Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

WardahRosAvatar border
TS
WardahRos
[SFTH] Lidah Bertuah
Cerpen Religi


Lidah Bertuah


Udin kecil mengamati sekeliling, netranya nyalang memperhatikan kios Bude Sum yang telah ia hafal. Di mana letak kulkas, di mana letak rak rokok, toples-toples permen, rak sembako, bahkan letak laci uang. Ketika matahari tergelincir sedikit dari posisi puncaknya, Bude Sum selalu tidur siang namun membiarkan kiosnya tetap terbuka. Pembeli akan berteriak memanggil namanya, dan Bude Sum terbangun untuk melayani mereka.

Namun, tak seperti biasanya Udin hari ini mempunyai niat berbeda. Uang sakunya hanya cukup dipakai untuk membeli dua batang rokok, dan sudah ia tandaskan sejak jam istirahat di sekolahnya tadi. Sekarang dia ingin merasakan sensasi dingin nan menggelitik dari minuman bersoda yang terlihat berembun dari pintu transparan lemari es. Tak ada uang tersisa di sakunya, maka Udin memikirkan suatu cara kreatif untuk memuaskan dahaganya.

Kala kesempatan datang, andrenalin terasa meninggi. Detak jantung Udin semakin terpacu. Lengan Udin terulur, mulai melancarkan aksinya. Pelan-pelan ia ambil sekaleng minuman bersoda di kulkas, berusaha membuka dan menutup pintu kulkas tanpa menimbulkan suara. Lalu sekotak rokok cepat-cepat ia kantongi. Masih ada lagi yang ia inginkan, Udin menggenggam entah berapa batang wafer coklat. Senyum terkembang, kala ia berhasil mengambil jarahannya tanpa membangunkan Bude Sum yang terdengar mendengkur di balik meja kaca.

Saat Udin berbalik hendak memulai lari sprint-nya, seorang laki-laki yang ternyata sedari tadi berdiri di belakang Udin menahan lengannya, “Kamu nyolong, hah?!” bentaknya.

Wajah Udin langsung berubah pias, seakan darah tersedot habis padanya. “Nggak ... nggak, Kak,” lirih Udin.

“Jangan bohong ya, kamu udah ketangkep basah.” Lelaki itu mengeratkan cengkraman tangannya, dan menggenggam krah baju Udin. Ia sudah siap mendaratkan bogem mentah ke wajah Udin.

Beberapa orang di sekitar kios Bude Sum terlihat mendekat. Udin semakin ciut nyalinya. Lelaki yang memergoki Udin masih bisa menahan diri, karena melihat Udin memakai baju atasan kemeja berwarna putih dan celananya berwarna biru tua. Tak sampai hati ia membuat Udin babak belur.
Namun berbeda dengan yang lainnya, beberapa tonjokan lolos juga ke kepala Udin, entah siapa yang melakukannya karena makin banyak orang yang merubung. Cacian dan makian juga mereka layangkan kepada Udin.

Bude Sum akhirnya terbangun, terusik suara keributan yang terjadi di depan kiosnya. “Eeeh, tunggu! Tunggu!” lerainya. Bude Sum mengenali Udin malang. Sudut bibir Udin terlihat mengeluarkan darah. Bude Sum lalu meminta orang-orang untuk menghentikan perundungan yang mereka lakukan kepada Udin.
Setelah mendengarkan penjelasan para saksi, Bude Sum segera menutup kiosnya. Ia  lalu pergi bersama beberapa laki-laki ke rumah Udin untuk menemui orang tuanya.

*****

“Dasar anak an***g!!” maki ibu Udin, menyerupakan anaknya seperti anak hewan berkaki empat yang suka menggonggong.

Sontak Bude Sum mengucap istighfar, juga para lelaki yang ikut menyaksikan peristiwa itu, sebagian lagi tampak menggelengkan kepala. Bude Sum lalu menasehati ibu Udin agar jangan memaki anaknya seperti itu, omongan orang tua adalah doa.

“Biarin, Bude. Anak ini sudah berkali-kali seperti ini. Malu saya jadi ibunya,” ujar ibu Udin membela diri.

Bude Sum terdiam, andaikan ibu Udin mau bercermin sebentar melihat perilakunya sendiri. Masih dia ingat obrolan pagi tadi dengan Mamang si tukang sayur. Ibu Udin sudah berhutang belanja totalnya sekitar lima ratus ribu, padahal modal Mamang tidaklah besar. Belum lagi ibu Udin selalu menawar ikan atau daging dengan harga di bawah harga modal. Tak cukup seperti itu, kadang kala ia mengambil seenaknya sebungkus cabai atau tomat sebagai bonus, tanpa sepengetahuan Mamang (ibu-ibu lain yang melihatnya mengadu ke Mamang).

Andai saja ibu Udin mau bercermin ... sayang dia tidak melakukannya.

“Jangan begitu, semarah-marahnya ibu, tidak boleh mengeluarkan doa buruk untuk anaknya. Ingat, doa ibu adalah mustajab. Didoakan saja Udin jadi anak sholih, anak yang sukses.” Bude Sum masih menasehati ibu Udin. Namun, yang dinasehati kelihatannya tak antusias.

Bude Sum tak sampai hati melihat Udin menjadi pencuri sampai dia besar. Jadi ia mendoakan Udin supaya menjadi anak yang baik.

Sepulangnya dari rumah Udin, Bude Sum memikirkan sebuah rencana. Tiap kali Udin lewat depan rumahnya sepulang sekolah, Bude Sum memanggil Udin, lalu memberikan tugas semisal mengantarkan galon air pesanan tetangga Bude Sum, mengangkat kardus-kardus mi instan belanjaan Bude Sum, dan semisalnya. Agar Udin bisa mendapatkan upah dari Bude Sum. Dengan uang itu, Udin bisa membeli minuman dan makanan yang diinginkannya tanpa mencuri lagi.

Ikhtiar Bude Sum membuahkan hasil. Udin sudah tidak pernah mencuri lagi. Bahkan kalau ia kekurangan uang untuk membayar buku, ia sengaja berkeliling di sekitar kampungnya menawarkan jasa. Menyiangi rumput tetangga, membelikan makanan, membantu cuci piring di warung tetangga, dan semisalnya.

Masa depan Udin masih belum terlihat, namun salah satu perilaku buruknya sudah hilang berkat doa seorang ibu, meskipun bukan ibunya sendiri.

Hingga empat tahun kemudian, seorang sales roti—yang selalu mengirimkan barang dagangannya dititipkan di kios Bude Sum, terlonjak kaget. Terdengar suara dari sebelah Sales Roti, “Guk! Bude, guk! Beli telurnya setengah kilo, guk guk!”

Bude Sum menahan tawanya saat melihat ekspresi Sales Roti yang melongo mematung sambil membawa keranjang roti, matanya membulat sempurna. Tak melepaskan pandangan kepada ibu Udin.

Ibu Udin sejak tiga tahun lalu mempunyai penyakit cegukan parah yang tidak bisa disembuhkan. Berbagai obat medis dan tradisional telah dipakai, namun cegukannya tidak bisa sembuh. Cegukan itu lebih mirip suara gonggongan hewan berkaki empat yang hina. Bude Sum membatin, ‘Sepertinya dia termakan doanya sendiri.’

*****

Bagi sebagian atau bahkan delapan puluh persen dari penduduk bumi di usia remaja, mengalami namanya ‘pencarian identitas diri’. Namun di dalam islam, identitas setiap manusia telah jelas sejak mereka dikandung, bahkan sebelum lahir ke dunia fana.

Seorang muslim, seperti yang telah Allah ceritakan dalam surat Al A’raaf (surat ke-7) ayat ke-172  yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esa-an Tuhan).”


Setelah anak lahir, mereka layaknya kertas putih bersih. Orang tua merekalah yang memberi warna kepada kertas itu. ‘Ummu madrasatul ula’ artinya ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak. Baik dan buruknya perangai anak adalah pengaruh dari orang tua mereka. Kewajiban orangtualah yang membuat seorang anak mengerti tentang kewajibannya sebagai muslim, menjalani perannya sebagai insan muslim yang berakhlak baik.

Kita tentu sering mendengar pepatah, “Di balik laki-laki yang sukses, ada sosok wanita hebat di belakangnya.”Banyak yang mengartikan bahwa sosok wanita tersebut adalah seorang istri, padahal bisa jadi sosok tersebut adalah seorang ibu.

Dalam sebuah hadis dari Abu Daud berbunyi, “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.”

Quote:


Sumber :
Opini pribadi
Pinterest

Diubah oleh WardahRos 30-06-2020 01:55
ismilaila
redbaron
nomorelies
nomorelies dan 41 lainnya memberi reputasi
42
2.7K
192
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
WardahRosAvatar border
TS
WardahRos
#49
Putri Pyonggang dan Si Bodoh Ondal



Apa yang akan kamu lakukan jika mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cengeng? Sedikit-sedikit menangis, kalau sudah menangis, dia akan menangis terus tanpa henti. Pastilah kepala serasa mau pecah.

Begitulah yang dirasakan Raja Pyeongwon, seorang pemimpin kerajaan Goguryeo (salah satu dari tiga kerajaan yang sekarang menjadi Korea Utara). Raja Pyeongwon telah sampai pada batas kesabarannya, ketika putrinya yang bernama Pyeonggang tak mau diam. Dia mengancam, jika Pyeonggang tidak mau menghentikan tangisnya saat itu juga, dia akan dinikahkan dengan Si Bodoh Ondal.

Siapakah Ondal? Dia adalah seorang pemuda miskin yang bodoh. Kemiskinan dan kebodohannya mungkin sudah level gubernur sehingga seorang raja bisa mengenalnya, padahal Ondal tinggal di desa yang jauh dari wilayah kerajaan.

Ancaman Raja Pyeongwon rupanya membuahkan hasil, putrinya yang cengeng berhenti menangis. Tiap kali Pyeonggang menangis, raja akan mengancamnya akan dinikahkan dengan Ondal, begitu terus, berkali-kali.

Sampai tiba saatnya Pyeonggang menginjak umur enam belas tahun. Raja Pyeongwon mengatakan bahwa Pyeonggang akan dinikahkan dengan seorang putra dari seorang bangsawan bernama Go In Sang.

Pyeonggang menolaknya, dia tak akan mau dijodohkan dengan orang asing, yang Pyeonggang inginkan adalah Ondal.

Kenapa Ondal? Bukankah dia bodoh dan miskin?

Justru karena ayahnya selalu mengatakan kalau Pyeonggang akan dinikahkan dengan Ondal, maka di dalam kepalanya hanya ada nama Ondal. Di dalam hatinya hanya ada nama Ondal. Dan hanya Ondal yang akan dinikahinya.

Pyeongwon berkilah bahwa itu hanya kata-kata bohong untuk membujuk Pyeonggang kecil agar berhenti menangis.

Pyeonggang tidak terima dengan pengakuan ayahnya. Sepantasnya seorang Raja tidak boleh mengingkari kata-katanya.

Raja murka, Pyeonggang telah mendorong ayahnya kembali pada batas kewarasannya. Dalam amarahnya, Pyeongwon berkata, "Jika kau memang sudah hilang akal sehatmu, maka pergilah." Maka Putri Pyeonggang pun pergi meninggalkan istana, untuk mencari Ondal-nya.

*****

Sewaktu Pyeonggang sampai di rumah Ondal, dan menceritakan keinginannya untuk melamar Ondal, ibu Ondal terheran-heran. Meskipun buta, ibu Ondal bisa memperkirakan bahwa seorang gadis di hadapannya adalah dari keluarga bangsawan. Dia dapat mencium aroma parfum yang hanya mampu dibeli oleh orang-orang kaya di kotanya. Dan juga cara gadis itu berbicara, penuh sopan santun layaknya seorang putri.

Ibu Ondal menasehatinya, tidak bisa seorang putri dari kaum bangsawan menikah dengan rakyat jelata. Pyeonggang tetap bersikeras, dia akan berlutut dan tidak akan pernah keluar dari rumah Ondal sebelum calon suaminya dan ibunya setuju untuk menerima lamaran Pyeonggang.

Saat Ondal pulang ke rumah dari seharian mengemis, dia marah mendapati Putri Pyeonggang di rumahnya. Lalu Ondal pun mengusirnya.

Pyeonggang tak kekurangan akal, dia bermalam di depan rumah Ondal.

Dikarenakan Pyeonggang adalah seorang putri, tentu tubuhnya lebih rentan daripada orang kebanyakan. Pyeonggang jatuh sakit. Dengan terpaksa Ondal membawanya ke dalam rumah. Sayangnya Ondal tidak punya makanan yang bisa diberikannya kepada Pyeonggang. Bahkan dia dan ibunya semalam belum makan.

Pyeonggang mengedarkan netranya ke sekeliling rumah Ondal, yang jauh lebih mirip kandang kelinci di wilayah kerajaan ayahnya. Pyeonggang mengatakan bahwa dia bisa membelikan Ondal dan ibunya sebuah rumah yang layak dan membiayai hidup mereka, sehingga Ondal tidak perlu mengemis dan ibunya bisa makan daging tiap hari.

Ondal akhirnya luluh oleh keteguhan Pyeonggang. Seisi kota pun gempar, berita tentang pernikahan Putri Pyeonggang sampai juga ke telinga Raja Pyeongwon. Tapi Raja terlanjur malu untuk membawa putrinya kembali ke istana, bersama menantunya yang miskin dan bodoh.

*****

Awal pernikahan Ondal dan Pyeonggang tidak berjalan mulus. Ondal bodoh bukan berarti tidak bisa berpikir, dia dianggap bodoh karena tidak punya keterampilan. Tanpa keahlian khusus, sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga Ondal tidak bisa menghasilkan uang. Itulah kenapa dia berakhir menjadi pengemis untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan ibunya.

Namun Pyeonggang adalah istri yang pantang menyerah. Sebelum dia meninggalkan istana, Pyeonggang mengumpulkan semua perhiasannya, dan membawanya sampai dia menikah dengan Ondal. Sebagian perhiasannya sudah dijual untuk membelikan Ondal rumah, masih ada beberapa perhiasan yang disimpannya. Pyeonggang lalu menjual perhiasannya lagi. Uang yang diperoleh segera dipakai sebagai modal untuk berusaha. Bekerja setiap hari untuk menjalankan usahanya sampai keuangan mereka stabil.

*****

Keluarga raja sudah sewajarnya mempunyai kemampuan berkuda dan bela diri, karena mereka disiapkan sebagai panglima perang. Begitu juga Pyeonggang, meskipun dia seorang wanita, dia juga dibekali dengan keterampilan mengendalikan kuda dan memainkan pedang.

Pyeonggang melatih suaminya, hingga suaminya mahir, dan juga mendorong suaminya untuk belajar dan membiayainya.

Ondal lalu melamar menjadi seorang prajurit. Namun karena kemampuannya yang bagus, Ondal berhasil menjadi juara dalam pertandingan bela diri tahunan. Dia kemudian diangkat menjadi seorang Jenderal.

*****

Kepiawaian Ondal terbukti saat kerajaan Zhou dari Cina menyerang daerahnya. Para prajurit tidak ada yang berani melangkah maju ketika berhadapan dengan pasukan Cina ... kecuali Ondal. Berbekal baju jirah dan pedang pemberian istrinya yang bijak, Ondal bersiap menyerang.

Dengan satu serangan kilat, jenderal pemimpin pasukan Cina rubuh. Para prajurit dari Cina terkejut, dan seketika ketakutan menyelimuti mereka.

Sebaliknya, ketika Jenderal pasukan Cina tewas, pasukan Ondal serasa mendapatkan angin surga. Mereka yakin akan memenangkan perang.

Pasukan dari Cina kocar-kacir, banyak yang tewas dan lebih banyak lagi yang kabur. Mereka merasa bahwa mereka tidak dibayar cukup banyak untuk meregang nyawa. Para prajurit yang tersisa pun lari tunggang langgang, meninggalkan Ondal dan pasukannya yang menjadi pemenang.

*****

Atas keberhasilan Ondal mengusir pasukan Cina, Raja Pyeongwon mengundangnya ke istana. Dia ingin berterima kasih secara langsung kepada pahlawan yang tak dikenal itu. Raja lalu menanyakan namanya.

"Namaku Ondal."

"Apa?! Kamu serius?"

"Ya itu aku."

Saat melihat putrinya yang ternyata ikut bersama Ondal, raja pun yakin dengan pernyataan pria di hadapannya.

Raja Pyeongwon segera mengembalikan posisi Pyeonggang sebagai Putri Raja dan mengangkat Ondal menjadi Pangeran. Ondal dan Pyeonggang kemudian hidup bahagia di dalam istana.

Namun Ondal masih tetap menjadi Jenderal pasukan perang untuk mempertahankan negaranya. Raja Pyeongwon mangkat dan segera digantikan putra pertamanya Yeonyang.

Suatu ketika Jenderal Ondal meminta ijin kepada Raja Yeonyang untuk berangkat memimpin pasukan untuk merebut kembali wilayah di selatan yang telah diambil oleh kerajaan Silla. Dia meyakinkan Raja Yeonyang kalau wilayah selatan sangat penting untuk mempertahankan kerajaan Goguryeo.

Sayangnya Si Bodoh Ondal yang berubah menjadi Jenderal Pahlawan, akhirnya gugur di medan perang.

End
🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Morals of this story:
1. Ucapan orang tua adalah doa.
2. Kebohongan yang dikatakan berulang-ulang akan menjadi kenyataan. (kaya ucapannya Hitler ya 🤔)
3. Keberhasilan bukan hanya melulu dari bakat, tapi juga kemampuan yang diasah. Dan sayangnya, uang juga 😁
4. Di belakang pria yang sukses, pasti ada wanita yang hebat.


Ket picture: diambil dari sini

Cerita ini disadur dari cerita rakyat Korea.
sofiayuan
evaafii
suciasdhan
suciasdhan dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup