Satu lagi hasil karya dari novelis legendaris di negeri ini yaitu Habiburrahman El Shirazy atau biasa di sapa dengan panggilan Kang Abik.

Karya itu berjudul "Api Tauhid" Cahaya keagungan cinta sang mujaddid.

Novel ini berisi tentang perjalanan hidup atau biografi seorang ulama besar yang mendapat julukan Badiuzzaman. Beliau adalah Badiuzzaman Said Nursi.

Berawal dari seorang anak yang tinggal di desa namun memiliki semangat belajar tinggi dan juga memiliki kecerdasan diatas rata-rata hingga menjadi tokoh yang berpengaruh di banyak wilayah. Tak terkecuali di kalangan pemerintahan saat itu.

Segala tekanan dan penindasan tak membuatnya luruh begitu saja, ia jadikan hal itu sebagai api yang membakar tanah liat hingga menjadi guci cantik serta tahan banting.
Sebagaimana karya-karya sebelumnya, novel ini juga menyajikan romantisme manusia yang tak kalah dengan kepopuleran Romeo dan Juliet.



Kisah cinta yang mempertahankan kesucian cinta itu sendiri. Dalam kisah ini dipaparkan bahwa mengapresiasikan cinta bukan dengan menghamburkannya begitu saja hingga nafsu dengan sangat mudah dapat menemukan. Tapi dengan dasar pemikiran sehat ia dapat mengendalikan cinta itu.

Kalian pasti pernah bermimpi yang mana dalam mimpi itu kalian bermimpi, atau mudahnya bermimpi dalam mimpi.
Seperti itulah adanya cerita dalam novel ini. Kisah yang mengkisahkan seseorang pada jaman dahulu. Atau bisa disebut parodi, tapi bukan untuk menjadikannyanya jenaka melainkan lebih memaparkan keindahan akhlak dan keteguhan pribadinya.

Setelah panjang lebar kisah Said Nursi dibeberkan, muncul juga kisah Fahmi sebagai penjabaran.



Mungkin sebagian orang beranggapan kisah Badiuzzaman Sain Nursi hanyalah dongeng atau kisah tak nyata lainnya. Awalnya saya tidak serta-merta percaya akan kisah ini. Bukan meragukan atau menganggap ceritanya bohong, tapi saya berfikir apa memang benar ada kejadian sekejam itu di dunia ini?

Saat kisah Fahmi dimunculkan, pemikiran saya berubah, bahwa memang perjuangan Said Nursi itu benar adanya.

Bahwa perjalanan risalah nur untuk bisa tercipta memang sebegitu beratnya. Ditulis dari satu penjara ke penjara lainnya, dan disalin oleh beribu jari manusia yang dahaga akan ilmu pengetahuan dan nutrisi jiwa.



Novel ini bukan hanya sekedar pembangun jiwa, tapi juga pengokoh diri dalam menghadapi jahatnya peradaban.




Entah saya yang terlalu baperatau memang kisah di dalamnya yang begitu mengharukan, tidak akan cukup satu kardus tissue untuk menghapus air mata karena menangisi betapa sedihnya perjuangan Badiuzzaman Said Nursi.

Dengan membaca novel ini, secara tidak langsung kita telah diracuni untuk lebih dekat pada Tuhan.

Sumber gambar : by.galeri pribadi