Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ilafitAvatar border
TS
ilafit
Akhir Penantianku yang Terkalahkan Jarak dan Restu!


Dua Hati yang Terhalang Jarak Dua Pulau dan Restu yang Belum Datang



Aku tahu, perasaanku mungkin tak berarti bagimu..
Kau lebih memilih untuk menjauh daripada memperjuangkan cinta kita..
Ah, nyatanya semua yang diimpikan di masa depan bersamamu tak benar ada..
Kau lebih memilih pergi bersama ego, meninggalkanku dalam segudang luka..
Kini, hanya ada aku yang tersisa dengan rindu yang tak pernah surut..
Kini, untuk menatapmu pun tak akan bisa lagi..
Pergilah, jika memang jodoh pasti akan dipertemukan kembali..

~~~~~♡♡♡~~~~~


Waktu itu, lima tahun yang lalu. Kau datang bersama keluargamu ke desaku. Saat itu aku sedang di rumah saudaraku, yang tepatnya berada di depan rumah yang kau kunjungi.

Kau diantarkan sendirian disana, sedang keluargamu ada di rumah nenekmu. Karena tak ada orang di rumah itu, kau memutuskan ke rumah saudaraku.

"Ajak main gih dia!" ucap Bibi memintaku untuk menemanimu. Aku yang malu-malu pun hanya diam menatapmu. Tak berani untuk sekedar berucap sapa. Lagipula, siapa aku? Dan siapa kamu? Aku sama sekali tak mengenalmu.

Kau bercerita panjang lebar pada Bibiku, tentang masa kecilmu yang begitu lucu. Tanpa sadar aku tertawa mendengar ocehanmu. Sungguh, kau begitu lugu ketika menceritakan masa kecilmu itu. Kau tersenyum begitu lebar membagi bahagiamu padaku dan Bibiku.

Entah bagaimana ceritanya, pada akhirnya kita saling menyapa. Bahkan, hari-hari kita lalui bersama. Entah bagaimana juga aku bisa mengajakmu membeli snack ke toko di dekat rumahku. Tak percaya, diriku yang malu-malu akhirnya bisa berteman denganmu.

"Rasanya enak, ada hadiahnya pula, ya," katamu dengan senyuman manis.

Aku mengangguk setuju dan tersenyum. "Beneran enak. Apalagi ada hadiahnya," ujarku dengan suara pelan.

Beberapa hari selanjutnya, aku berinisiatif mengajakmu untuk jalan-jalan pagi sambil menikmati udara segar di pagi hari. Maklum saja, ketika mendapat teman bermain dan karakternya hampir sama pasti akan menyenangkan. Di daerah rumahku, jarang sekali ada anak seumuranku. Sehingga untuk bermain pun dengan anak yang berada di bawah umurku.

"Sejuk banget, sih," ujarmu sambil menatapku. Kamu memejamkan mata menikmati udara.

Aku tersenyum tipis menatapmu. Rasanya tiada hari tanpa kita berdua. Aku selalu menikmati hari bersamamu. Tanpa kusadari, esok adalah hari perpisahan. Namun, aku tak tahu menahu mengenai hal itu. Sungguh disayangkan, aku tak dapat mengucapkan salam perpisahan padamu. Sedih tentu.

Setahun kemudian, aku melihatmu datang mengunjungi rumahku. Namun, aku yang masih pemalu pun memilih sembunyi. Hanya melihat punggung tubuhmu yang sedikit bergetar ketika kau tertawa bersama keluargaku. Saat kau pergi, aku melihatmu dari belakang. Rasanya, kehilangan. Aku kehilanganmu. Benar saja, malamnya kau pergi tanpa tak sempat lagi aku mengucapkan salam perpisahan.

Padahal, setiap hariku menanti kedatangamu. Kembali merajut kasih dan membuat kenangan. Namun, egoku yang besar membuat cintaku harus tersisih sementara waktu.

Tak terasa sudah dua tahun kau pergi meninggalkanku dalam rindu. Rasanya sepi hari-hariku tanpamu. Sayangnya, kita tak ada kontak untuk bisa saling menghubungi.

Tiba-tiba aku melihatmu datang ke rumah itu lagi. Dengan penuh tekad aku menghampirimu. Kau tersenyum lebar menatapku.

"Lama tak jumpa, ya," katamu menatapku intens.

Aku menundukkan kepala. Hatiku berdebar ketika kau menatapku seperti itu. Apakah aku sudah jatuh cinta terlalu dalam padamu?

"Iya," jawabku singkat.

Kamu mengajakku berbicara di dekat jalan. Kita duduk disana berdua. "Bagaimana kabarmu?"

"Alhamdulillah, baik. Kamu?" tanyaku dengan meremas kedua tanganku, gugup.

"Baik juga."

"Sudah lama ya rasanya kita tak bertegur sapa," ujarnya.

"Iya."

"Ada hal yang ingin kukatakan padamu, Ila," ujarnya dengan menatapku intens.

Jantungku berdetak tak karuan. "Ada hal di masa lalu yang perlu kita selesaikan," ujarnya lagi.

Aku terdiam mendengarkan. Memberi waktu untuknya menyelesaikan bicaranya.

"Kemungkinan besar, aku tak akan kembali kesini lagi," ujarnya yang membuat hatiku sakit seketika. Haruskah kebahagiaan bersamanya hilang tanpa bekas? Rindu yang menyiksaku tak berujung?

"Kenapa, Ian?" tanyaku pelan.

"Aku sudah memutuskan untuk menetap disana. Kemungkinan kecil jika aku kembali kesini. Satu lagi yang ingin kukatakan padamu.." Ucapannya menggantung membuatku penasaran.

Ian menoleh kearahku. "Sejujurnya aku mencintaimu. Rasa ini tak kupungkiri hadir ketika melihatmu bersamaku. Namun, dengan segera aku akan melupakan semuanya."

Hancur hatiku, kau mengatakannya tanpa memikirkan perasaanku. Apa kau tak berfikir apa yang kau katakan melukaiku?

"Ah, iya."

"Kau hanya mengatakan hal itu?"

"Tidak, sejujurnya aku merasakan hal yang sama padamu. Hanya saja, mungkin benar apa yang kau katakan. Kita harus saling melupakan. Karena tak mungkin kita kembali bersama."

Ian tersenyum menatapku. Dengan segera aku mengalihkan pandangan. Tak kuat menatap wajahmu yang nanti akan semakin sulit melupakanmu.

"Maaf atas semuanya. Jarak terlalu luas untuk bisa kutempuh kesini. Sedangkan aku memiliki kedua orang tua yang tinggal disana. Tak mungkin aku memilihmu, dan berjauhan dengan mereka. Aku menyayangimu, namun aku lebih menyayangi mereka. Aku juga tak yakin mereka akan merestui kita. Harus butuh beberapa hari untuk menuju rumahmu, Ila."

Aku berdiri. "Tidak apa, Ian. Jika memang kita ditakdirkan bersama, sejauh apapun kita akan dipertemukan lagi."

Ian ikut berdiri dan tersenyum menatapku. "Jarak mungkin begitu jauh, tetapi ingatlah bahwa rindu tak akan jauh. Karena rindumu sama dengan rinduku."

"Aku pergi, jaga dirimu baik-baik. Jangan tunggu aku datang kembali!" ujarmu lalu pergi meninggalkanku. Kau pergi bersama motor supra yang kau kendarai tadi.

Sakit sekali, penantian bertahun-tahun tak pernah ada akhirnya. Kau dan aku terhalang jarak yang begitu jauh. Air laut yang membatasi pulau kita membuat cinta kita harus saling melupakan. Sulit memang, namun aku tahu. Jika modal cinta saja tak akan cukup, nyatanya restu kedua orang tua dan jarak selalu membuat cinta menjadi kebimbangan. Berfikir dua kali untuk menyatukan cinta.

Ah, biarlah perasaanku ini hilang dengan sendirinya. Walau tak bisa kutampik, bahwa rindu ini semakin besar ketika mengingat kilasan kenangan tentangmu.

Terima kasih jarak, kau mengajarkanku akan cinta yang tak berujung. Jarak dan restu kedua orang tua adalah pilihan untuk menyatukan cinta atau melepaskan cinta. Kini, melupakan dan mengikhlaskan kepergianmu adalah tugas baruku.


Sumber: opini pribadi
Diubah oleh ilafit 07-05-2022 01:44
ButetKeren
abellacitra
nona212
nona212 dan 56 lainnya memberi reputasi
57
1.7K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ilafitAvatar border
TS
ilafit
#18
Quote:


Mungkin ya, kak.

Quote:


Iyap😕yang sabar aja. Hehe. Lama tak jumpa kakak😅

Quote:


Iya kak, tapi kalau tempatnya jauh, biayanya juga mahal
fiaperm
miniadila
darmawati040
darmawati040 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup