Pada suatu sore, kebetulan Gw lagi ingin bermain ke sawah. Ca illah!! Kaya anak kecil aja main ke sawah. Maksud Saya, main sambil bawa joran pancing. Ingin cari ikan sepat siam buat lauk makan ntar sore.

Pada saat yang bersamaan, Gw lihat ada ibu muda jauh di depan Gw. Tangan kanan menenteng timba, dan tangan kiri bilah bambu kecil panjang. Gw tau, bilah tersebut adalah joran pancing. Ibu itu memakai topi lebar terbuat dari anyaman purun. Jalannya sangat laju.

Sambil berjalan, Gw mikir...
Mungkinkah ibu tersebut ingin mancing ikan sepat siam juga? Atau ingin mancing ikan betok barangkali. Tapi entahlah, namanya di selokan galian jalan di tepi sawah, ikan apa saja mungkin ada. Kalau tidak ikan sepat siam, betok, gabus, mungkin juga ada belut.

Orang-orang akan paham, ketika siapa saja yang berjalan di tepian sawah, menenteng tempat dan joran dalam bentuk apa pun pasti yang bersangkutan akan mencari ikan. Sudah merupakan kemakluman di daerah kami.

Perjalanan menuju tempat Gw akan mancing memang rada jauh dari tempat parkir kendaraan. Sekitar 15 menit jalan kak biasa. Jadi pasti akan banyak kesempatan buat mikir dan menghayal macam-macam sebelum tiba di spot mancing.

Pada sore itu kebetulan telah selesai hujan lebat. Sebagian besar pemancing kawakan pasti akan tau kalau ikan biasanya malas memakan umpan. Kecuali ikan gabus. Jadi ketika itu suasana area pemancingan memang sepi. Tepatnya mungkin hanya Gw dan ibu itu yang punya niat untuk mancing.

Karena langkah ibu tersebut cepatmaka semakin lama Gw semakin tertinggal. Hingga akhirnya ibu tersebut lenyap ditelan lebatnya rerumputan. Kini hanya tinggal Gw sendiri. Dan mulailah Gw mancing.

Berlajanlah waktu hingga hampir mendekati azan maghrib. Suasana sudah mulai gelap. Gw hanya dapat beberapa ekor ikan sepat siam. Tidak seperti biasa. Kalau pada kondisi normal, untuk mendapatkan ikan sepat siam 1 atau 2 kilo saja sangat mudah. Kali ini benar-benar sepi. Maklum selesai hujan lebat.

Gw juga yakin ibu tersebut pasti tau, jika setelah hujan ikan sepat siam hampir dipastikan akan malas untuk memakan umpan. Jangankan memakan umpan. Untuk nongol ke permukaan air saja sulit. Padahal ikan yang dipancing adalah ikan yang nongol ke permukaan.

Pendek cerita, Gw dan ibu tersebut memang termasuk dalam kelompok pemancing nekad. Dapat atau tidak dapat yang penting niat dan berusaha. Soal nanti dapat sedikit atau banyak diserahkan pada Yang Kuasa.

Pada saat pulang, Gw pun berpapasan dengan ibu tersebut.

"Dapat, Bu?" tanya Gw

"Nih lihat!" Sambil Ibu tersebut menyodorkan timba ke arah Gw.

Beliau tersenyum dan melangkah di belakang Gw.

Dalam hati Gw sungguh ngenes banget. Bayangkan, langkah laju beberapa jam tadi tiba-tiba sirna. Berganti langkah gontai lelah. Apa hasil yang diperoleh?

Timba penuh berisi kangkung dan genjer sawah. Tak ada satu ikan pun diperoleh. Alhamdulillah! Teriak hati Gw, tidak ada ikan buat lauk makan tapi ada pengantinya sayur. Pasti sangat nikmat jika ditumis pedas-pedas.

Sayuran diperoleh secara gratis! Hanya bermodal jalan kaki menuju pematang sawah. maka lauk buat nanti malam sudah tersedia. Tak mengapa tak ada ikan yang penting ada sayuran.

Bayangkan jika kita tinggal di kota, untuk selembar daun pisang saja kita harus membelinya. Apalagi sayur-sayuran, apalagi ikan. Bagaimana kalau kebetulan tak ada uang se peser pun di tangan?

Laju langkah kaki mengejar harapan untuk mendapatkan ikan sepat siam kandas, berganti dengan sayur kangkung dan genjer akankah menyurutkan langkahnya esok hari? Sepertinya tidak sama sekali.

Memang benar, rejeki, jodoh, dan kematian sudah ditakar dan ditakdirkan. Tugas kita hanya berdoa dan berusaha. Hasil terserah Yang Maha Kuasa. Harapan tak boleh hanya tinggal harapan! Harus diwujudkan dengan langkah yang panjang. Jika bisa!

Demikianlah apa yang bisa Gw petik dari celetukan ibu tersebut sebelum kami berpisah di tikungan jalan sebelum Gw naik berkendara pulang.