Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Disindir Ahli Waris Cebong dan Kampret, Ganjar Blak-blakan soal Anies


Disindir Ahli Waris Cebong dan Kampret, Ganjar Blak-blakan soal Anies

Suara.com - Ahli hukum tata negara, Refly Harun merasa perseteruan politik sisa Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 masih terasa. Itu lantaran istilah cebong dan kampret masih sering didengar.

Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo disebut-sebut sebagai ahli waris "cebong". Sementara Anies Baswedan ahli waris "kampret".

Hal ini sebagaimana diungkapkan Refly dalam video podcast yang diunggah ke YouTube pada Selasa (19/5/2020).

"Kalau orang bicara head to head ke depan, ahli waris cebong adalah Ganjar Pranowo, ahli waris kampret adalah Anies Baswedan. Nah gimana bung?" tanya Refly yang disambut Ganjar dengan tertawa terbahak-bahak.

Padahal bagi Refly, Anies dan Ganjar adalah sama-sama temannya sebagai alumni Universitas Gadjah Mada. Ia merasa hubungan mereka cukup baik.

Ganjar kemudian menanggapi hal tersebut. Ia pun mengakui kalau residu politik ini masih terasa hingga sekarang.

"Iya, saya kira analisis tidak keliru-keliru amat. Karena memang istilah saya residu politiknya belum habis betul, residu politiknya masih," ucap Ganjar.

Pria lulusan Fakultas Hukum UGM ini heran residu politik tersebut sampai membenturkan dirinya dengan koleganya, Anies Baswedan. Bahkan ia merasa residu politik ini membuat orang-orang sakit perut.

"Residu politik ini belum habis betul dan ini adalah investasi deposit hari ini di-maintenance dan digerakkan. Kalau dari Pilkada DKI, bahasa saya adalah proses politik yang bikin sakit perut terlalu lama, sampai terjadi pembelahan," ujar Ganjar.

Menurutnya, residu politik Pilkada DKI Jakarta sampai hari ini menjadi deposit yang bisa dikelola oleh siapa pun. Menjadi semakin liar apalagi itu dibungkus dengan isu agama.


Kepada Refly, Ganjar menjelaskan bahwa hubungannya dengan Anies sebenarnya baik-baik saja. Mereka pun pernah kuliah kerja nyata (KKN) bersama.

"Anies itu bareng-bareng sejak dulu, KKN dulu bareng. tidak pernah ada masalah. Saat Anies mau maju (calon presiden) saya ikut di Anies. Dia maju presiden ikut konvensi Demokrat, kemudian gagal. Kemudian bergabung dengan Jokowi jadi menteri, kita fine-fine saja," ungkap Ganjar.

Politikus Partai PDI Perjuangan heran karena sering menemukan berita yang membanding-bandingnya dirinya dengan Anies.

"Kalau ada berita tentang Anies nggak baik, itu baikin-baikin saya. kalau ada cerita nggak baik soal saya terus baik-baikin Anies. Atau kemudian salah satu muncul, kemudian digebukin antara satunya," ucapnya.

Ganjar menambahkan, "Saat saya ketemu Anies saya bilang. Nies awake dewe ini ada apa ya? Kok kemudian kelompok itu begitu. Ya mbuh (jawab Anies)."

Ia pun membayangkan andai saja Anies masih menjadi menteri dalam kabinet Jokowi, konstelasi politik sekarang mungkin tidak akan membara seperti sekarang.
sumber

******

Residu.
Dalam sebuah perjalanan sejarah, sebuah residu pasti tertinggal, tak ubahnya sebuah bom yang meninggalkan bekas, atau bahkan sebuah peluru yang dilepaskan dari sebuah senjata pasti meninggalkan residu.

Ibarat sebuah residu insektisida pada sebuah apel yang ranum. Meskipun residu itu tak terlihat, tapi kadang baunya masih tercium dan jelas membahayakan tubuh.

Pemberontakan G30S/PKI hingga kini meninggalkan residu sejarah. Pemerintahan rezim Orde Baru sampai sekarang tetap meninggalkan residu kecurigaan pada TNI. Dan bisa jadi pemerintahan Jokowi pun dikemudian hari akan meninggalkan residu.

Lantas kenapa hanya Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang meninggalkan residu politik begitu kental hingga kini? Sebenarnya jawabannya bisa rumit, tapi juga bisa mudah. Rumit karena terlalu banyak yang bermain disana. Berbagai macam kepentingan saling tarik. Benturan kepentingan saling bermain. Dan semuanya tak lepas dari Pilpres tahun 2014. Dari tahun 2014 itulah semuanya bermuara di Pilkada DKI Jakarta 2017. Dan momentum itu menjadi pelampiasan hasrat di Pilpres 2019. Dan jawaban termudah mengapa Pilkada DKI Jakarta begitu sangat meninggalkan residu politik adalah, karena isu SARA dikelola disana.

Bukan tanpa alasan kenapa isu SARA dimaintenance benar oleh sekelompok pihak kala itu. Karena pihak yang memaintenance tahu betul, isu SARA adalah isu yang sangat seksi dimainkan dalam intrik politik.

Dan Ganjar, meskipun tak terlibat langsung dalam Pilkada DKI Jakarta, sadar sepenuhnya mengenai hal itu.

Bicara soal almamater, agak menarik sebenarnya akhir-akhir ini, karena UGM menjadi almamater banyak tokoh penting negeri ini, baik yang sehaluan maupun yang berseberangan. Dan teman satu almamater bisa saja suatu ketika akan saling berhadapan. Begitu juga dengan Ganjar dan Anies.

Soal mengelola panggung politik, silakan nilai sendiri, antara Ganjar dan Anies, siapa yang paling terlihat jelas pengelolaan panggung politiknya, bahkan mungkin ditengah pandemi Covid-19 ini. Apakah lantas itu bisa menjadi modal politik nanti ditahun 2024? Bisa ya, bisa tidak. Ya, kalau hasilnya sesuai dengan harapan. Tidak, kalau hasilnya ternyata jauh dari harapan.

Politik adalah bagaimana cara mengelola image. Politik adalah bagaimana cara mengelola kata. Politik adalah bagaimana cara mengelola emosi.

Angin perubahan masih bisa bertiup kencang. Partai yang kini berseteru bisa saja berkongsi. Yang sekarang berkongsi sebaliknya bisa saja pecah. Tokoh lama, tokoh baru, bahkan tokoh yang afkir pastinya akan ikut serta meramaikan eskalasi politik negeri ini. Dan ingat. Ini Indonesia. Bukan hasil kerja nyata yang jadi patokan, tapi bagaimana caranya membangun citra tanpa cela, tanpa noda, plus sedikit image terdzalimi. Soal modal, itu urusan kesekian. Bahkan ada saja tokoh yang tanpa modal bisa naik ke permukaan, dan memiliki modal justru nyungsep dalam kubangan.

Prabowo bisa saja didampingi Ganjar. Ganjar bisa saja maju dengan Uno. Uno mungkin bisa maju lagi dengan Prabowo. Anies tak mustahil maju dengan Ridwan Kamil. Tapi jelas tak akan mungkin maju dengan Uno. Sudah ilfill sepertinya jika Uno maju dengan Anies. Selebihnya mereka para tokoh yang sekarang ini sering diliput media, hanya akan menjadi penggembira. Mau mantan menteri, mantan Panglima, atau Ulama sekalipun.

Dan istilah cebong vs kampret, masih akan tetap eksis hingga 2024. Barulah setelahnya tak akan ada gaungnya lagi, karena sangat sulit untuk memaintenance isu tersebut. Semua akan menjadi basi.

Terakhir, siapakah yang berkepentingan memaintenance isu cebong vs kampret? Seperti yang telah Ganjar sebut, "kelompok itu".

Siapakah kelompok itu? Ya jawab sendiri.
mamaproduktif
materaitempel
decodeca
decodeca dan 28 lainnya memberi reputasi
29
5.7K
136
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
sniper2777Avatar border
sniper2777
#8
owh.....alumni UGM ye....satu almamater juga dong sama di kodok plongo, cuma beda nasib doang kali ye...., Si kodok plongo nasibnya dpt IPK dua koma emoticon-Stick Out Tongueemoticon-Stick Out Tongue



Ganjar alumni UGM, wan abud kan PhD Universitas Northern Illinois masa mau disandingkan emoticon-Embarrassment

Apalah Ganjar yg sepanjang karirnya hanya sebatas petugas partai yg nasibnya tak akan beda jauh dengan si mukidi plongo emoticon-Embarrassment


Biografiku.com – Profil dan Biografi Anies Baswedan serta Biodata Lengkapnya. Namanya sudah tidak asing lagi di Indonesia.

Ia terkenal sebagai praktisi pendidikan atau akademisi. Pernah menjabat sebagai Rektor Paramadina, Menteri Pendidikan era presiden Joko Widodo.

Kini ia sekarang terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta yang akan dilantik pada Oktober 2017 bersama dengan Sandiaga Uno sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Daftar Isi
Biodata Anies Baswedan

Nama Lengkap : Anies Rasyid Baswedan
Lahir : 7 Mei 1969, di Kuningan, Jawa Barat
Agama : Islam
Orang Tua : Rasyid Baswedan (Ayah) / Aliyah Rasyid (Ibu)
Saudara : Abdillah Rasyid Baswedan dan Ridwan Rasyid Baswedan
Istri : Fery Farhati Ganis
Anak : Mutiara Annisa Baswedan, Mikail Azizi Baswedan, Kaisar Hakam Baswedan, Ismail Hakim Baswedan

Biografi Anies Baswedan
Anies Baswedan lahir dengan dengan nama lengkap Anies Rasyid Baswedan. Ia dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1969 di Kuningan, provinsi Jawa Barat.

Anis Baswedan terlahir di keluarga Akademisi. Ia merupakan anak pertama dari Drs. Rasyid Baswedan, S.U. yang bekerja sebagai Dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Islam Indonesia.

Ibunya bernama Prof. Dr. Aliyah Rasyid, M.Pd. yang bekerja sebagai Guru besar dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Negeri Yogyakarta).

Anies Baswedan merupakan cucu dari Abdurrachman Baswedan (AR Baswedan). Kakeknya merupakan salah seorang pejuang pergerakan nasional dan pernah menjadi Menteri Penerangan pada masa awal kemerdekaan Indonesia.

Anies diketahui memiliki saudara bernama Abdillah Rasyid Baswedan dan Ridwan Rasyid Baswedan. Anies juga merupakan sepupu dari Novel Baswedan yang merupakan penyidik di KPK.

Masa Kecil
Sejak kecil Anies Baswedan telah akrab dengan dunia organisasi dan kepemimpinan. Ketika berumur 12 tahun, Anies membentuk kelompok anak-anak muda antara umur 7 hingga 15 tahun di kampungnya.

Klub tersebut diberi nama ‘Kelabang’ (Klub Anak Berkembang), Kelompok ini sering mengadakan berbagai kegiatan olahraga dan kesenian.

Anies Baswedan memulai pendidikan formalnya menjelang usia lima tahun. Ia masuk ke sekolah TK Masjid Syuhada di Kota Baru, Yogyakarta. Kemudian, memasuki usia enam tahun Anies bersekolah di SD Laboratori Yogyakarta. Tamat dari sana,  Anies melanjutkan pendidikannya di di SMP Negeri 5 Yogyakarta.

Anies melanjutkan masa SMA-nya di SMAN 2 Yogyakarta. Ketika SMA, Anies pernah menjadi ketua OSIS se-Indonesia ketika ia mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ia menjadi ketua dari 300 delegasi SMA-SMA se-Indonesia, walaupun pada saat itu Anies baru berada di kelas satu.

Kuliah di UGM

Anies menjalani pendidikan di SMA selama 4 tahun antara tahun 1985 hingga 1989 sebab ia terpilih sebagai peserta dalam program AFS yaitu program pertukaran pelajar yang di diselenggarakan oleh Bina Antarbudaya, selama satu tahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat (1987-1988).

Anies Baswedan Saat Menjadi Mahasiswa UGM
Tamat dari SMA, Anies kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas Gajah Mada di Fakultas Ekonomi. Semasa kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) (1989-1995), Anies Baswedan aktif di gerakan mahasiswa seperti di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Ia juga menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM.

Sewaktu menjadi mahasiswa UGM, Anies mendapatkan beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia di Tokyo, Jepang.

Master dan Doktor di Amerika Serikat
Setelah lulus kuliah di UGM pada 1995, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi di UGM. Selama bekerja di UGM, Anies mendapatkan beasiswa Fulbright untuk pendidikan Master Bidang International Security and Economic Policy di Universitas Maryland, College Park.

Sewaktu kuliah, dia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Student Award.

Di tahun 2005, Anies menjadi peserta Gerald Maryanov Fellow di Departemen Ilmu Politik di Universitas Northern Illinois sehingga dapat menyelesaikan disertasinya tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia”.

Ketika berada di Amerika Serikat, Anies aktif di dunia akademik dengan menulis sejumlah artikel dan menjadi pembicara dalam berbagai konferensi. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi, dan politik Islam di Indonesia.

Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California.

Sementara, artikel Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy diterbitkan oleh BIES, Australian National University.

Kembali ke Indonesia, Anies bekerja sebagai National Advisor bidang desentralisasi dan otonomi daerah di Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Jakarta (2006-2007). Selain itu pernah juga menjadi peneliti utama di Lembaga Survei Indonesia (2005-2007).

Rektor Universitas Paramadina
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan dilantik menjadi rektor Universitas Paramadina. Anies menjadi rektor menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan dan intelektual Muslim, Nurcholish Madjid. Saat itu Anies baru berusia 38 tahun dan menjadi rektor termuda di Indonesia.

Majalah Foreign Policy memasukan Anies dalam daftar 100 Intelektual Publik Dunia. Pada 2008, Ia merintis Program Beasiswa di Universitas Paramadina bernama Paramadina Fellowship.

Program ini mengadopsi konsep yang biasa digunakan di universitas-universitas di Amerika Utara dan Eropa dengan menyematkan nama sponsor sebagai predikat penerima beasiswa.

Jika mahasiswa A mendapat beasiswa dari institusi B, yang memang menjadi salah satu sponsor, di belakang nama mahasiswa dicantumkan nama sponsor, menjadi A, Paramadina, Institusi B Fellow.

Prestasi dan Penghargaan
Dalam biografi Anies Baswedan diketahui bahwa nama Anies Baswedan tercantum sebagai satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar majalah Foreign Policy yang rilis pada April 2008.

Anies berada pada jajaran nama-nama tokoh dunia antara lain tokoh perdamaian Noam Chomsky. Para penerima penghargaan Nobel, seperti Shirin Ebadi, Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen, serta Vaclav Havel.

Sementara, World Economic Forum, berpusat di Davos, memilih Anies sebagai salah satu Young Global Leaders (Februari 2009). Majalah bulanan Foresight berbahasa Jepang itu menilai bahwa Anies adalah tokoh yang merupakan salah satu calon pemimpin Indonesia masa mendatang.

Pada Pemilu 2009, Anies menjadi moderator dalam acara debat calon presiden 2009. Pada akhir 2009, Anies dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi anggota Tim-8.

Tim 8 adalah tim yang menangani kasus sangkaan pidana terhadap pimpinan KPK yaitu Bibit dan Chandra. Anies, yang bukan berlatar belakang hukum, dipilih menjadi Juru Bicara Tim-8.

Kemudian, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di Jepang akhir April (2010).

Dalam edisi khusus yang berjudul “20 Orang 20 Tahun”, Majalah Foresight menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan skan menjadi perhatian dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan dunia dua dekade mendatang.

Dalam biografi Anies Baswedan, Namanya disematkan bersama 19 tokoh dunia lain seperti Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin, Presiden Venezuela Hugo Chavez, Menlu Inggris David Miliband, anggota Parlemen dan Sekjen Indian National CongressIndia Rahul Gandhi, serta politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS, Paul Ryan.

Penyampaiannya yang sistematis, tenang dan obyektif dianggap turut membantu menjernihkan suasana dalam suhu politik yang agak memanas pada masa itu.

Anies adalah seorang muslim moderat yang sampai saat ini tetap konsisten pada pendiriannya untuk tidak memihak pada kekuatan (politik) tertentu.

Memasuki tahun 2013, Anie Baswedan resmi terjun ke dunia politik setelah lama bergelut di dunia pendidikan dan sosial. Ia kemudian menjadi peserta konvensi capres dari partai demokrat.

Namun tahun 2014, Anies kemudian resmi bergabung dalam tim pemenangan Capres Jokowi – Jusuf Kalla dimana posisinya ketika itu sebagai Juru Bicara dari pasangan Capres dan Cawapres Jokowi -JK.

Menteri Pendidikan Republik Indonesia
Kemudian setelah Jokowi – Jusuf Kalla ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia tahun 2014, Jokowi kemudian menunjuk Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ketika memimpin kementrian pendidikan, Anies Baswedan kemudian merombak organisasi di lingkup kementrian pendidikan seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dipisahkan. Dan digabung dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Selain itu ia juga melakukan Pembenahan pada seleksi terbuka kemendikbud kemudian melakukan distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP). Membuat program sekolah aman serta mengimbau para orangtua mengantar anaknya sekolah pada tahun ajaran baru.

Anies juga menerapkan kurikulum pendidikan terbaru serta menyebarkan guru berkualitas di agar merata di semua wilayah serta melakukan hingga reformasi ujian nasional.

Banyak prestasi yang dibuat oleh Anies Baswedan ketika menjabat sebagai Menteri Pendidikan di era pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla. Anies Baswedan menjabat sebagai menteri pendidikan dari tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2016. Setelah itu ia kemudian digantikan oleh Muhadjir Effendy.

Gubernur DKI Jakarta
Setelah tidak menjabat sebagai menteri pendidikan, Anies Baswedan kemudian diusung oleh partai Gerindra untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sandiaga Uno sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta.

Ia kemudian terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017 bersama dengan Sandiaga Uno sebagao Wakilnya mengalahkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok serta Djarot Saiful Hidayat dalam pilkada DKI Jakarta yang digelar dalam dua putaran.

Mengenai keluarga, Anies Baswedan menikah dengan Fery Farhati Ganis, S.Psi., M.Sc. dan dikaruniai empat anak: Mutiara Annisa (sulung), Mikail Azizi (kedua), Kaisar Hakam (ketiga), dan Ismail Hakim (bungsu). Kediaman Anis Baswedan bertempat tinggal di daerah Lebak Bulus di Jakarta.

Penghargaan Anies Baswedan
The Golden Awards Rakyat Merdeka
Anugerah Integritas Nasional
Dompet Dhuafa Award 2013
Anugerah Hari Sastra Indonesia
Gerald Maryanov Award
100 Intelektual Publik Dunia
Young Global Leaders
20 Tokoh Pembawa Perubahan Dunia
PASIAD Education Award
Nakasone Yasuhiro Award
500 Muslim Berpengaruh di Dunia
Itulah Biografi dan Profil Singkat Anies Baswedan beserta biodata.

https://www.biografiku.com/biografi-anies-baswedan-profil-dan-biodata-lengkapnya.



cebong VS kampret + kadrun emoticon-shakehand emoticon-Big Grin
Diubah oleh sniper2777 19-05-2020 19:17
kakekane.cell
kakekane.cell memberi reputasi
1
Tutup