Ngecek keberanian Unilever jual bisnis Blue Band dan margarinnya yang udah mendunia ini agak gila sih. Mana yang gantiin bisnis sambal yang pesaingnya udah banyak
Terus pas banget ane nemu artikel di
Mistercuan.com ini
Ternyata kalau diitung-itung, Unilever di Indonesia enggak kehilangan banget tuh sama bisnis margarinnya. Setelah penjualan bisnis margarin, penurunan penjualan cuma sekitar Rp20 miliar. Mungkin itu bukan nilai asli total penjualan produk margarin, tetapi mendekatilah.
Btw Rp20 miliar itu setara sama 1 persen kontribusi pendapatan dari segmen makanan dan minuman Unilever lho.
Quote:
Jika melihat segmen pendapatan Unilever dalam 13 tahun, tulang punggung pendapatan perseroan berada di tangan produk perawatan dan kecantikan. Sampai kuartal III/2020, Kontribusi produk perawatan dan kecantikan itu setara dengan 70 persen dari total pendapatan.
Meskipun begitu, bisnis makanan dan minuman Unilever bisa dibilang tumbuh lumayan pesat dalam 13 tahun terakhir. Buktinya, kontribusi pendapatan dari segmen itu tumbuh dari 23 persen pada 2008 menjadi 30 persen pada 2020.
Salah satu andalan saham Unilever di bisnis makanan adalah es krim Walls, salah satu penguasa pasar es krim di Indonesia.
Adapun, pendapatan segmen bisnis makanan dan minuman tidak terdampak terlalu dalam ketika perseroan melepas bisnis margarin. Pendapatan segmen bisnis makanan dan minuman hanya berkurang sekitar Rp20 miliar pada 2019 atau setahun setelah melepas bisnis margarin.
Hal itu bisa menjadi simpulan Unilever ingin merestrukturisasi bisnisnya agar lebih efisien. Toh, bisnis margarin seperti Blue Band dan kawan-kawan yang dianggap besar, mungkin tidak mencatatkan kinerja penjualan yang begitu bagus.
Bisnis sambal bermerek Jawara milik Unilever bisa dibilang belum mampu mengembalikan pos penjualan yang ditinggalkan produk margarin. Buktinya, kontribusi bisnis makanan masih menyusut dari 31 persen sebelum penjualan bisnis margarin menjadi 29 persen setelah penjualannya.
Namun, penjualan itu bisa dianggap juga dampak dari pandemi Covid-19. Secara keseluruhan Unilever sudah mengeluarkan segala cara agar produk sambal barunya bisa penetrasi ke pasar dengan cepat.
Gaet Warunk Upnormal
Jujur, Mistercuan pertama kali lihat produk sambal Jawara ada di kedai mie instan kekinian Warunk Upnormal. Awalnya, saya pikir itu adalah produk dari grup Warunk Upnormal, tetapi ketika produk itu masuk ke pasaran, ternyata ada logo Unilever di baliknya.
Strategi Unilever menggandeng mitra untuk pengenalan produk itu lumayan menarik. Dengan menggandeng tempat makan kekinian, banyak orang yang bisa merasakan perbedaan sambal itu dengan kompetitornya.
Lalu, Jawara juga menawarkan konsep sambal yang berbeda, yakni menggunakan plastik, bukan botol plastik. Secara user experinced, bentuk kemasan sambal Jawara lebih efisien karena bisa menggunakan sambal hingga tetes terakhir. Berbeda jika menggunakan botol di mana kalau sudah mau habis, sambal sulit sekali keluar.
Namun, keputusan membuat produk sambal baru juga cukup menantang karena persaingannya sudah ketat. Beberapa kompetitor besar antara lain, ABC dan Indofood. Lalu, ada pula pemain lokal seperti sambal dua belibis dan cap ibu jari yang sudah tenar lebih dulu.
Kompetitor dari perusahaan besar seperti ABC dan Indofood memiliki kelebihan membuat kebaruan produk dari segi rasa. Misalnya, baru-baru ini ABC baru saja meluncurkan produk sambal bawang ABC yang bahan bakunya asli dari Brebes.
Di sisi lain, kompetitor lokal juga tidak bisa dianggap remeh, mereka sudah memiliki segmen pasar sendiri. Misalnya, sambal dua belibis sudah masuk ke pasar makanan UMKM seperti mie ayam dan sebagainya. Lalu, sambal cap ibu jari sangat melekat untuk dimakan bersama kuliner laut.
Kira-kira bisa enggak Jawara mendisrupsi pasar seperti ketika Mie Sedapp masuk ke pasar mie instan untuk mengganggu kenyamanan Grup Indofood?
Jangan lupa cek thread ane yang lain yaa:
Cara Memulai Investasi, Harus Kamu Ikuti Biar Enggak Salah Langkah