EnisutriAvatar border
TS
Enisutri
Coretan Lana Kesuma


Coretan Lana di Bangku Sekolah



Quote:



Sebait kalimat kutulis di sela-sela coretan yang Lana buat, ia tinggalkan kenangan di bangku ini, bangku yang menjadi saksi kebisuannya. Buliran Air mata yang berulang kali jatuh dan berulangkali pula aku mengusapnya.


***


“Hay, aku Lana Kesuma pindahan dari Surabaya” ucapnya dengan ekspresi datar.

Itulah pertama kali Lana berbicara memperkenalkan diri. Kami sekelas memandanginya. Dengan perawakan tinggi sekitar 172 cm kulit putih, hidung mancung dan mempunyai belahan di dagu, serta tatanan rambut yang rapi, membuat semua murid memperhatikannya dengan seksama. hanya satu kalimat tadi yang ia katakan padahal semua murid antusias mendengarkan tak terkecuali aku.


Hingga pada akhirnya, salah satu temanku mulai angkat bicara menanyakan perihal kepindahanya, disusul teman yang lain menanyakan alamatnya. Namun, dia hanya melirik sebentar dan tak menjawabnya. Tanpa senyum tetap tanpa ekspresi. Lama ia berdiri mematung di depan kelas, kemudian Pak guru menunjukkan bangku kosong yang berada di belakangku sebagai tempat duduknya.


Seketika aku merasa gelisah, karena dia akan duduk di belakangku. Rasa takut, was-was menjadi satu. Sebab, sebelum kedatangannya teman-teman sudah membicarakan bahwa akan ada murid pindahan dari Surabaya yang konon katanya dikeluarkan dari sekolah, mungkin Lana inilah yang dimaksud.


Dia berjalan menuju bangku belakang, melewati bangkuku. Tangannya tanpa sengaja menyempar kotak pensil yang letaknya memang disudut meja.


“Plaaaaakk”


Kotak pensil jatuh dan isinya berhamburan. Lana menoleh sebentar matanya tertuju pada kotak pensil itu, tak lama dia berbalik dan duduk di kursinya dengan santai.


Aku memunguti beberapa alat tulis yang berserakan. Dengan hati-hati kulirik Lana, tapi tetap saja ekspresinya tanpa rasa bersalah.


“Minta maaf kek, ambilin atau gimana, dasar orang aneh!” omelku setengah berbisik.


Tiga bulan lamanya aku tak pernah tegur sapa dengannya. Dia pun tak pernah berbicara dengan teman-teman yang lain sungguh misterius. Kegemarannya hanya mencoret-coret bangku setiap jam istirahat.


Tapi, yang buat aku heran, banyak murid perempuan yang terpesona dengannya, terlebih kakak kelas yang tiap jam istirahat selalu mondar-mandir lewat depan kelas. Hanya untuk melihat Lana dari balik kaca jendela. Oh ya, bangku Lana sangat strategis berada tepat di dekat jendela besar dengan kaca transparan yang menghubungkan dengan luar kelas.


Hari itu, pelajaran sejarah, kami diberi tugas untuk merangkum. Aku sering memperhatikan Lana, dia sebenarnya anak yang rajin mengerjakan tugas, tak pernah telat, akan tetapi sekalinya tidak masuk bisa satu minggu tak ada kabar, mungkin itu yang membuatnya dikeluarkan dari sekolah, ini semua masih asumsiku saja.


Aku menyadar dikursi, melirik Lana yang masih sibuk dengan tugasnya, tiba-tiba pulpennya tak mengeluarkan tinta, beberapa kali ia coba mencoret-corek di meja tapi tetap tak bisa. Dengan cepat kubuka kotak pensil dan menyodorkan sebuah pulpen hitam bertutup merk Pil**. Bukan Lana kalau tidak menyebalkan, dia bahkan terkesan tak melihatku sama sekali. Kukembalikan pulpen ketempat semula dan tak mempedulikannya lagi. Selang beberapa menit, Tiba-tiba sebuah tangan meraih kotak pensilku kemudian mengambil pulpen tadi. Siapa lagi kalau bukan Lana. Aku hanya bengong menyaksikan kejadian itu.


‘Ternyata butuh juga, ditawarin gak mau, dasar orang aneh’ batinku sambil tersenyum kecut.


Seperti biasa, jam istirahat aku tak pernah keluar untuk jajan di kantin, karena aku sudah membawa bekal sendiri dari rumah, hari ini Mbak Imah membawakan aku roti gulung coklat dengan jumlah lebih. Aku membuka bekal kemudian menoleh ke belakang, ternyata Lana masih tetap melakukan kegiatannya seperti biasa.


“Aku tawarin enggak ya?” gumamku.


Aku melahap satu buah roti gulung dan masih tersisa satu, kusodorkan kepadanya.
“Ini makan, dari pada coret-coret enggak jelas” ucapku sambil menggigit bibir.


Terlihat Lana menghentikan kegiatannya, tapi tak melihatku sama sekali. Aku beranikan meraih tangannya mengambil pulpennya dan menggantinya dengan roti gulung. Dia menatapku, sepertinya dia ingin bicara namun ditahannya. Segera aku tinggalkan dia didalam kelas, dan mengintipnya dari balik pintu. Nampak Lana masih memandangi roti gulung, ia menoleh ke kanan dan kekiri kemudian melahap roti gulung tersebut.


“Yes!” sorakku kegirangan.


Tak tahu mengapa aku sangat senang melihat Lana memakan roti pemberianku.


Oh ya, sempat tadi aku merasakan hal aneh saat memegang tangan Lana, suhu tubuh Lana dingin seperti es, kulitnya memang putih bersih akan tetapi terlihat pucat.


****


Hari itu 14 Februari, yang biasa di kenal dengan Valentine day, teman-temanku sibuk mempersiapkan hadiah untuk pasangan mereka. Sedangkan aku, yang santai dan menganggap hari itu seperti hari biasa.


Tak disangka gerombolan murid perempuan masuk dengan anarkis menuju bangku Lana di jam istirahat. Ada yang membawa cokelat, surat dan bunga. Bahkan ada yang tanpa malu-malu membaca puisi romantis di depan kelas. Aku yang melihatnya ingin tertawa tapi aku tahan, Pejuang-Pejuang Cinta yang Tak Digubris Oleh Sang Idolamungkin itu yang seharusnya menjadi judul puisinya. Tapi, mereka tak hentinya menggoda Lana dan mengajaknya berbicara, kelas menjadi ribut. Untung bel masuk berbunyi, dengan cepat mereka membubarkan aksinya itu, yang tersisa hanya tinggal tumpukan coklat, bunga dan amplop-amplop surat.


Lana yang dari tadi duduk kemudian berajak berdiri dengan cepat meraih tasku. Dimasukkannya cokelat dan bunga pemberian para fans-nya.


“Lho, ngapain kamu? Enak aja main masuk masukin ke dalam tasku” Pekikku sambil merebut tasku dan mengeluarkan isinya. dengan cepat Lana meraih tasku lagi kali ini dia bersuara.
“Udah jangan berisik, nurut aja,” kata Lana sambil memasukkannya kembali.


****


Di hari berikutnya, ada sebuah pulpen hitam beserta secarik kertas yang dilipat kecil berada di atas mejaku. kubuka lipatan kertas, ada sebuah pesan singkat didalamnya.
Pulpenmu habis, aku cari yang sama enggak ada, jadi aku tukar ini aja. Pokoknya jangan bawal tanya-tanyain aku lagi.
Sejak saat itu, Lana tak pernah terlihat lagi, tiap istirahat aku memandangi bangku Lana. Jujur aku merindukannya, merindukan raut muka dingin tanpa ekspresi. Entah dimana Lana saat ini, dia sudah mulai mengganggu pikiranku.


Hingga pada akhirnya Pak guru memberikan kabar duka yang membuatku tak percaya. Aku menatap bangku kosong itu, membayangkan Lana yang masih corat-coret di atas meja.


“Lana, kamu nulis apa sih?” tanyaku ingin tahu. Dia memandangku kali ini sebuah senyum yang sangat manis menghiasi bibirnya, kemudian bayangan Lana menghilang.


Aku mendekati bangku Lana, dan mendudukinya, kutemukan banyak coretan di atas mejanya dan aku mulai membaca semua tulisan Lana.

Quote:


Ialah Lana yang menderita gagal ginjal. Seminggu tiga kali ia harus melakukan cuci darah. Hanya 3 bulan lebih kebersamaan kami. Tapi ia meninggalkan kenangan yang hingga kini aku bisa mengingatnya dengan jelas. Selamat jalan Lana, Tak ada lagi sakit yang harus engkau rasakan, kini senyummu akan selalu terpancar bersamaNYA.

Kemaduh, 23 Juni 2002


Tamat


Ilustrasi gambar: Pinterest
Sengaja TS menyamarkan nama tokoh dan tempat kejadian.

nona212
indrag057
Khadafi05
Khadafi05 dan 89 lainnya memberi reputasi
90
2.4K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
EnisutriAvatar border
TS
Enisutri
#3
Masih aja keingetan sama Lana emoticon-Mewek
Diubah oleh Enisutri 23-04-2020 20:36
indramario
abellacitra
Khadafi05
Khadafi05 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup