor bebek tua itu meliuk-liuk di jalanan lengang dini hari, membawa sayur-mayur, lauk-pauk dan makanan mentah lainnya yang disusun sedemikian rapi di atas bendala kayu usang, diserang panas dan hujan yang bergantian saban waktu.

Matahari mulai menyemburkan kehangatannya di ufuk timur, motor bebek tua itu terus melaju ke arah barat seakan menghindari kejaran matahari yang kian meninggi. Bumi telah terang kini, dan motor bebek tua itu semakin kehilangan arah kemana ia menuju. Pengendaranya adalah "orangtua" yang usianya masih muda, pemuda itu pontang-panting sejak sebulan terakhir ini hanya karena satu perkara: anak istrinya mau diberi makan apa?

Pemuda itu masih celingukan ke kanan-kiri sepanjang jalan. Lorong-lorong menuju akses rumah warga tempatnya biasa menjual sayurannya, ditutup dengan palang yang bertuliskan bahasa asing: lockdown dengan tiga tanda seru yang kejam terbubuh di belakang kata itu.

Pemuda itu kemudian memicingkan matanya setelah melihat satu lorong dengan palang yang masih terbuka, mungkin karena hari masih terlalu pagi jadi mereka belum menurunkan palangnya, atau karena mereka lupa semalam tidak menurunkan palang itu? Ah, alasan palang itu tidak melintang sungguh bukan sesuatu yang penting bagi si pemuda. Dia senang bukan kepalang, ini kesempatan! Ditarik gas motor bebek tuanya dengan semangat sembari merapalkan satu kata "Bismillah." Dia melajukan motor bebek tuanya memasuki lorong itu.

Beberapa perempuan kemudian keluar dari rumah mereka setelah sahutan klakson motor bebek tua itu berbunyi-bunyi dengan selingan suara teriakan si pemuda "Sayur.. sayur.. sayur..."

Dia menghentikan motor bebek tuanya di halaman rumah salah satu warga, berkerumunlah ibu-ibu kompleks kemudian. Hati si pemuda merekah, dibenaknya berkelebat celotehan bayinya dan senyuman istrinya.

"Kamu ini memang bebal dan kepala batu," Seorang pria bersarung dan berkumis tebal itu menghardik sambil berjalan ke arahnya, ibu-ibu kompleks tadi seketika membuyarkan langkah meninggalkan sayuran-sayuran di atas motor bebek tua itu.

"Masih saja datang dan mengundang perkumpulan." Pria itu kini berkacak pinggang di depan si pemuda. "Pulanglah atau kuterbalikkan daganganmu sekarang!" Lanjutnya, si pemuda tahu, pria berwajah tega itu tidak main-main dengan perkataannya.

Semenjak pandemi, mencari penghasilan bertambah sulit sekian kali lipat dibanding hari-hari sebelum wabah itu menyerang. Jika orang-orang kaya itu menyelamatkan nyawa dengan tinggal di rumah, kami orang-orang miskin termasuk pemuda itu justru bekerja lebih keras dan lebih lama menghabiskan waktu di luar rumah. Dua cara yang bertolak belakang untuk satu tujuan yang sama, sama-sama ingin menyelamatkan nyawa. Mereka si kaya menghindari wabah, sedangkan kami si miskin menghindari kelaparan.

Eh? Apakah wabah itu tidak menjangkiti orang-orang miskin, hingga mereka tetap berkeliaran di luar rumah?

Orang miskin juga manusia biasa, wabah itu menyerang manusia tanpa peduli tingkatan ekonominya. Orang miskin memang tak punya pilihan 'bukan? Keluar rumah: mati terjangkit wabah. Diam di rumah: mati kelaparan.
reynal88
tien212700
pulaukapok
pulaukapok dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ozziesloAvatar border
ozzieslo
#7
Lhah kan manusia sekalee makan cuma sepiring,, sehari 3x,, yg penting hati dan cita2nya ga memiskinkan,, cieeeee
Fatimah.ridwan
Fatimah.ridwan memberi reputasi
1
Tutup