Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

Ā© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

amyjk02Avatar border
TS
amyjk02
Cinderella Ngojek


Halo, mana nih yang demen romantis-romantisan dan baper-baperan? Kumpul sini! Kisah gadis cantik yang kecantol tukang ojek, padahal doinya cakep paripurna. Apa sih yang istimewa dari si tukang ojek? Kenapa juga si cewek kok gak betah sama doinya yang cakep?

Penasaran? Ikutin, yak!



Sc: pinterest
Edited: pixalleb

Komedi Romantis

Bagian Satu Perfect Meet


1. Perfect Meet
šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹

Bening meletakkan tas dan sepatunya di sembarang tempat. Lantas menghempaskan tubuh tinggi langsingnya di tepi ranjang. Jemari lentiknya mengurut kening, pening. Mata itu terpejam sesaat. Saat membuka mata, dia tertegun menatap kotak berukuran sedang di atas meja. Keningnya berkerut, tapi sesaat kemudian tersenyum semringah.

Kotak berwarna hitam berpita merah muda dengan cepat dibongkar. Mata Bening terbelalak.

"Ow, so beautifull!" Tangannya meraba kain sutra hitam dengan payet bunga mawar. Dia juga mengeluarkan sepatu hitam pekat berhak runcing dengan bagian jari yang terbuka.

Bening menoleh ketika ponselnya berdering. Nada spesial membuat gadis itu tertawa senang.

"Sayang? Sudah dilihat?" tanya suara lelaki di seberang sana. Bening menggangguk cepat, padahal dia tidak akan melihatnya.

"Makasih, Sayang. Aku suka!" ucap Bening antusias.

"Syukurlah! Aku jemput dua jam lagi, ya?"

"Kita mau ke mana?"

"Nggak kemana-mana, sih. Aku cuma mau lihat kamu aja."

Bening membenamkan wajah bersemunya di bantal. Degup jantungnya seolah berpacu dengan denting detik yang terasa melambat.

"Pokoknya dua jam lagi, oke?"

"Ehm, aku belum mandi, lho."

"Nggak apa-apa. Nungguin bidadari mandi nggak bosen, kok!"

Bening terkekeh.

"Sudah, ya, see you."

"Tapi aku masih kangen."

"Jangan kangen. Kangen itu sakit. Kamu nggak boleh sakit. Cukup aku saja!"

"Hehe. Sudah jadi Dilan, ya, sekarang?"

"Kok Dilan? Tetap Kevin, dong!"

"Hehe, iya deh."

Mereka saling diam untuk beberapa saat. Hingga ....

"Jangan diem aja! Nanti aku ketahuan."

"Ketahuan apa?"

"Ketahuan kalau detak jantungku bunyinya nama kamu."

Kali ini Bening menjerit. Tentu saja setelah menjauhkan ponselnya dari pipi. Gadis itu meredam jeritannya di balik bantal.

"Sayang? Kamu di mana?" Suara di ponsel menyadarkan Bening yang sibuk berbunga-bunga.

"Eh, iya. Di sini."

"Oh. Oke, see you, ya?"

Dengan berat hati Bening memutus sambungan telepon. Gadis itu tersenyum dengan memeluk bantal dan mata yang fokus menatap ponsel. Ada fotonya bersama Kevin sebagai wallpaper.

"I love you," bisiknya dengan mengerucutkan bibir membentuk kecupan. Lantas tertawa geli.

Tiga bulan menjalin kasih dengan Kevin membuat hidup Bening seolah di surga. Penuh cinta, selalu jatuh cinta, berbunga cinta, dan bertebaran cinta setiap hari.

Mereka bertemu di sebuah acara peresmian restoran Jepang di dekat rumah Bening. Kebetulan Bening saat itu diajak oleh temannya yang ternyata adalah relasi bisnis Kevib. Bening tidak sengaja menumpahkan minumannya ke dada pemuda kala itu.

Mereka lantas berbincang hangat, padahal hal itu bisa saja menjadi bahan pertengakaran, 'kan?

"Boleh aku minta nomor kamu?" tanya Kevin sebelum mereka berpisah. Acara akan dimulai. Kevin akan berada di deretan para pemilik acara, orang-orang penting. Sedangkan Bening hanya duduk di kursi tamu dan bisa pulang kapan saja tanpa menunggu acara selesai.

"Hm, no!"

Raut wajah kecewa Kevin jelas terbaca. Namun, Bening malah terkekeh.

"Beri aku alasan kenapa harus memberi nomorku padamu!"

"Pertama, aku mau kenal kamu. Kedua, aku mau kenal kamu. Ketiga, aku mau ... kenal dan dekat denganmu."

Bening tersenyum dan menunduk. Bukan malu atau tersipu, gadis itu hanya ingin menghindari tatapan mata tajam berkornea hijau lumut itu.

"Please!" Kevin memohon. Pemuda itu menangkupkan kedua telapak tangan di depan mulut.

"Kenapa kamu malah minta nomor. Padahal kita bahkan belum menyebut nama masing-masing." Bening mengingatkan. Memang, meski sudah berbincang sekian menit, tapi mereka bahkan belum berkenalan.

"Bagiku, nomor telepon kamu lebih penting." Bening mengerling. "Biar aku punya alasan untuk telepon kamu. Nanya nama, hehe."

Mereka tertawa. Ada debar dan getar berbeda di dada masing-masing.

"Can I?" tanya Kevin lagi. Bening pura-pura berpikir.

"Oke, tapi ... empat digit terakhir kuberikan kalau kita kembali bertemu." Bening meraih ponsel yang sejak tadi diulurkan Kevin. Lantas mengetik beberapa digit angka.

"Semoga kita bertemu kembali." Bening melambaikan tangan ke arah Kevin yang semringah menatap delapan digit angka yang ditinggalkan Bening.

"Kita pasti ketemu lagi," teriak Kevin yang hanya dibalas senyuman oleh Bening.


Siapa sangka keesokan harinya Kevin sudah nongkrong di taman depan butik milik Bening. Kevin yang hanya mengenakan kaus putih polos dengan jeans belel hitam tetap terlihat berkelas. Ya tentu saja karena mobil mewahnya yang diparkir di halaman butik.

"Hai?" sapa Kevin canggung. Lelaki atletis itu menggaruk rambut, menatap sekeliling. Entah kenapa dia mendadak grogi melihat Bening pagi itu.

"Oh, ha-hai." Bening tertular kegrogian Kevin. Gadis itu merapikan rambut sebahunya yang tergerai. Sesekali dia juga meremas tali tasnya sendiri, gemas.

"Boleh aku lihat koleksimu?" Bening mengangguk.

Kevin mengikuti langkah Bening memasuki butik. Aroma vanila dari tubuh Bening membuat dadanya berdebar. Sering bertemu banyak wanita cantik, tapi tetap saja dia masih canggung ketika bertemu Bening. Apakah ini ...?

Cukup lama mereka berbincang. Kevib mencari jas untuk acaranya di Jepang dan Bening dengan telaten menunjukkan koleksinya. Sayangnya, tubuh kekar Kevin tidak terdaftar dalam koleksi jasnya. Bening menyarankan untuk membuatkan jas untuk Kevin.

Acara ukur mengukur badan pun dimulai. Bening berdebar menempelkan pita pengukur ke tubuh Kevin. Begitupun Kevin tak kuasa menahan debar ketika jemari lentik dan harum milik Bening menempel di dada bidangnya.

"Apa empat digit yang tersisa bisa kuambil sekarang?" Bening mendongak, menatap mata tajam yang sedang menatap wajahnya. Tinggi badan Bening memang hanya sebatas leher Kevin, membuat gadis itu kesulitan menatap wajah lelaki itu

"Ehm, iya. Aku beri nanti." Bening mengalihkan pandangannya, menulis ukuran yang didapat di buku catatan.

Bening terkejut ketika berbalik. Kedua tangannya menabrak dada Kevin. Lelaki itu mendekatkan tubuhnya ke tubuh Bening.

"Aku hanya ingin memastikan jika kamu tidak salah menulis ukurannya. Jika benar, berati aku tidak punya alasan lagi untuk sedekat ini denganmu."

Bening menunduik, menyembunyikan wajah bersemu merahnya.

Pertemuan demi pertemuan lantas terjadi. Membuat kuncup merah muda perlahan merekah. Kevin memupuk benih cinta itu dengan perhatian dan pesonanya. Bening merawatnya dengan debar sama yang tak mampu lagi disembunyikan. Hampir setiap hari mereka selalu berkirim kabar. Hal kecil selalu menjadi bahan obrolan yang menyenangkan. Bagi Bening, Kevin adalah sosok idaman. Memahami betul bagaimana dunia dan perangai wanita. Sehingga Bening merasa diperlakukan dengan baik. Bagi Kevin, Bening selalu menyenangkan dan pintar. Gadis itu mampu mengimbangi pembicaraan Kevin yang memang suka membahas banyak hal.
šŸŒ¹šŸŒ¹

[Kamu di mana?]

Akhirnya Bening memberanikan diri mengirim pesan setelah dua hari Kevin tanpa kabar. Biasanya gadis itu akan gengsi memberi kabar terlebih dahulu. Namun, kali ini dia sudah tidak tahan. Dua hari tanpa suara dan kehadiran Kevin membuatnya kelimpungan.

Pesan itu hingga malam hanya centang satu. Bening menggerutu. Mood-nya mendadak berantakkan.

[Sudah punya yang baru, ya?]
Terkirim

[Aku nggak penting lagi, ya?]
Terkirim

"Please, Kevin!" Bening meremas rambutnya yang berantakkan. Mata lentiknya menatap layar ponsel.

"Ah, kenapa sih aku ini?" Dia menggeleng dengan cepat setelah membaca deretan pesannya yang masih centang satu.

"Kita kan cuma kenalan biasa, teman. Just friend!"

Jarinya dengan cepat menggeser layar, memilih opsi hapus pesan untuk semua.

Tok .... Tok ....
Bening menoleh. Setelah merapikan sedikit rambutnya dia menuju pintu.

"Paket, Mbak!" teriak suara lelaki di luar pintu.

"Sebentar!" Bening memang sedang menunggu paket kain dari teman bisnisnya.

Bening membuka pintu. Lelaki tinggi mengulurkan kotak kecil berwarna merah muda.

"Surprise!" Bening melongo setelah lelaki itu melepas topi yang menutup sebagian wajahnya.

"Kevin!" pekik Bening. Gadis itu refleks memeluk tubuh tinggi besar di depannya.

"Kangen, ya?" Bening tersadar lantas melepas pelukan. Wajahnya bersemu merah.

"I love you," ucap Kevin menunduk membuat wajahnya tepat berada di depan wajah Bening. Mata mereka beradu. Saling menyelami perasaan masing-masing.

"Aku tahu kamu mau jawab apa?" Kevin memainkan bola matanya, mengerling.

"Apa?"

"I love you too," ucap Kevin dengan gaya kemayu menirukan suara wanita. Bening tergelak.

"Ge er banget!"

"Terus?"

"Jadilah tujuan rinduku yang menggunung untuk berlabuh! Jadilah alasanku tersenyum setiap pagi!" ucap Bening pelan dengan tatapan yang tak beralih dari wajah Kevin.

Senyum Kevin merekah. Dia merentangkan tangan, menyambut pelukan dari Bening. Namun, gadis itu malah ngeloyor masuk setelah merebut kotak kecil dari tangannya. Pemuda itu melongo dan memeluk dirinya sendiri.
....
Bersambung
Diubah oleh amyjk02 03-06-2020 03:51
indrag057
enyahernawati
i4munited
i4munited dan 24 lainnya memberi reputasi
25
2.1K
84
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
amyjk02Avatar border
TS
amyjk02
#3
Bagian Dua (un)Perfect Princess


Komedi Romantis
šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹

Bening tersenyum mengenang bagaimana pertama kali mereka bertemu hingga menjalin cinta. Semua berjalan cepat, tapi begitu melekat dalam pikiran. Tiga bulan lebih mereka menjalin cinta dan semua tetap sama. Kevin tetap menjadi orang yang sama, begitu pun Bening. Riak-riak kecil sering terjadi. Cemburu yang berujung pertengkaran, rindu yang juga mengundang pertengkaran sudah menjadi hal lumrah bagi mereka. Nyatanya ketika salah satu dari mereka menyatakan rindu, semua selesai dengan sendiri.

Tok tok

Bening terkejut.

"Ya Tuhan!" Bening berlari menuju pintu. Kevin pasti sudah ada di depan pintu. Bukankah tadi janjinya dua jam lagi? Lalu ini ...?

"Ha ... kamu belum mandi?" Bening meringis dan mengangguk.

"Ngapain aja kamu?" Kevin memasuki rumah Bening. Keningnya berkerut menatap isi rumah yang berantakkan.

"Aku mandi dulu, ya?" Bening melenggang ke kamar mandi dengan kimono mandi tersampir di bahu.

Kevin tetap berdiri berkacak pinggang menatap sekitar. Sepatu dan tas yang diletakkan begitu saja di meja. Bantal dan selimut yang sudah di lantai dan meja rias yang berantakkan.

"Aku panggil orang buat beres-beres, ya?" tanya Kevin sedikit berteriak ke arah kamar mandi.

"Nggak usah! Nanti aku beresin!" jawab Bening yang juga sedikit berteriak.

"Kebiasaan kamu, nih!"

Terdengar Bening yang hanya terkekeh dari dalam kamar mandi.

Satu jam kemudian Bening sudah segar dengan kaus putih polos dan jeans biru. Kevin menatapnya tak berkedip.

"Gitu doang?"

Bening balik menatapnya. "Emang mau gimana?" Kevin menghela napas kasar.

"Kamu kenapa?" Bening mendekat. Jemarinya meraba pipi dengan cambang halus milik sang kekasih. Bening sangat hapal. Beban kerja dan urusan bisnis memang sering membuat suasana hati Kevin buruk. Bukan hanya sekali.

"Entahlah! Lagi banyak pikiran." Kevin meremas jemari Bening dan mengecupnya sekilas.

"Tapi masih mikirin aku, 'kan?" Bening menaikkan alisnya, menggoda.

"Huum." Kevin beringsut menuju pintu.

"Aku tunggu di mobil!" Bening manyun. Sepertinya kali ini masalahnya sangat serius.

"Oh, ya, pakai dress biru yang kubelikan di Singapura kemarin! Sepatu ... pakai yang hitam. Tinggi!"

Bening termenung. Selalu begitu. Kevin akan meminta Bening berdandan sesuai permintaannya. Masalah? Tentu saja tidak. Karena selama ini memang Kevin membelikan semua hal yang akan dikenakan Bening.

Gadis itu kembali ke kamar. Matanya tertegun menatap deretan gaun mewah dan mahal yang nyaris memenuhi lemarinya. Ada deretan sepatu mahal dari berbagai model dan warna di sebelah lemari. Barang-barang mewah dan bermerk itu tak pernah diminta Bening. Kevin memberikannya sendiri. Bahkan kadang tanpa sepengetahuan gadis itu.
šŸŒ¹šŸŒ¹

"Kok make-up kamu agak berantakkan, sih?" Kevin mengusap kening Bening dan memperhatikan riasan sang kekasih dengan seksama. "Ada jerawatnya juga," lanjut Kevin mengusap belahan dagu Bening. Gadis itu hanya memanyunkan bibir.

"Aku nggak cantik?" tanya Bening merajuk.

Josh menariknya dalam pelukan. "Cantik, dong."

"Kenapa pake flat shoes?" Kevin melihat kaki Bening yang mengenakan flat shoes hitam kesukaannya.

"Oh, anu ... kakiku agak sakit. Terkilir waktu di butik." Bening tersenyum berharap jika kebohongannya tidak terbaca sang kekasih. Gadis itu hanya malas jika harus terus-terusan mengenakan sepatu tinggi yang membuat kakinya pegal.

"Lain kali hati-hati, ya!" ucap Kevin mengusap rambut Bening. Gadis itu dengan cepat mengangguk dan tersenyum.

Kevin memarkirkan mobil di depan salah satu restorannya. Tempat makan dan nongkrong para kawula muda berduit tebal. Mewah, makanan lezat, dan fasilitas mahal lainnya membuat DeliRest terkenal di kalangan berduit tebal.

Bening mengekor Kevin yang mengenggam tangannya dengan erat. Lelaki itu memilih tempat duduk paling sudut dengan cahaya yang tidak terlalu terang. Terlihat romantis. Apalagi hiasan buket bunga berukuran besar tepat ada di depannya. Tempat duduk itu seolah menyembunyikan keintiman mereka nanti.

"Aku pesan makan dulu, ya." Kevin meninggalkan Bening sendiri. Gadis itu memperhatikan sekeliling. Hidupnya memang tidak terlalu miskin, hanya saja dia enggan menghabiskan banyak uang hanya untuk membayar seporsi makanan. Dia hanya bisa menikmati makanan dan tempat semewah ini jika Kevin mengajaknya.

"Bening, ya?" Bening menoleh. Seorang wanita seusianya tersenyum ramah dan mengulurkan tangan. Dengan sedikit canggung Bening menyambut jabatan tangannya. Tanpa disangka wanita itu juga menempelkan pipinya ke pipi Bening, cipika-cipiki.

"Lama, ya, kita nggak ketemu." Bening mengangguk. Dia melihat sekeliling mencari keberadaan Kevin.

"Masih di butik?" tanya wanita itu lagi. Bening mengangguk.

"Bagus, deh, kalian jadi nggak terlalu jauh, 'kan?" Sekali lagi Bening mengangguk.

"Aku ada pameran ke Paris bulan depan. Minggu besok mau terbang ke Belanda. Sibuk banget pokoknya. Makanya beberapa tawaran pameran di Indonesia kubatalkan."

Bening hanya memasang senyum mendengarkan setiap cerita wanita itu.

"Maaf, lama, ya. Nadine?" Tiba-tiba Kevin datang. Wanita itu terpekik senang, lantas memeluk Kevin agak lama dan bahkan cipika-cipiki. Bening meremas taplak meja, jengah. Apalagi Kevin tampak bahagia diperlakukan seperti itu.

"Makin cantik aja! Eh, ya, makannya sebentar lagi sampai. Tunggu, ya," ucap Kevin pada Bening yang dijawab anggukkan gadis itu. Sebisa mungkin Bening menunjukkan wajah tidak sukanya, tapi Kevin terlalu fokus pada wanita di depannya.

Yang selanjutnya terjadi membuat Bening kesal. Kevin dan wanita bernama Nadine itu berbincang asyik yang sesekali diiringi tawa. Mereka asyik sendiri seolah lupa ada Bening di antara mereka.

Bening beringsut, bermaksud meninggalkan tempat itu saja. Namun, dengan cepat Kevin meraih jemarinya dan mengecupnya sekilas.

"Oh, aku nggak ganggu kalian, 'kan?" Nadine menatap Bening yang menekuk wajah.

"Kuharap tidak!" Nadine menjawab pertanyaannya sendiri membuat Bening semakin kesal.

Makanan yang dipesan datang, anehnya porsinya pun pas untuk bertiga. Padahal Kevin memesan makanan sebelum Nadine datang.

Selama proses makan malam pun Bening merasa dirinya hanya seperti patung hiasan, tak dianggap. Jangan tanya bagaimana dongkolnya hati gadis itu. Apa Bening cemburu? Jelas! Siapa yang akan nyaman semeja dengan sang mantan kekasih? Ya, gadis blasteran Perancis-Jakarta itu adalah mantan kekasih Kevin tiga tahun lalu. Wanita glamour, cantik menawan, dan penuh kemewahan yang meninggalkan Kevin karena lebih memilih beasiswa tata busananya.

"Eh, aku dicari customer, pulang, yuk!" Bening meraih tangan Kevin, mengalihkan perhatian.

"Sekarang?" tanya Kevin memastikan. Bening mengangguk. Ekor matanya melirik Nadine yang terlihat kecewa.

"Kok, malem? Suruh besok aja, ya!" Kevin mengusap punggung tangan Bening. Gadis itu manyun.

"Ya udah," ucap Bening pasrah. Nadine tersenyum seolah mengumuman kemenangannya.

Kevin dan Nadine lantas kembali terlibat obrolan serius. Jemari lentik Nadine sesekali mengusap lengan kekar kekasihnya. Begitupun Kevin, sesekali mengusap pundak tanpa penutup milik Nadine. Bening dongkol bukan main. Kali ini justru berubah menjadi kecewa.

"Aku pulang duluan aja." Bening tiba-tiba bangkit meraih tas tangannya. Kevin dengan cepat menahan. Namun, Bening lebih kuat. Tanpa menoleh gadis itu melenggang pergi. Telinganya mendengar panggilan Kevin, tapi sepertinya lebih berisik suara hatinya yang bergemuruh riuh menabuh gendang kecewa. Ya, dia kecewa dan tentu saja terbakar cemburu.

Bening memperlambat langkahnya ketika di parkiran. Dia berharap Kevin menyusul, meminta maaf, menenangkannya yang merajuk, lantas kembali berbaikkan. Namun, yang dibayangkan tak juga terjadi. Bening menoleh ke tempat Kevin dan dirinya tadi berada. Hatinya seakan tersayat. Degup jantung seakan meledakkan pikirannya. Di dalam sana Kevin masih asyik berbincang dengan Nadine.

Dua jalur bening dan hangat perlahan turun. Bening menutup wajahnya yang terasa panas. Dadanya sesak. Tak disangka Kevin tiba-tiba menatapnya tepat saat Bening mengusap pipinya yang basah. Kevin bangkit dan sedikit berlari mengejar Bening yang sudah berlari pulang.

"Bening!" Bening tak peduli. Dia terus berlari dan menahan tangis. Namun, lari Kevin memang lebih cepat. Dengan sigap pemuda itu meraih pundaknya dan memeluk dengan erat. Bening berusaha berontak, tapi gagal. Gadis itu tergugu sembari memukuli dada bidang kekasihnya.

Tak ada percakapan. Hanya isak tangis kecewa Bening. Kevin mempererat pelukannya.

"Dia baru pulang dari Jerman, hanya mampir. Besok dia akan pergi lagi. Kami tidak ada apa-apa lagi," bisik Kevin di telinga Bening. Gadis itu masih terisak.

"Sudah, ya! Aku minta maaf, please!" Kevin melepas pelukan dan menatap wajah kekasihnya. Jemarinya mengusap sisa air mata di pipi Bening.

Bening bergeming.

"Aku anter pulang, ya?"
šŸŒ¹šŸŒ¹

Sepanjang perjalanan Bening tetap diam. Hatinya berkecamuk dengan pikiran yang penuh.

"Kamu lucu kalau cemburu," ucap Kevin yang masih menggenggam jemari Bening. Sesekali pemuda itu mengecup jari-jari lentik dan harum itu.

"Cemburu tanda sayang, 'kan?" Bening tetap diam. Gadis itu menatap keluar jendela, memandang deretan bangunan mewah dengan cahaya yang terang. Dia berharap menemukan hal indah di sana.

Hingga sampai di rumah, Bening tetap tak mengucap sepatah kata pun. Dia cuek ketika Kevin membukakan pintu mobil. Bahkan dia tak menyambut uluran tangan lelaki itu. Bening melenggang masuk, tak peduli jika Kevin terus menatapnya.

Bening menghempaskan tubuhnya di ranjang. Entah mengapa air matanya kembali mengalir. Gadis itu menekuk tubuh, menutup wajah dan ... menangis. Sedu sedannya yang tertahan tertutup bantal, membuat dadanya semakin sesak.

Apa sesakit ini namanya cemburu? Batinnya. Memang semenjak berpacaran Kevin hampir tidak pernah sedekat itu dengan wanita lain. Nadine adalah topik pembicaraan yang kerap membuat Bening cemburu. Jangankan bertemu langsung, mendengar Kevin menceritakan gadis itu saja sudah membuatnya panas.

Bukan hanya cemburu, Bening juga takut kehilangan Kevin. Bukan tanpa sebab. Nadine bukan wanita biasa. Gadis itu terlalu sempurna jika dibandingankan dengan Bening yang hanya wanita biasa.

Mereka memang sama-sama seorang desainer baju. Namun, level mereka tetap saja berbeda. Nadine sudah melanglang buana ke seluruh dunia dengan mahakaryanya, sedangkan Bening hanya cukup berbangga dengan karyanya yang sesekali dinikmati oleh beberapa artis tanah air.

Selama ini Kevin memang tidak pernah mempermasalahkan itu. Namun, tetap saja Bening minder dan tidak nyaman jika dibandingkan dengan Nadine.

"Aku lebih suka wanita apa adanya dan sederhana seperti kamu. Bukan seperti Nadine." Begitu ucap Kevin suatu waktu ketika Bening cemburu karena Kevin bercerita tentang Nadine. Padahal Bening sendiri yang memintanya.

Malam itu Bening terlelap setelah lelah menangis. Tak peduli jika riasannya belum dibersihkan atau gaun birunya yang masih menempel dan berantakkan. Dia tidak peduli. Cemburu menguras emosi dan membuatnya tak berdaya.
....
Bersambung
Diubah oleh amyjk02 03-06-2020 03:52
riwidy
ajang.dee
i4munited
i4munited dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup