Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

theniAvatar border
TS
theni
Hati-hati membaca klaim pemerintah kasus baru melambat
Judul Asli : Indonesia belum punya kurva epidemi COVID-19: kita harus hati-hati membaca klaim pemerintah kasus baru melambat

Dua hari lalu dalam rapat kabinet paripurna Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri dan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 bekerja keras untuk menurunkan kurva kasus infeksi coronavirus pada bulan ini dengan cara apa pun.
Sebelumnya, akhir April lalu, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengklaim laju kenaikan kasus harian COVID-19 di Jakarta, pusat pandemi Indonesia, sudah melambat. Klaim lainnya, kurva kasus coronavirus mulai mendatar sebagai efek dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah berjalan sejak 10 April 2020.
Berita “baik” ini membuka perdebatan apakah benar laju kenaikan kasus baru COVID-19 di Jakarta sudah melambat.
Alat visualisasi standar, sekaligus paling populer, untuk menjelaskan situasi perlambatan ini adalah kurva epidemiologis (kurva epidemi). Kurva ini biasanya digunakan untuk menjelaskan perjalanan pandemi, menentukan sumber dan kapan terjadinya penularan, menentukan puncak pandemi, memperkirakan akhir pandemi, serta mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.
Masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama COVID-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi COVID-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.
Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru COVID-19 cukup meragukan.

Spoiler for Cara membuat kurva epidemi COVID-19:


Spoiler for Tiga hal sebelum membaca kurva epidemi COVID-19:


Harapan segera ada kurva epidemi COVID-19 Indonesia
Untuk mengendalikan penyebaran COVID di Indonesia, pemerintah perlu melakukan berikut ini:
Pertama, sudah saatnya pemerintah Indonesia mengeluarkan kurva epidemi sesuai standar ilmu epidemiologi untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Data tersebut sudah tersedia di rekam medis, sistem informasi fasilitas kesehatan dan laporan pemeriksaan laboratorium. Siap untuk dianalisis.
Kedua, pemerintah perlu secara terbuka dan transparan menyampaikan data jumlah pemeriksaan PCR dan lamanya waktu pemeriksaan untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota untuk menaikkan kepercayaan publik terhadap kurva epidemi yang akan dikeluarkan pemerintah.
Ketiga, pemerintah perlu menggunakan kurva epidemi standar tersebut sebagai salah satu cara menilai pelaksanaan kebijakan pengendalian COVID-19.
Pemerintah Indonesia telah memilih strategi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Larangan Mudik untuk memutus rantai penularan conoravirus.
Pasal 17 Permenkes No 9 Tahun 2020 tentang PSBB telah mensyaratkan butuhnya bukti ilmiah untuk menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam menurunkan jumlah kasus baru.
Kita semua tentu ingin pandemi ini segera berakhir. Kabar baik yang ditunjang dengan alat ukur yang valid, akurat, dan tepercaya, akan memberikan harapan. Hal itulah yang kini mungkin absen di Indonesia.

sumber

 jangan senang dulu, jangan sampai kita lengah karena penurunan kasus baru, padahal penyebabnya karena kegiatan pemeriksaan terhenti akibat reagen yang habis.
Diubah oleh theni 11-05-2020 05:22
p44r
zafinsyurga
antonishop
antonishop dan 21 lainnya memberi reputasi
22
2K
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
pemulungsAvatar border
pemulungs
#3
kayaknya indonesia yang paling lama sembuh ini.
Tanpa tes massal massal massal supaya bisa isolasi penderita covid plus dengan psbb boong boongan
kliatannya lama ini sembuhnya indonesia
0
Tutup